Hangat.
Nyaman.
Tenang.
Alih-alih merasakan dadanya bergemuruh cepat, napas yang menggebu dan kepala yang berdenyut pening sebab mendapatkan mimpi buruk saat tertidur dan selalu ingin cepat-cepat terbangun, namun kali ini Jungkook tak ingin cepat-cepat bangun dari tidurnya. Rasanya Jungkook ingin berlama-lama sebab kekacauan serta dingin yang terus menerus menetap di dalam rumah serta membekukan dirinya yang meringkuk pasrah telah meleleh perlahan-lahan.
Kira-kira sudah berapa lama tidurnya tak sehangat dan juga senyaman ini?
Seperti mencicipi masa kecil dimana ia tak sehancur saat ini. Pelukan Ayah, dekapan Ibu dan istana hangat yang mereka bangun bersama-sama di dalam keluarga. Rasanya sekarang Jungkook tengah memutar waktu dan mendapatkan kehangatan itu lagi.
Pelukan yang hangat, aroma yang nyaman dan juga napas yang menyentuh dadanya dengan tenang.
Hangat sekali.
Nyaman sekali.
Tenang sekali.
Jadi, mengeratkan pelukannya pada tubuh hangat yang menyembunyikan wajah di dadanya dan mengusak pipinya lembut pada puncak kepala orang itu, sebuah perasaan yang merayap di sudut kamarnya menyerang tanpa suara dan merangsek tak sopan pada kesadarannya yang dipaksa ditarik detik itu juga.
Jungkook membuka mata, merasakan sesak menghantam dadanya. Memangnya kau pantas mendapatkan itu, hah? bisikan tanpa suara itu seakan berteriak tepat di depan lubang telinganya ketika potret dingin Ibu tersender di sudut kamar dengan menyedihkan. Sakit seperti ditusuk oleh ribuan jarum dirasakan di sekujur tubuhnya. Lidahnya mendadak sepat saat ditelannya ludah dengan kasar.
Sekali saja tidak bisa tenang, ya?
Jungkook menggigit bibirnya, memejamkan mata dengan dahi yang berkerut frustasi. Sialan! Semakin ia mengharapkan kebahagiaan ia malah semakin dihantui oleh rasa takut yang ibu rasakan hingga akhir hayatnya. Seperti penyakit menular yang tak ada obatnya, Jungkookpun terjebak pada rasa bersalah seba baginya, kehadiran dirinya di dunia adalah faktor utama kenapa rasa bersalah itu menyiksa ibu hingga mati.
Sesaat kemudian dingin kembali merayap, merangkak di telapak kakinya. Jungkook yang masih mengumpulkan kesadarannya menghembuskan napas kasar terkesan pasrah. Namun, geliat sesuatu di dalam pelukannya membuat pria itu tercekat sesaat sebab rasa dingin itu berganti lagi dengan rasa hangat yang lebih dari memori sampah masa kecilnya.
Saat menunduk dan mendapati pucuk kepala seseorang di bawah dahunya kemudian menciptakan jarak untuk melihat profil manusia tersebut, Jungkook menghela napas lega saat menemukan wajah tenang yang terpejam damai milik Jieun di pelukannya.
Jieun, toh.
Tunggu!
Jieun? Min Jieun?
KAMU SEDANG MEMBACA
A GIFT : SEMESTA
FanfictieSaat nelangsa menyelimuti seluruh bagian dari kehidupannya yang ditelantarkan, Jeon Jungkook yang hendak mengakhiri penderitaannya bertemu dengan seorang gadis yang menghancurkan pagar rumahnya. Kemudian, semulus tanjakkan di depan rumahnya, gadis i...