🤟🏻

1.3K 181 6
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Ada banyak hal yang Jeno ingin ungkap pada perempuan yang terlelap di lengannya. Banyak sekali, sampai Jeno bingung bagaimana cara memulainya.

Dia bukan lelaki kaya kata pun penuh ekspresi. Jeno hanya satu dari sekian spesies lelaki yang terbiasa memendam segala sesuatunya sendiri. Termasuk, semua limpahan perasaan yang memenuhi dadanya.

Nana bukan orang asing, baginya, keluarga, pun sekitar.

Nama mereka sudah terlalu sering disandingkan dalam berbagai hal, menyebut Jeno akan selalu mengikutkan Nana di belakangnya, begitu juga sebaliknya.

Paginya sudah biasa dimulai dengan senyum manis Nana saat dia membuka mata. Perempuan itu akan memeluknya terlebih dulu sebelum keluar dari selimut dan menariknya ke kamar mandi sembari dia menyiapkan sarapan untuk mereka.

Siangnya kadang berakhir di belakang monitor kantor, menatap deretap angka yang memusingkan kepala, bersama satu cup kopi yang Nana selipkan di sela kesibukan.

Diakhir hari, Nana akan membuka lengan, memeluknya seerat mungkin, menepuk punggungnya yang lelah seharian beraktifitas di luar rumah.

Wanita itu lantas menariknya ke dalam rumah, menyuguhkan makanan hangat nan lezat yang dia masak sembari menunggu kepulangan Jeno.

"Hng ..."

Gerakan kepala di lengannya membuat sentuhan Jeno pada rambut panjang Nana terhenti, membiarkan Nana berbalik memunggunginya, memeluk guling sebagai ganti pinggangnya.

"I love you."

Jeno tidak pernah mengatakannya, sekalipun tidak. Bahkan ketika mereka resmi berganti relasi jadi suami isteri, Nana tidak pernah mendengar Jeno mengatakan sebesar apa lelaki itu mencintainya.

"I love you, I really meant it."

Nana tidak pernah mendengarnya, tapi hatinya selalu dipenuhi banyak kepak sayap kupu-kupu saat kulit mereka bersentuhan.

"I love you so much, Na."

Sekalipun, Nana tidak pernah mendengar kalimat itu.

Jeno selalu membisikkannya saat matanya sudah tertutup, menjelajah alam mimpi tanpa ujung. Pria itu selalu mengatakannya di atas bibirnya saat satu sesi make out panas berlangsung. Pria itu selalu mengatakannya saat Nana lengah.

Namun, Nana tidak pernah mempermasalahkan sebanyak apa Jeno pernah mengatakan betapa cintanya tak terukur untuk Nana. Yang dia tahu hanya satu, apa yang Jeno lakukan kini, esok hingga kemudian selalu mampu menariknya untuk kembali jatuh. Berkali-kali, berulangkali, hingga Nana melupa, sudah berapa lama waktu yang mereka habiskan bersama.

***

draftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang