15. Abai tak acap datang

110 23 9
                                    

Sore ini tidak secerah sore-sore sebelumnya, bahkan tidak ada secercah cahaya pun yang menyelinap lewat jendela kelas. Namun, pelajaran sore ini berakhir dengan baik, senyum sang guru pria membuktikan itu, melihat muridnya begitu antusias mengenai kelasnya hari ini. Murid-murid International high school memang terkenal dengan keenceran otak mereka, tetapi itu tidak menolak fakta bahwa hanya beberapa gelintir dari mereka saja yang menggunakannya dengan baik, tetapi tampaknya hari ini berbeda, mereka benar-benar menyelami pelajaran dengan baik.

Semerbak jingga tertinggal di cakrawala, menemani langit yang berubah kelabu. Jisoo mengamati bagaimana rona itu perlahan menyebar, menipis, hingga akhirnya menghilang, tergantikan oleh bulan yang berbentuk runcing di kedua ujungnya.

Jisoo melirik makan malamnya yang masih belum tersentuh sedikit pun di atas meja. Perutnya seakan menolaknya untuk masuk, dia merasa mual, bahkan hanya dengan melihatnya.

Jas almameter itu tenggelam oleh sweater tebal beserta syal rajut kotak yang melingkar rapi di lehernya. Para murid membicarakan penampilan Jisoo hari ini, apakah dia sakit? Selain gaya pakaiannya yang terlihat berbeda, pula tingkahnya yang hanya diam tidak berulah sejak pagi tadi—mengingat Hong Jisoo adalah raja keonaran di sekolah. Mereka hanya berspekulasi tanpa berani memastikan kebenaran tersebut.

Setelah kejadian kemarin tampaknya hubungan Minjung dan Jisoo menjadi retak, keduanya tidak saling melempar sapa, hanya diam tak acuh saat tak sengaja bertemu di gerbang sekolah.

Jisoo menunduk lesu, bahkan saat pelajaran benar-benar telah berakhir hingga para murid berangsur pergi, dia pun memaksakan diri untuk berdiri meski tubuhnya terasa limbung tidak berpondasi.

Jisoo menuruni anak tangga dengan pelan, mewanti agar dirinya tidak jatuh dan menyebabkan kecelakaan besar. Namun, keadaan itu tidak bisa sepenuhnya ia dapatkan, karena denyutan di kepalanya tiba-tiba menyerang secara brutal. Jisoo tidak dapat menahan lagi sampai pandangannya mendadak buram, anak tangga yang tersusun di bawahnya seolah berputar, dan berputar semakin kencang, hingga dia mendapati sekitarnya berubah gelap sebelum tubuhnya terjatuh pingsan.

○°●°○




Jisoo mengerjapkan mata, samar-samar dia mendapati ruangan asing menyapa penglihatannya. Jisoo menekan kepalanya yang masih terasa berat. Matanya kembali terpejam, menetralkan rasa sakitnya, hingga ia merasakan itu sedikit berkurang. Kemudian Jisoo memaksa kedua matanya agar kembali terbuka. Jisoo tidak begitu yakin, tetapi ruangan ini jelas terlihat seperti kamar. Apakah dia sedang diculik, atau disandra? Dia berusaha mengingat kejadian terakhir yang dia lakukan, tetapi itu justru membuat kepalanya kembali pusing, dan membuatnya menyerah untuk sementara sampai suara berat seseorang menyentaknya.

"Sudah lebih baik?"

Lekas kepala itu meoleh,"Kau?" Kontan Jisoo mengangkat tubuhnya, bersandar pada daun ranjang begitu mendapati laki-laki bermarga Kim itu duduk di sana.

Mingyu hanya berdeham singkat, kemudian memberikan secangkir teh hangat kepada Jisoo."Minumlah."

Fokus Jisoo teredam oleh rasa penasaran. Bagaimana dia bisa bersama Mingyu? Apa yang sebenarnya terjadi? Namun, dia harus menanyakan keberadaannya sebelum membongkar kedok lainnya.

"Katakan, dimana ini?" geram Jisoo ketika sadar tidak ada orang lain selain mereka.

Mingyu menjawab datar,"Kamarku."

Pandangan Jisoo senantiasa menajam."Apa yang kau lakukan padaku?" sentaknya. Mengabaikan kepalanya yang kembali berdenyut karena hal itu.

"Menolongmu. Memang apa lagi?" Mingyu tidak merubah ekspresi wajahnya kecuali sebagian alisnya yang terangkat.

Kereta api || revisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang