Jisoo menganga saat hamparan luas penuh akan gandum yang mulai kekuningan membuatnya terpesona. Netranya menyapu habis ladang gandum yang begitu menarik perhatiannya itu. Meski keberadaannya di puncak malam, tetapi tidak membuat setiap batang gandum itu tertutupi oleh kegelapan, sebab di atas sana bulan yang penuh sedang menghias langit. Ditambah beberapa lentera kecil menerangi jalan kecil yang membelah hamparan gandum tersebut. Kenapa dia tidak pernah terpikir untuk mengunjungi tempat seperti ini? Jisoo tidak bisa mengelak, dia terperangah, bahkan tempat ini terasa lebih menenangkan di banding saat ia mematikan lampu kamar di tengah malam.
"Kau bisa menikmatinya nanti."
Atensi Jisoo teralihkan dengan suara bariton itu. Dia menoleh dan mendapati Mingyu yang—entah sejak kapan—sudah tidak lagi berada di sampingnya. Jisoo melihat Mingyu sudah berdiri di dadapan ribuan gandum itu, tampaknya ia sedang menikmati embusan angin yang menerpa dirinya. Coat yang ia kenakan pun berkibar seiring dengan angin sejuk yang menuntunnya.
"Apa maksudmu dengan nanti?" sahut Jisoo. Dia menyembulkan kepalanya dari jendela mobil. Kedua matanya menyipit sebab angin ribut membuatnya sulit untuk membuka mata dengan utuh. Sementara rambut ikalnya turut berayun-ayun menghalangi wajah imutnya.
Mingyu menoleh ketika Jisoo tengah menatapnya seolah menunggu jawaban.
"Apa menurutmu ini terlihat telah sampai?"
"Hah? Apa maksudmu? Apa kau akan menyusuri jalan kecil itu?" serbu Jisoo. Dia menatap jalan kecil itu horor, dan lagi itu tampak seperti jalan yang mengantar pada kesesatan. Jisoo bergidik sendiri membayangkan apa yang ada di sana.
"Kau dan aku," balas Mingyu. Ekspresi wajahnya datar seperti biasa.
"Apa kau gila? Aku tidak mau!" seru Jisoo. Dia mengernyit tatkala Mingyu berjalan menghampirinya.
"Apa yang akan kau lakukan, Keparat!"
"Menyingkir," ujar Mingyu datar. Dia berdiri di depan pintu sembari menunggu Jisoo mematuhi ucapannya.
Jisoo masih enggan bergerak, dia memikirkan sesuatu yang buruk Jika dia menyingkir dari daun pintu. Bisa saja Mingyu akan melukainya jika dia menyingkir, mengingat kondisinya yang sedang rentan untuk dilukai. Dia dan Mingyu adalah musuh, jadi wajar 'kan jika dia sedang bersikap waspada?
"Menunggu apa lagi?" Mingyu kembali bersuara, menghancurkan renungan Jisoo tentang dirinya.
"Aku akan lapor polisi atas tindakanmu." Jisoo menatap Mingyu sengit. Mingyu tidak menunjukkan perubahan pada ekspresi wajahnya, tetap datar. Dia lekas membuka pintu tersebut tanpa memperdulikan keberadaan Jisoo yang masih menempel di sana. Namun, Jisoo memiliki respon tubuh yang cukup bagus, dengan sigap dia menyingkir dan menjauh.
Jisoo memicing, dia menempelkan posisi kakinya pada tempat kemudi dengan rapat, sembari menatap Mingyu yang tengah mengambil sesuatu dari bawah tempat duduknya.
"Jangan posisikan orang seperti dirimu. Pakailah tongkat ini, aku tidak mau repot menggendongmu." Lantas Mingyu beranjak menjauh dari mobil.
Jisoo mengumpat dalam hati. Mingyu selalu berhasil membuatnya terpojok di setiap keadaan. Dia langsung menggunakan tongkat kayu itu untuk menuruni mobil. Dia tidak mau membiarkan kemungkinan dirinya lebih terpojok lagi jika dia tetap menahan dirinya di dalam sana.
Jisoo berjalan dengan tertatih bersama tongkatnya. Mingyu berjalan beberapa meter di depannya. Jisoo mendengus kasar, dia lelah dengan pemikiran mengapa dia mau mengikuti Mingyu seperti orang bodoh. Melihat jalanan yang sepertinya masih panjang membuat Jisoo mengembuskan napas panjang. Dia merasa lelah dan tidak ingin melanjutkan perjalanan. Jisoo berpikir Mingyu benar-benar tidak punya otak karena membiarkan orang yang sedang sakit mengarungi perjalanan panjang.
Jisoo menunduk lesu, menghentikan langkahnya, mungkin dia akan kembali ke mobil saja. Jisoo tersentak saat ia merasakan tubuhnya tiba-tiba melayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kereta api || revisi
RomanceBerawal dari sebuah gerbong kereta, hingga coat hangat yang ia terima dari pemuda berkulit tan itu dengan terpaksa. Pemberian yang terkesan 'sederhana', tetapi mampu menciptakan perasaan rumit yang tertinggal dalam hati pemuda berparas cantik itu. N...