Minjung mengarahkan gerak kakinya menanjak dengan cepat. Pandangannya menatap lurus pada monitor. Kemudian dia menekan tombol pause begitu menit ke dua puluh memperingati. Deru napasnya tersengal-sengal bersamaan dengan gerak dadanya yang naik turun. Kemudian dia mengambil langkah meninggalkan treadmil.
Minjung menarik handuk kecil yang menggantung di leher, kemudian mengusapkannya pada peluh yang berjatuhan di wajahnya. Dia menghampiri seseorang yang sedang melakukan hal yang sama dengannya di sana.
"Selama ribuan tahun akhirnya kau mau melatih ototmu juga, Jisoo. Aku tidak mengerti, ini ajaib sekali." Minjung terkekeh, sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
"Diam, kau!" sahut Jisoo. Dia berlari di atas treadmil layaknya dikejar hewan buas—jika saja dia berhenti maka mati adalah takdirnya. Wajahnya sudah berlumur keringat beriring dengan suara deru napasnya yang terdengar tidak wajar, dan itu membuat Minjung berpikir, 'jika tidak dihentikan maka nyawanya bisa saja terenggut',
Minjung lekas menekan tombol berhenti pada monitor, dan gerak traedmil itu pun berhenti, bersamaan dengan tubuh Jisoo yang terbujur kaku, bahkan dia sudah tidak sanggup lagi mengeluarkan suara untuk menggerutu. Kedua kakinya bergetar seperti hendak kehilangan keseimbangan. Lantas dia lekas menjatuhkan tubuhnya pada karpet."Aku tidak percaya bahkan setiap hari kau melakukannya," gumam Jisoo, sembari melentangkan kedua tangannya dan menatap atap ruang.
Minjung tertawa melihat keadaan Jisoo yang seperti pejuang pasrah karena menyerah, sungguh memperihatinkan sekali. Dia menggeleng,"Itu karena kau tidak pernah berolahraga," sahut Minjung. Dia memberikan sebotol mineral dan menempelkannya pada pipi kanan Jisoo."Minumlah."
Jisoo menyambarnya, kemudian meneguk habis isinya, dan melepasnya begitu saja. Embusan panjangnya pun ikut terbuang."Ck! Sudah kuputuskan akan kuhabisi keparat Kim itu sampai dia lupa cara melangkah!" Tangannya meremat botol plastik itu hingga mengeluarkan suara gemerisik yang kuat.
Sementara Minjung mengerutkan kening, lantas terkekeh nyaris tak bersuara. Jadi tentang keparat Kim itu lagi, ya."Sepertinya aku harus berterima kasih kepadanya, setidaknya kau jadi berolahraga," ucapnya.
Minjung mengingat, lima tahun lamanya dia mengenal Jisoo, dan itu juga menjadi rentang usahanya untuk mengelabuhi Jisoo agar berolahraga. Minjung tipe orang yang sangat gemar menjalani hidup sehat, salah satunya adalah olahraga, dan keadaan Jisoo yang terbilang jauh dari kata sehat, membuat Minjung resah. Jisoo sangat menyukai cocacola, dan dia menjadikannya seperti asumsi pokok dalam hidupnya. Bahkan Jisoo pernah menghabiskan sepuluh kaleng cola dalam waktu sehari. Kala itu Minjung geram sekali, tetapi yang dia dapatkan justru cengiran Jisoo yang mengatakan dirinya seperti nenek-nenek yang menyebalkan. Minjung selalu berupaya untuk merubah gaya hidup Jisoo yang buruk, tetapi semakin kuat ia mencoba semakin dia sadar jika mengontrol Jisoo sama dengan menguras kehidupannya sediri, sangat sia-sia sekali.
Jisoo tidak memperdulikan perkataan Minjung yang menurutnya keluar dari topik itu. Sejak pulang sekolah dia dibuat gelisah dengan kelakuan Mingyu. Dia tidak tahu apa yang harus diperbuat hingga dia memutuskan untuk membentuk semua ototnya. Benar, semua itu hanya bentuk kefrustrasiannya. Namun, membayangkan persen keberhasilannya sangat minim dan nyaris tak terbayangkan. Jisoo memikirkan sebuah tindakan yang tidak menyeretnya dalam kesusah payahan, dan kini otaknya memiliki pencerahan dalam perkara tersebut."Aku akan memesan preman gyeonggi-do, bagaimana menurutmu?" Jisoo melihat Minjung penuh minat.
Minjung memikirkan ucapan Jisoo beberapa saat, hingga sebuah seringai menarik ujung bibirnya."Menarik."
Minjung mengenal dengan baik siapa preman gyeonggi-do, mereka terkenal dengan kekuatan dan kelihaiannya dalam bertarung. Bahkan mereka telah berhasil mengalahkan aliansi besar hanya dengan bersenjatakan tongkat kayu. Hebat sekali. Minjung jadi memuji kecerdasan Hong Jisoo dalam mengambil tindakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kereta api || revisi
RomanceBerawal dari sebuah gerbong kereta, hingga coat hangat yang ia terima dari pemuda berkulit tan itu dengan terpaksa. Pemberian yang terkesan 'sederhana', tetapi mampu menciptakan perasaan rumit yang tertinggal dalam hati pemuda berparas cantik itu. N...