Jisoo melempar ranselnya ke atas meja, membuat perhatian seluruh murid tertuju padanya. Bisik-bisik hingga gumaman merdu bagai sekumpulan lebah yang menyusul. Jisoo tidak peduli itu, dia menghempaskan bokongnya pada kursi, kemudian melipat kedua lengannya, dan menjadikannya alas kepala. Jisoo merasakan matanya berat. Sebab malamnya telah ia habiskan untuk meredakan emosinya yang tak tersalurkan. Hingga ia mendapatkan cara lain untuk mengatasinya. Dia telah merundingkannya dengan Minjung sebelum berangkat sekolah. Mengingat apa yang direncanakan, ujung bibir itu tidak bisa menahan lengkungannya. Menjadi senyum simpul yang begitu memuaskan.
Jisoo mengangkat kepala, dan dia mendapati di bangku paling depan sana Mingyu sedang melempar senyum kecil untuk seorang murid perempuan yang tampak menanyakan soal pelajaran hari ini. Jisoo reflek mengepalkan tangannya kuat.
'Sialan! Aku sudah tidak tahan ingin menghancurkan wajah sok tampannya itu.'Begitu dentang bel pengistirahatan berbunyi, Jisoo lekas mengambil langkah meninggalkan kelas. Seperti perjanjian yang telah disetujui, dia menunggu Minjung di gubuk belakang sekolah. Namun, sudah tujuh menit lewat Minjung tak kunjung datang. Jisoo beranjak dari duduknya, dia hendak mengumpat dan menghampiri kelas Minjung—yang berbeda dengannya—sebelum siluet wanita dengan rambut lurus sepanjang bahu muncul di hadapannya.
"Kau?! Dari mana saja? Bahkan bokongku sudah mati rasa menunggumu di sini!" Jisoo menatap Minjung nyalang, sembari menodongkan jari telunjuknya.
"Santai, bung. Aku mengalami masalah dengan pencernaanku. Jadi, aku harus mengurus diriku lebih lama di toilet." Minjung menjawab dengan santai, lalu ia mendudukkan tubuhnya di kursi.
"Jadi, bagaimana sekarang?" tanya Minjung, hendak membahas inti pertemuan mereka.
●°○°●
"Min—Mingyu?" Taeyon mendadak gugup. Meski kemarin ia berhasil meminta sedikit waktu luang Mingyu, tetapi tetap saja Mingyu yang bertampilan dingin membuatnya canggung setiap kali ingin menyapa.
Mingyu menoleh sekadar merespon panggilan itu. Tangannya sedang bekerja memasukkan bukunya pada ransel.
"Apa kau akan ke kantin?" tanya Taeyon pada akhirnya.
"Ya. Apa ada sesuatu?" Mingyu menghentikan kegiatannya.
Taeyom menggigit bibir bawahnya pelan. Ia menjadi kikuk hanya sekadar menjawab."I—itu ... Tadi eommaku berpesan untuk mengajakmu makan—ah! Hari ini eommaku memasak makanan yang sangat spesial!" Taeyon tersenyum canggung. Ia merutuki mulutnya yang berbicara dengan aneh.
Mingyu mengangguk ringan. Kemudian ia kembali meletakkan ranselnya pada gantungan meja, lalu melihat Taeyln yang masih berdiri di tempat."Jadi, kita akan makan dimana?"
Taeyon terperanjat, ia kembali merutuki dirinya yang justru tenggelam dalam pikirannya."Itu ... bagaimana jika di taman belakang?" Dengan ragu Taeyon memberikan usul.
Mingyu tampak diam, kemudian ia berkata,"Di sini saja."
"Ah—ya!" Taeyon mengangguk canggung. Kemudian ia lekas mengambil bangku di samping Mingyu. Mengeluarkan dua rantang di dalam tas, dan meletakkannya di atas meja.
Dengan cekatan Taeyon membuka isi rantang tersebut. Memperlihatkan masakan dengan bahan daging yang sangat kentara."Sebenarnya makanan ini aku yang memasak. Maaf, kalau rasanya sedikit aneh." Taeyon tersenyum ĺantas memberikan satu rantang kepada Mingyu. Dia membungkuk singkat begitu Mingyu meraihnya.
Mingyu mengambil satu sumpit, lalu melahap suapan pertamanya. Taeyon menunduk, sedikit mengintip Mingyu yang masih mengunyah makanannya. Dia takut jika saja Mingyj menampilkan ekspresi aneh atau tidak suka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kereta api || revisi
RomanceBerawal dari sebuah gerbong kereta, hingga coat hangat yang ia terima dari pemuda berkulit tan itu dengan terpaksa. Pemberian yang terkesan 'sederhana', tetapi mampu menciptakan perasaan rumit yang tertinggal dalam hati pemuda berparas cantik itu. N...