Gulali

820 89 35
                                    

Selembaran yang semakin menipis menjadi penanda sebentar lagi kerjanya telah usai. Tak peduli sebanyak apapun keringat yang sudah menetes, selepek apapun rambut yang ia punya, uang adalah sumber dari kemana hidupnya akan berjalan. Tujuh belas tahun hidup sebagai pemuda miskin. Putus sekolah karena biaya terlalu mahal, kerja serabutan dimana-mana. Asal menghasilkan uang, ia terima. Tetapi semakin majunya zaman, mereka hanya menerima karyawan yang lulus minimal sekolah menengah atas. Sementara dirinya baru masuk SMA sudah terpaksa berhenti karena sang ayah sempat sekarat, uang makin menipis, bahkan ketika sang ayah pada akhirnya meninggal, mereka tak punya apapun bahkan untuk sekedar membeli lauk.

"Dek, sudah kamu pasang yang di tiang sana?" Oh, itu sang kakak. Kakak satu-satunya yang ia punya. Baekhyun namanya. Wajah kecil yang menggemaskan, namun sayang ada banyak noda karena tidak pernah dibersihkan menggunakan perawatan mahal, hanya sabun batang harga dua ribuan. Yang penting bersih, katanya. Walaupun tak benar-benar bersih.

"Udah, kak. Mau lanjut yang bagian persimpangan juga?"

"Udah kakak pasang. Kamu ambil saja sepeda lalu kita pulang. Kakak sangat lapar."

Sebagai adik, bukan perkara sulit ia mematuhi perintah sang kakak. Toh cuma ambil sepeda yang tak jauh terparkir dari tempat mereka berada. Mengayuh beberapa saat, meminta sang kakak untuk naik di bagian belakang, lalu mereka pada akhirnya ikut andil bersama ratusan pengendara motor di tengah sore hari yang masih cerah. Hujan sudah lama sekali tidak turun di awal bulan Juni.

"Ibu masak apa ya, Kyung?"

"Bayam punya ibu udah tumbuh di halaman belakang."

"Kan, sudah habis dimakan tadi malam."

"Oh ya? Mungkin makan sayur pare. Pait tapi aku suka."

"Ih, gak suka ah! Ikan asing yang kemarin masih ada?"

Kyungsoo, tampak terdiam berpikir. Ikan asing yang ia beli kemarin cuma dua biji berukuran cukup besar dan mahal. Tetapi mereka bisa menyimpan itu selama 3 hari karena dimasak sedikit-sedikit.

"Ada! Ibu simpan di lemari karena kucing punya Sehun suka mencuri."

"Dia main ke rumah karena kamu suka kasih ikan sisa. Makanya betah. Lain kali jangan dibiasain."

"Iya, iya. Sekarang sering aku usir kalo ngintip tudung saji."

Sepanjang perjalanan itu hanya diisi oleh percakapan ringan dua pemuda bersaudara. Sampai pada akhirnya mereka tiba di rumah dan melihat sang ibu yang sibuk mengangkat jemuran.

"Kyung, sepedanya dimasukin aja ke dapur. Kemarin punya Jongdae ada yang nyuri."

"Betulan kah, Bu? Sepeda punya Dae bukannya sudah tinggal ban satu?"

"Dijual ke tukang rongsokan masih lumayan menghasilkan uang, Kyung."

Kyungsoo hanya mengangguk selagi ia memasukkan sepedanya ke dalam dapur. Kemudian membantu ibunya memegang beberapa baju yang sudah kering. Baekhyun sudah masuk ke dalam rumah setelah berkata akan mandi duluan.

"Kamu sudah tahu belum, anak pak rt balik dari kota?"

"Anak pak rt, maksudnya si Soojung?"

"Bukan, sayang. Kakaknya itu loh, yang dulu pas kecil sering main lumpur sama kamu. Lupa ya? Udah gede sekarang. Ganteng. Pakai jas."

Teman Kyungsoo dari kecil itu banyak. Lagipula ia sering sekali lupa hal penting yang terjadi di masa lampau. Apalagi kalau sudah tidak bermain bersama lagi. Makin lupa dia. Dan tanpa memperdulikan ucapan sang ibu lagi, ia melenggang masuk ke dalam rumah membawa baju.

"Kakak tau anak pak rt gak?" Tanyanya pada Baekhyun yang selesai mandi.

"Tau, si Soojung kan?"

"Bukan! Kakaknya. Katanya kemarin baru balik dari kota. Ganteng, pake jas." Ucapannya mengikuti nada sang ibu.

KAISOO ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang