___
Dalam satu hari ada dua sisi waktu yang disambut datang dan dijemput pergi oleh secarik nila yang sama di setiap ufuk berbeda. Nila yang menyambut pagi dan menjemput malam itu namanya fajar, biasanya diiringi oleh suara alarm yang memekakkan telinga atau kegaduhan di dapur serta aroma menggiurkan yang lantas menggaungkan lapar. Sedangkan nila yang menyambut malam dan menjemput siang itu namanya senja, biasanya diiringi oleh lampu-lampu yang dihidupkan satu-satu, langkah lelah yang disertai sorakan hangat yang mengakhiri kerinduan.
Kendati demikian, walau siang dimana dirinya bisa beraktifitas di luar rumah dan malam saat menenangkan untuk beristirahat bersama keluarga, hampir sepanjang hidupnya Jeon Jungkook amat mencintai fajar dan senja. Sebab selama separuh hidup yang ia tak ternodai kebohongan itu, fajar dan senja adalah saksi bisu nyata bagaimana rasa bahagia terasa pantas untuk ia dapatkan sebagai satu-satunya harta berharga yang lahir atas dasar sepasang manusia yang mencinta.
Saat fajar Ayah akan masuk ke dalam kamarnya, membangunkannya yang masih bergelung selimut nyaman dan memaksa lembut sang anak untuk segera mandi, beres-beres lalu bergabung di meja makan untuk sarapan. Sedangkan ibu berkutat di dapur, menyajikan sarapan paling enak seantero dunia. Lalu selesai sarapan dan morning talk yang ringan, Ibu akan mengantar Jungkook dan Ayah ke depan pintu, mengecup masing-masing dahi mereka dan berkata, "Hati-hati di jalan."
Sementara saat sore menyapa, pulang ke rumah dan menemukan Ibu berbaring di sofa ruang tengah dan menyambut dengan dua tangan terbuka lebar hingga dipacunya langkah cepat dan berhambur ke pelukan sang Ibu, tak ada yang lebih membahagiakan dari menanti ayah pulang bekerja sambil menonton series televisi favorit ibu dengan sekotak cemilan manis yang gurih.
Tetapi dalam sekejap mata yang terasa lambat dan waktu yang bergerak lebih pelan dari biasanya, di sore yang harusnya ibu menyambut tubuhnya di ruang tengah dan ayah yang bekerja di balik komputer, puncak kepala Jeon Jungkook seakan di pukul oleh satu ton beton yang mendorongnya masuk ke dalam kubangan realita yang menyesakkan. Dengan dingin yang merangkak pasi membasahi tubuhnya yang tertegun di depan pintu rumah, menyaksikan kebahagiaan berubah menjadi kepingan yang berserakan di setiap sudut rumah, napas lelaki itu tertahan dan tak mampu di hembuskan seolah udara di dadanya berubah padat dan berat.
Ibu meringkuk, berantakkan dan bergetar di ruang tengah, sementara itu Ayah memalingkan wajah, bergeming dengan napas tersendat di sudut sambil meremas selembar kertas yang Jungkook harap tak akan pernah ia ketahui isinya.
"Apa yang terjadi?"
Persetan! Seharusnya Jungkook tidak melontarkan pertanyaan tersebut. Harusnya ia hanya berlalu ke lantai atas, masuk ke dalam kamarnya dan bermain video game seperti biasa saat tak ada orang di rumah. Seharusnya sore itu ia berpura-pura tak tahu saja dan bertingkah seolah tak ada satupun; baik Ayah ataupun Ibu yang menyambut di rumah. Maka Ibu tak akan menyadari keberadaannya. Lutut lunglai itu tak akan terseret ke arahnya dan ibu tidak akan membicarakan hal gila yang membuat hatinya remuk tak berbentuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
A GIFT : SEMESTA
FanfictionSaat nelangsa menyelimuti seluruh bagian dari kehidupannya yang ditelantarkan, Jeon Jungkook yang hendak mengakhiri penderitaannya bertemu dengan seorang gadis yang menghancurkan pagar rumahnya. Kemudian, semulus tanjakkan di depan rumahnya, gadis i...