56. Khawatir

261 36 2
                                    

_____

_____

_____

🔷🔷🔷

Jarum jam telah menunjukkan angka 22.24 menit, namun entah kenapa matanya susah sekali untuk diajak terlelap. Kalau saja tak lagi halangan, shalat adalah cara jitu untuk mengalihkan keresahan di hatinya.

Kanaya membalikkan badan ke arah kiri, ini sudah yang kesekian kali ia membolak-balikan badan mencari posisi enak untuk bisa terpejam lalu tidur. Tetapi kali ini pun tak berhasil, karena tiduran dengan posisi miring ke kiri sangatlah tidak enak. Kembali lagi ia memposisikan diri ke arah kanan.

Lagi, kalau banyak pikiran pasti dirinya akan terserang insomnia, seperti malam ini.

Akhirnya ia putuskan untuk bangun dari rebahan lalu menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Ia mengusap-usap wajah seraya mengucap istighfar dengan lirih.

Obrolan tadi siang bersama Verra masih terngiang dipikiran. Sebelum Verra bertandang ke rumahnya, gadis itu terlebih dahulu menelponnya, dimana ia mengatakan ingin ke tempatnya. Dan dengan senang hati ia menerima gadis itu untuk menemuinya.

Dua puluh menit menunggu, Verra akhirnya tiba di rumahnya bersama buah tangan yang diperuntukkan untuknya.

Saat lama tak melihat Verra, dirinya pangling dengan penampilan baru gadis tersebut, dimana semua anggota tubuhnya tertutup rapat. Dan ia sangat bersyukur atas itu, hingga air mata tak terasa jatuh menetes. Ia menyakini bahwa Alvino-lah yang telah mampu mengajak adiknya buat hijrah bersamanya.

Banyak hal yang diceritakan Verra kepadanya, tentang dirinya yang katanya sangat susah sekali buat istiqomah, belajar jadi kalem, tak lagi pecicilan, hingga sampai pada Alvino yang mendapatkan hukuman dari Daddy-nya, dan itu yang membuatnya terlonjak kaget.

Masalah tersebutlah yang menjadi pemikirannya hingga sampai saat ini.

Kanaya menatap ponsel di tangannya. Dirinya dilanda bimbang, antara ingin menghubungi atau tidaknya seseorang tersebut.

Akhirnya ia putuskan untuk menghubunginya. Ia pastikan dirinya tidak akan bisa tidur sebelum mengetahui bagaimana keadaannya sekarang.

Ia tahu ini salah, namun untuk saat ini ia mengabaikan hal itu.

Ia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa setelah mengetahui kabarnya, ia akan langsung menutup telponnya. Tidak ada hal basa-basi lainnya.

Dering pertama... kedua belum terangkat. Begitu pula dengan dering yang ketiga.

Kanaya mengigit bibirnya gugup saat telponnya yang kelima diterima oleh orang diseberang sana.

"Halo, Assalamu'alaikum."

Suara lesu dan serak khas bangun tidur diujung telpon sana lebih dulu menyapanya indra pendengarnya. Ada perasaan bersalah melingkupi hatinya. Sepertinya ia telah menganggu istirahatnya.

"Halo..."

Kanaya mengerjap. "Eum, Wa... Wa'alaikumussalam." Kanaya tak mampu melanjutkan ucapannya. Hatinya benar-benar bergemuruh hebat. Mungkin ini efek karena dirinya yang menghubungi dia duluan. Untuk pertama kalinya.

True Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang