65. Nakalnya Alvino

506 44 0
                                    

_______

_______

_______

🔷🔷🔷


Kanaya memiringkan wajah ke arah Verra. "Dilema apa Verra?"

"Itu aku bingung, eum, gimana ya aku ngejelasinnya." Verra menggaruk bagian tengkuk belakangnya. "Gavin ngajak aku balikan lagi tadi siang. Yah, jujur selepas aku jemput Kak Aya aku ketemuan sama dia. Dan Gavin ngomong kayak gitu sama aku. Dia juga ngejanjiin akan melepas profesinya demi aku. Itu menurut Kakak gimana? Seperti yang Kakak bilang tadi, ya aku masih sayang sama Gavin."

Kanaya mengerjap. "Balikan? Maksudnya Gavin ngajakin kamu pacaran lagi?" Kanaya bertanya ini hanya untuk menyakinkan saja.

Verra mengangguk mantap seraya menyadarkan punggung di kepala ranjang dengan kaki berselonjor dan tangan memeluk guling.

Sebelum balas berucap, Kanaya menatap intens adiknya Alvino ini. Sebenarnya ini bukan kali pertama ia dicurhati hal seperti ini. Teman-temannya di pesantren pun dulu pernah juga curhat kepadanya--perihal ini---yah, kendatipun pesantren adalah penjara suci, dan interaksi lawan jenis bahkan hampir tak ada, namun tetap saja virus ini merebak cukup luas. Entah yang disukai mereka itu ikhwan pesantren sebelah, Ustadz pengajar, atau anak Kyai--Gus. Tentu yang ganteng, muda, dan masih single.

Menurut teman-temannya, selain ia jadi pendengar yang baik, dirinya juga enak diajak berbagi. Yang lebih pentingnya, ia bisa menyimpan rahasia.

Dan saat ini, ia dihadapkan pada hal yang sama namun dalam situasi yang berbeda. Cara tangkap dan daya pikirnya pun jelas beda.

Namun, sebelum memberi 'petuah', Kanaya ingin memastikan sesuatu lagi. "Kamu percaya demi balikan sama kamu, Gavin rela melepas profesinya?" Verra mengangguk, namun kali ini terlihat ragu.

"Kalo aku boleh tau, apa sih alasan kamu nggak menyukai Gavin jadi model?"

Verra mengedarkan arah pandangnya ke segala penjuru kamar kemudian balas berucap, "Banyak sih Kak. Tapi sebagian alesan aku nggak sukanya karna fokusnya ke bagi, gitu. Dia lebih mentingin profesinya itu ketimbang aku. Sisi lainnya juga, karna Gavin jadi public figure, alhasil dirinya banyak digandrungi cewek-cewek, itu bakalan bikin aku cemburu dan juga bikin hati sakit. Dulu itu ya Kak, ketika beberapa bulan Gavin jadi model, lapak IG-nya kebanjiran followers. Yang mana awal mula hanya ribuan mendadak jadi jutaan! Para netijah lagi yang nge-follow, kaum nyinyir binti rempong. Selalu diri merasa maha benar."

Kanaya manggut-manggut mendengar penuturan Verra.

"Gini ya, Verra... aku hanya sampein beberapa hal ke kamu bahwa, ketika ada seorang cowo yang menyatakan cinta, bukti nyata dari keseriusan dia benar-benar mencintai kita itu dengan berani mengikat dengan sebuah komitmen, yakni pernikahan. Namun kala ia menyatakan cinta terus beraninya cuman mengajak pacaran, sejatinya ia nggak mencintai kita, tapi hanya sekadar penasaran. Aku sadar, seandainya ada banyak orang yang dengar apa yang aku omong barusan, pasti banyak yang nggak setuju, entah kamu." Kanaya menjeda kalimatnya sejenak kemudian melanjutkan, "Namun yang pasti aku pengen menekankan bahwa cowo yang beneran sayang sama kita, dia nggak akan mungkin berani mengajak pada kemungkaran atau kemaksiatan." Kanaya sengaja memakai kata 'kita', supaya Verra merasa ia tak merasa dihakimi.

"Lain hal, nggak ada yang bisa menjamin dengan pacaran, dia bakal jadi jodoh kita, kan? Pun kamu sendiri pasti tau, dalam islam pacaran nggak dibenarkan sama sekali, karna hal itu sudah dikategorikan zina. Nggak ada faedahnya sama sekali juga! Yang ada dosa yang kita dapatkan. Imbasnya, kedua orang tua kita pun dilibatkan dalam menanggung dosa-dosa kita tersebut, meskipun kita nggak melakukan hubungan intim dengannya."

True Love [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang