"Sungguh, mengejutkan sekali bisa bertemu denganmu di tempat yang menenangkan ini."
Jisoo terlonjak dari lamunannya. Dia amat terkejut begitu mendengar suara yang tak asing lagi kini berada di samping kirinya.
Jisoo mengernyitkan dahi. Mendengar ungakapan yang seakan sarat penghinaan tersebut."Apakah aneh? Ini tempat umum yang mempersilahkan siapapun untuk datang kemari. Termasuk diriku." Jisoo menjawab dengan tegas.
Mingyu menoleh, melihat Jisoo sekilas, lalu kembali menatap sungai yang terpancar cahaya pelangi itu.
"Apa yang kau lakukan pada gadis itu?" tanyanya, dengan deru napas yang seimbang.
Jisoo mengernyit sejenak, kemudian ia menyadari apa yang dimaksud oleh Mingyu, dan itu langsung membangkitkan kejadian Kemarin siang, saat dia tidak bisa menahan keterkejutannya begitu melihat manusia yang sempat membayangi hidupnya—sebab pemberian yang dia terima darinya di sebuah gerbong kereta. Kemudian dia yang tidak bisa menghalau tinjuan Mingyu yang meninjunya demi sosok wanita culun di belakangnya. Sambil terkekeh Jisoo berkata,"Kenapa? Kau tertarik dengannya?" sinisnya, dengan seringai yang terlukis.
Mingyu menoleh, wajah dinginnya kini menatap Jisoo datar."Jawab pertanyaanku," tegasnya.
Jisoo semakin mengerutkan kening. Dia merasa sedang di interogasi sekarang. Apakah dia terlihat pantas untuk diperlakukan seperti itu? Jisoo terkekeh dalam hati. Rupanya pemuda berkulit arang ini mudah melambung, ya. Sekalinya dibiarkan untuk meninju wajahnya saja sudah tidak tahu diri begini. Apa dia masih belum mengenal siapa Hong Jisoo, hingga berani bertindak kurang ajar padanya?
"Siapa kau berani meminta jawabanku?" Jisoo menyeringai setan. Tanpa dia duga tangan kekar itu lekas menarik kerah bajunya, hingga membuat tubuhnya sedikit terangkat ke atas.
"Jawab, selagi aku menahan tanganku." Mata elang Mingyu menatap tajam Jisoo. Tangannya masih mencengkram erat kerahnya.
Jisoo dengan posisi kepala yang sedikit mendongak reflek tertawa. Dia mencemooh ocehan Mingyu yang terdengar sangat bodoh di telinganya. Jisoo tetap bersikap santai seakan yang sedang terjadi hanyalah gurauan semata.
Mingyu mati-matian menahan hasratnya untuk melayangkan tinjuan di wajah Jisoo. Dia masih menahan itu, demi dirinya—agar tidak mencoreng harga dirinya, terkait keadaan sekitar yang tidak sedang sepi.
"Kau terlihat bodoh, Kim," komentar Jisoo pada Mingyu, dan itu membuat tubuhnya seketika terbang dan menabrak pagar sungai dengan keras.
"Aku tahu, kau pasti seorang pembuli di sekolah. Melihat sikapmu yang sangat rendahan itu membuatku berpikir, jika definisi cacat itu adalah dirimu." Mingyu mengibaskan tangannya yang terasa kebas, lantas dia melenggang pergi meninggalkan Jisoo yang masih belum merubah posisinya.
Dalam diamnya Jisoo mengepalkan tangan kuat. Sorot matanya menatap tajam punggung tegap yang kian menjauh darinya. Tatapannya sarat pembunuhan, dia ingin membunuh sekalinya dia bisa melakukan itu. Dalam pikirannya, dirinya telah dipermalukan. Dalam pikirannya, dirinya telah di kalahkan—tidak! tidak ada seorang pun yang boleh mengalahkannya. Sekalipun orang tuanya Jisoo tidak akan membiarkan itu!
"Brengsek, sialan! Tunggu kematianmu besok!"
●°○°●
Jisoo membuka lebar dua pintu besar yang mengantar pada balkon kamarnya. Dia membiarkan angin malam yang dingin memasuki kamarnya yang gelap. Namun, tidak membiarkan satu cahaya pun menyelinap ke dalam sana kecuali temaram sinar bulan yang selalu berhasil menenangkan jiwanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kereta api || revisi
RomanceBerawal dari sebuah gerbong kereta, hingga coat hangat yang ia terima dari pemuda berkulit tan itu dengan terpaksa. Pemberian yang terkesan 'sederhana', tetapi mampu menciptakan perasaan rumit yang tertinggal dalam hati pemuda berparas cantik itu. N...