______
______
______
🔷🔷🔷
Selang lima menit berjalan mengitari koridor, kini Kanaya sudah berada di depan kelas XI IPA 1, dimana kelas yang menjadi huniannya selama dua bulan ke belakang ini. Pintu kelas sudah sepenuhnya terbuka lebar, dan telihat sudah ada enam murid yang datang lebih awal darinya.
Kanaya melangkahkan kakinya memasuki kelas yang di iringi ucapan salam, sekalipun tidak ada jawaban dari orang yang berada di dalam, tetapi malaikat pasti mendengar dan menjawab salamnya.
Tidak ada kesia-siaan dalam mengucapkan salam.
Kanaya berjalan pelan menuju tempat duduk di pojok dekat jendela baris kedua, dimana kursinya berada. Ia menaruh tasnya di meja lalu menarik kursi dan mendudukkan dirinya di sana.
Ia memutar kepalanya ke belakang, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan kelas. Tidak ada yang berbeda, masih sama seperti awal-awal ia masuk sekolah dulu.
Dua murid lelaki masing-masing asyik dengan ponsel di tangan mereka. Salah satu dari mereka menaikkan kedua kaki ke atas meja dan bersandar pada sandaran kursi. Entah apa yang di lakukan, seakan mereka menciptakan keseruan tersendiri dengan berada di dimensi yang berbeda, bukan di alam nyata yang mereka pijak.
Di lain tempat, empat siswi heboh bercengkrama dalam satu meja. Dari tempatnya duduk, Kanaya sangat jelas mendengarnya.
K-Pop.
Drakor.
Itu yang di simpulkanya dari inti pembicaraan mereka.
Bukan menguping, namun ia tidak bisa menulikan pendengarannya.
Itulah mengapa dirinya tidak bisa ikut nimbrung atau masuk ke dalam pembicaraan yang seperti itu.
Kadang Kanaya merindukan suasana kelas di pesantrennya dulu. Yang mana di pagi hari sebelum jam kelas seperti ini, riuh rendah oleh suara-suara yang melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, muroja'ah hapalan antar teman duduk secara bergantian, shalawat yang di senandungkan dengan irama merdu oleh sebagian temannya dan juga diskusi seputaran kajian islami yang di dengar mereka dari ta'lim.
Meneduhkan dan menenteramkan hati.
Lagi-lagi sebulir air mata tak terasa jatuh menetes ke kerudung putih yang di kenakannya. Kanaya merindukan suasana itu. Suasana yang mana bisa membuatnya selalu ingat dan dekat dengan Allah swt., dan juga semakin merindukan sosok manusia mulia, Baginda Rasulullah saw.
Kanaya menghapus air matanya cepat saat sosok yang familiar mendekat ke arah bangkunya.
"Morning, Kak Aya..." sapanya dengan suara gembira lalu memeluk Kanaya erat.
Kanaya yang tak siap dengan adegan pelukan itu sedikit terdorong ke belakang, untung saja ada sandaran kursi. Kalau tidak, bisa jadi tubuhnya jatuh ke lantai.
Kanaya tetap mengulas senyum dan membalas pelukan itu. Sebenarnya ia juga merindukan gadis ini. "Kamu apa kabar, Verra?" tanyanya setelah mereka melepaskan pelukan.
"Baik, baik banget... Kak Aya sendiri gimana kabarnya?" jawab Verra sembari mendudukkan dirinya di kursi kosong depan Kanaya. Matanya berbinar senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love [COMPLETED]
Novela JuvenilTeenRoman-Spiritual Alvino Raffasya Fernandez, biasa disapa Alvino, punya standar tinggi dalam hal memilih pacar. Dimana tipe idealnya itu haruslah cantik maksimal, seorang model dengan tubuh indah, tinggi semampai, dan rambut panjang bergelombang y...