based on: nala and diri by Tulus.
***
Gadis itu berdiri di depan cermin setinggi badan, dengan beberapa baju yang dirasa cocok untuk dipakai malam ini. Bibirnya masih menyunggingkan senyum tipis saat mengingat ajakan keluar oleh seorang pria yang baru bekerja selama tiga bulan di tower yang sama dengannya. Mereka sering bertemu di lift saat akan mencari makan siang dan pertemuan itu akhirnya berlanjut menjadi ajakan keluar malam ini.
"Mama, ini terlalu simple nggak?"
Bertanya ke mama adalah solusi utama karena dia sendiri tidak bisa menentukan akan memakai baju apa diajakan pertama ini.
Mama, wanita itu sedang mengaduk sesuatu di atas panci saat suara putri sulungnya menggema. "Mau kemana toh?"
Mama bertanya saat melihat anak gadisnya menyodorkan dua buah dress yang tampak cantik di bawah temaram lampu dapur.
"Ada janji, Ma."
Semu merah tidak bisa ditutupi dari wajahnya yang dipoles sederhana, mama tersenyum kecil, mengatur piring-piring di atas meja makan.
"Sama temen?"
"Iya hehe."
"Cowok tah?"
"Hehe."
"Yang kotak-kotak pake renda itu aman buat dipake, kak. Cantik banget."
"Okeee. Makasih mama."
Gadis itu kembali ke dalam kamar, mengganti kaos putihnya dengan dress sebatas lutut yang dipilih mama, tidak lupa memoles make-up tipis di atas kulit wajahnya yang bersih, menyemprot sedikit parfum di beberapa titik sebelum menyambar tas warna cream yang tergantung di belakang pintu.
"Janjian makan atau kemana kak?" mama bertanya saat sulungnya keluar dari kamar.
Sudah rapi dan cantik, senyumnya terukir lebar, membuat wanita itu ikut menarik simpul yang sama. Turut berbahagia untuk putrinya yang akhirnya kembali merasakan euphoria kencan.
"Makan malam sih Ma, sekalian mau jalan-jalan. Mungkin, ngabisin waktu di mall?"
"Oh iya. Nanti pulangnya jam sepuluh ya kak?"
"Iya, mama."
Enam tiga puluh, semua penghuni rumah sudah kembali. Papa duduk di ujung, bertanya dalam diam yang dibalas mama dengan gelengan kepala, adik-adiknya sibuk bertengkar tentang siapa yang mengajak si sulung keluar dan kemana tujuan mereka.
"Nggak makan berarti, Na?"
"Enggaklah Paa, wong janjian makan kok."
Naya tersenyum kecil, entah kenapa jantungnya berdegup jauh lebih kencang dari yang semestinya, ponsel di tangan masih gelap, tidak ada tanda-tanda pria itu mengabari.
"Dijemput?"
"Iya, dek."
Piring-piring makan sudah terisi, obrolan meja makan selalu bisa mengalihkan atensi Naya. Tapi, malam ini tidak.
Tujuh tepat.
Ponselnya berdenting, satu pesan diterima.
Dhika Neo Bank
Nayyy, sorry banget, gue malem ini mendadak ada meeting soalnya ada nasabah yang bermasalah. Maaf banget nay, kita nggak jadi keluar.
Naya menarik napas panjang, berusaha untuk menekan kecewa yang meledak.
"Loh, Nay?"
Kursi yang dia duduki didorong pelan, menimbulkan tanya dari semua penghuni rumah.
"Nggak jadi pergi, Ma."