1. The Girl Who Hit The Fence

267 49 10
                                    

____

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____

Hampir saja Jungkook mati.

Ya... Tadinya memang mau mati sih. Tapi kali ini kasusnya berbeda lagi.

Setelah mendapat umpatan dan cercaan tak berujung dari gadis yang menabrak pagar rumahnya tadi dan membuat pot kesayangan Jungkook terbelah menjadi dua bagian, lelaki itu terpaksa harus membawa tubuh si gadis di punggungnya ke klinik terdekat. Sialnya gadis yang masih memakai piayamanya di siang bolong itu banyak maunya yang hampir membuat kepala Jungkook bernasib sama dengan pot bunganya.

Saat berlari kencang perempuan remaja itu menarik rambutnya, berteriak di samping telinga Jungkook agar berlari pelan-pelan saja. Pantatnya terasa makin sakit karena guncangan. Namun saat Jungkook berjalan pelan gadis itu memukul pundaknya, meminta lelaki itu bergegas sebab pantatnya tiba-tiba mati rasa. Penderitaannya bukan hanya itu, sebab Jungkook juga harus mendaki tanjakan sepanjang tiga ratus meter untuk mencapai klinik, belum lagi terik matahari yang menyiksanya. Benar-benar, rasanya mau mati.

Diam-diam ia mendengus dan menggumam bahwa harusnya ia tidak mengurungkan niatnya tadi. Pasti Jungkook sudah bertemu ibunya walaupun dengan cara kesakitan sebab tercekik di bagian leher. Tapi setelah itu ia tak akan merasakan apa-apa lagi. Namun nyatanya ia mengurungkan niat, menghampiri gadis menyebalkan yang merusak pagar rumah dan mengumpatinya lalu dengan senang hati menyusahkan diri sendiri dengan mengendongnya ke klinik di bawah terik matahari.

"Malaikat apa yang merasuki ku saat aku sedang mencoba melawan takdir?" Celetuknya sambil menggaruk belakang kepalanya yang gatal oleh keringat.

"Hei jangan memegangku dengan sebelah tangan, bukan hanya aku yang jatuh, tapi kau juga bisa jatuh." Ah! Jungkook sampai lupa jika dirinya masih mengendong gadis cerewet itu di punggungnya. Sebab setelah di periksa di klinik tadi perempuan itu meminta (dibaca:memaksa) Jungkook untuk mengantarnya pulang ke rumah sebab ia tak membawa ponsel untuk menghubungi keluarganya. Hitung-hitung sebagai ganti rugi Jungkook padanya karena telah menabrak pagar rumah yang bahkan tak salah sama sekali. Satu-satunya yang salah di sini adalah si gadis yang seenaknya ini.

Jungkook tak menanggapi. Ia hanya kembali menurunkan tangannya dan menopang bobot tubuh bagian bawah si gadis dengan kedua tangannya.

"Aduh, pantatku sakit sekali."

"Tapi dokter bilang pantatmu tak apa-apa. Itu hanya nyeri," Jungkook menanggapi datar.

"Ya tetap saja nyeri itu bagian dari sakit," bela si gadis bersungut dan mengeratkan pegangannya di bahu Jungkook. "Ini semua salah pagarmu."

Jungkook mendesah jengah, "Pagarku? Kenapa harus menyalahkan benda mati yang sudah ada di sana selama dua puluh dua tahun? Bukankah kau yang salah karena tidak mengendarai sepeda dengan baik?"

"Sepedaku itu tiba-tiba putus rem, jadi mana kutahu. Aku korban disini."

"Lalu aku apa hingga harus mengendongmu begini hah?"

"Kau adalah penanggung jawab sebab pagar rumah itu ada berada di wilayahmu."

Anak ini bicara apa sih? Bisa gila dirinya jika terus meladeni gadis yang pasti otaknya juga ikut terhempas saat terjatuh tadi. Semua omongan gadis itu tak masuk akal di kepala Jungkook. Tapi yang lebih tak masuk akalnya lagi adalah apa yang pria itu lakukan sekarang. Dia bahkan tak bertanggungjawab dengan kecelakaan yang terjadi, tetapi ia malah menyusahkan dirinya sendiri dan menuruti apa yang si gadis itu bilang. Jungkook bahkan berpikir bahwa gadis ini adalah penyihir yang mampu memanipulasi kinerja saraf otak manusia.

"Kau pasti kaget kan?" Suara si gadis mengudara kembali setelah mereka hanya berkutat dengan pikiran masing-masing selama dua menit.

"Apanya?" Jungkook melirik dari sudut matanya, menemukan profil wajah si gadis yang entah sejak kapan asik bertengger di bahunya. Posisi itu terlalu dekat hingga membuat Jungkook sedikit tak nyaman, tapi ia memilih untuk tidak memedulikannya.

"Ketika pagar rumahmu ditabrak olehku, pasti kau kaget sekali kan?"

"Tentu. Suara itu bahkan menganggu aktivitasku" untuk mengakhiri hidup.

"Aktivitas apa? Menggantung dirimu dari langit-langit rumah, begitu?"

Jeon Jungkook terkesiap. Langkahnya berhenti. Ia nyaris melepas pegangannya di tubuh si gadis kalau saja lengan yang melingkar di lehernya itu tak menguatkan pegangan. Kepala pria itu tengah menerka-nerka apakah yang ia lakukan tadi terlihat jelas dari luar jendela kamarnya, sebab walaupun begitu ia tak yakin karena pantulan cahaya yang terik pasti memblokir penglihatan kasat mata. Namun mungkin saja benar, atau tidak...Jungkook tak tahu. Pun jika asal menebak, gadis itu memang berucap benar.

Mengeratkan remasannya pada lengan baju lainnya, si gadis terdiam sesaat. Ia sudah salah bicara dan tak habis pikir jika perkataannya tepat sasaran. Padahal itu hanyalah sebuah lelucon yang ingin ia lontarkan untuk memecah suasana canggung. Tapi alih-alih dapat membuat suasana lebih berisik, yang ia dapatkan malah kecanggungan yang bertambah sepuluh kali lipat. Dasar mulut sialan, umpatnya dalam hati.

Ah, aku benar ya?

Jungkook masih diam dan keadaan masih secanggung satu detik yang lalu. Ia harus segera memutar otak untuk memecah ini.

"Tak apa!" si gadis bersorak nyaring, menepuk bahu Jungkook sok akrab dan terkekeh-kekeh kaku. "Semua orang pernah memikirkan untuk mengakhiri hidupnya minimal sekali seumur hidup. Tak apa, tak apa... itu perasaan yang normal ketika kita putus asa. Hidup memang sangat berat bukan, hehe..."

Sialan, dan Jungkook masih terdiam ia tak bicara sama sekali. mata bulatnya hanya mengedip satu kali, mendesahkan napas berat dan kembali melanjutkan langkahnya.

Mendadak merasa bersalah si gadis menimpali kembali dengan suara pelan, "Kau tak apa-apa?"

Jungkook tak segera menjawab. "Ya."

"Kau sangat beruntung bisa bertemu denganku hari ini." Tapi detik berikutnya sifat menyebalkan itu kembali lagi dan Jungkook menghela napas olehnya sebab intonasi lembut gadis asing itu kembali meninggi dengan pongah.

Jungkook mendecih tertawa paksa, "Beruntung darimananya? Kau menghancurkan pagar rumahku, membuatku mendaki tanjakan sambil mengendongmu di punggungku dan sekarang aku dengan bodohnya harus mengantarmu pulang karena sepedamu tidak bisa lagi digunakan."

"Nah itu poinnya."

"Apa?"

"Jika aku tidak menabrak pagar rumahmu pasti sekarang kau sudah bertemu malaikat maut dan melintasi sungai kehidupan."

"Lebih baik begitu. Aku tidak memiliki alasan untuk hidup."

"Ada kok."

"Apa?"

"Banyak alasan untuk tetap hidup di dunia yang menakjubkan ini. Contohnya memecah misteri apakah bokong itu jumlahnya satu atau dua."

Gadis asing ini benar-benar gila.

Namun tak berhenti di kalimat gila itu saja, gadis asing itu berbisik pelan dan Jungkook dapat mendengarnya dengan jelas.

"Jadi jangan menyerah."

Entah kenapa hatinya terasa hangat. []

Jadi, berapakah jumlah bokong?

Love,

Aletta.

A GIFT : SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang