4. Terjebak

138 31 0
                                    

Jisoo tengah bergegas menaiki tangga melengkung yang akan mengantar pada kamarnya. Perasaannya sangat buruk sekarang, dia hanya ingin segera melempar tubuhnya pada ranjang miliknya yang empuk. Namun, suara gaduh yang tiba-tiba muncul itu membuatnya berhenti melangkah. Dia langsung beringsut duduk, mengintip dari celah-celah pagar tangga.

"DIAM!"

"Jika kau mendengarkan ucapanku dan berhenti memanjakan Jisoo, maka tidak akan ada julukan anak gagal seperti ini!"

Plak!

Suara tamparan menggema memenuhi mansion megah itu.

"Pria brengsek seperti dirimu tidak layak melontarkan nasehat sekecil apapun, ingat itu Hong! Dan jangan pernah menghukumi apapun pada Jisoo. Dia hanya korban kebodohan kita!"

"Apa yang kau katakan? Korban? Aku telah bekerja keras mencari uang demi siapa? Dia benar-benar anak tidak tahu diuntung!"

BRAK!

Suara pintu yang dibanting begitu keras mengejutkan keduanya. Terlebih Nyonya Hong, dia yakin jika itu adalah perbuatan Jisoo anak semata wayangnya. Wajahnya menampakkan ekspresi khawatir yang sangat kentara sekarang, sebab dia tidak menyangka jika Jisoo telah kembali dari sekolah dan mendengar pertikaian mereka.

Nyonya Hong segera berlari menaiki tangga yang melengkung panjang itu. Dia merasa sangat bersalah sekali dengan anak semata wayangnya kali ini. Pertemuan yang sangat buruk. Dia tahu bagaimana sulitnya menciptakan momen bersama anaknya, bahkan hanya untuk menyisakan sedikit waktu saja tak pernah berhasil ia dapatkan. Terlalu sibuk dengan pekerjaan membuat jarak terbentang luas di antara mereka. Ya, kini rasa bersalah bercampur rindu mengental di pembuluh darahnya, dia ingin sekali memeluk malaikat kecilnya itu setelah lima bulan lamanya ia tak bertemu. Namun, yang dia dapati justru kemarahan Jisoo karena pertikaian bodohnya sendiri.

"Jisoo!"

Tok! Tok! Tok!

"Jisoo!"

"Buka pintunya, nak!"

Ketukan pintu itu terdengar semakin keras dan bising. Nyonya Hong tak henti-hentinya berharap agar pintu itu mau terbuka untuknya.

"Jisoo!"

"Jisoo!"

"Eomma mohon ...."

Jisoo menarik selimut tebal itu hingga menutupi seluruh tubuhnya. Tangannya meraih sebuah remot di atas nakas, kemudian dia menekan salah satu tombol disana dan ruangan itu seketika menjadi padam dan gelap. Kemudian dia mengambil ponsel, lalu memutar lagu rock dengan volume tertinggi. Berhasil, itu benar-benar berhasil untuk melenyapkan suara teriakan wanita yang meraung-raung memanggil namanya.

●°○°●






"Turun disini."

Jisoo membuka pintu mobil kemudian menutupnya pelan.

"Apa saya menunggu di sini, Tuan muda?" Pria setengah baya berkata sembari sedikit menjulurkan lehernya lewat kursi penumpang.

"Tidak perlu, aku akan menghubungimu." Jisoo berkata tanpa melihat ke arah pria setengah baya yang menyandang sebagai sopir pribadinya itu. Dia sudah berjalan memasuki kawasan sungai Han.

.

.

.

"Sial!"

Jisoo melempar batu kecil ke tengah sungai hingga menciptakan bunyi tamparan yang kuat.

Jisoo meletakkan kedua sikunya pada pagar yang menjadi batas antara jembatan panjang dan sungai tersebut. Tangannya meraup wajah kecilnya dan membiarkanya untuk tetap berada di sana ....

Kereta api || revisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang