Jisoo termangu, di atas jendela mobil. Dirinya mengamati jalan aspal yang tampak mengkilat. Hujan tidak lama berlalu, meninggalkan dinginnya yang terasa pekat, Jisoo mengeratkan coat-nya seiring angin berembus. Kesenduan cenderung terletak pada sisi hujan, dia merasakan itu saat emosinya berubah kelabu. Banyak penerang, pun kendaraan berlalu lalang, tetapi perasaannya mendadak bungkam sejurus tatapan matanya yang mulai menerawang.
Jisoo tidak suka saat perasaan ini datang–perasaan seperti kosong dan hampa menerpa. Terlihat seperti pecundang mengenaskan, dia tidak mau terlihat seperti demikian. Cukup dia menertawakan, tidak layak ditertawakan.Beberapa saat kemudian kepalanya terantuk, nyaris mengetuk kaca. Akibat angin sepoi-sepoi memang acap kali menjerumuskan rasa. Jisoo ingin nyaman saja, sekalipun tertidur di atas jendela yang terbuka, tak mengapa. Namun, reflek dia menegakkan kepala saat kaca yang dihinggapinya tiba-tiba bergerak naik, nyaris tangannya terjepit jika tubuhnya tidak gesit menghindar.
Tatkala itu dia tersadar jika Kim Mingyu sedang bersamanya. Lekas dia memutar kepala, dan menyerukan protes kepada laki-laki di sampingnya.
"Apa kau gila?" cecar Jisoo.
Dia yakin hanya orang tidak waras yang melakukan tindakan kelewatan batas tersebut. Alih-alih memperdulikan, Mingyu tetap menampilkan ekspresi datar dan fokus dengan kemudinya. Jisoo berdecak lantas membuang muka, melihat tampilan wajah Mingyu yang tidak pernah berubah kerap membuat emosinya melunjak jika tidak dia kendalikan cepat-cepat. Namun, remangnya pemandangan dari balik kaca membuat Jisoo teringat akan ponselnya.
Dengan lugas dia menagih benda persegi itu pada Mingyu—mengingat Mingyu mengamankan benda itu sejak insiden sungai Han berlalu. Untungnya, kali ini Mingyu merespon dengan baik. Dia memberikan ponsel itu pada pemiliknya.
Jisoo lekas menekan tombol di bagian kirinya. Dia tidak menyangka Mingyu—dengan kurang ajarnya—sampai me-nonaktifkan ponselnya juga.
Suara notifikasi kian bersinggungan. Jisoo melebarkan mata tatkala nomor Minjung yang mendominasi isi panggilannya. Tidak ada apapun dipikirannya kecuali lekas menghubungi Minjung. Dia tidak bisa membayangkan pergerakan Minjung seusai panggilannya tak terhubung—Jisoo paham sekali jalan pikir Minjung yang terkadang berlebihan. Dia yakin panggilan bertubi-tubi ini disebabkan kejadian di sungai Han tadi—ketika ucapannya tiba-tiba terputus karena Mingyu. Minjung pasti menaruh kecurigaan yang besar karena keadaan tersebut.
Jisoo mengubah letak duduknya kala suara Minjung lekas menyambut panggilannya."Jisoo, bagaimana bisa? Katakan, dimana kau sekarang?"
Kekhawatiran terlampau jelas dari suara Minjung, Jisoo sampai harus menentukan kata-kata yang tepat untuk menjawabnya.
"Aku ... dalam perjalanan pulang."
Jisoo menjawab ragu. Sekilas matanya melirik Mingyu yang tengah fokus mengemudi. Namun, suara pukulan yang terdengar tajam membuat Jisoo tersentak untuk bertanya.
"Minjung, apa yang terjadi di sana?" jerit Jisoo. Pikirannya jadi tumbang, berlayar ke spekulasi buruk yang paling dekat dengan akal, tetapi suara kekehan Minjung dari seberang membuatnya berkerut ragu.
"Bukan apa-apa, kebetulan ada seekor tikus lewat, jadi aku tidak tahan untuk tidak memukulnya."
Jisoo tidak bisa memercayai perkataan itu, suara pukulan yang didengarnya terlalu tajam jika hanya sekadar tikus yang dipukul. Namun, mendapati ketenangan pada diri Minjung membuat ketidak percayaan itu sedikit berkurang. Jisoo tersadar dari lamunannya tatkala Minjung kembali menanyakan tentang keberadaannya. Apakah Minjung tidak memercayai perkataannya?
Jisoo menggigit bibir bawahnya seraya memutar skenario yang cocok untuk melumpuhkan ke-kritisan Minjung dan segala keingin tahuannya. Dia tidak berbohong jika dirinya dalam perjalanan pulang, lalu apa lagi yang membuat Minjung penasaran? Bukankah itu kabar yang sangat baik? Jisoo membuang napas, lantas berkata,"Aku sudah mengatakannya padamu, aku dalam perjalanan pulang, jika kau masih mengkhawatirkan soal panggilanku yang mendadak mati, itu karena batrai ponselku habis. Aku tidak punya alasan lain, kalau kau tidak percaya aku akan mematikan sambungan ini." Minjung kembali terkekeh tatkala Jisoo bertutur panjang lebar, itu bukan lah hal yang sering terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kereta api || revisi
RomanceBerawal dari sebuah gerbong kereta, hingga coat hangat yang ia terima dari pemuda berkulit tan itu dengan terpaksa. Pemberian yang terkesan 'sederhana', tetapi mampu menciptakan perasaan rumit yang tertinggal dalam hati pemuda berparas cantik itu. N...