___
"Cobalah untuk memaafkan."
"Haha, persetan memang."
Tiba-tiba saja Min Jieun bergidik ngeri, merasakan geli teralirkan ke seluruh bagian tubuhnya yang dibasahi oleh air hangat di bawah pancuran. Menyapu helai rambut yang menutupi wajahnya ke belakang, kemudian mendongak merasakan nikmatnya air panas di udara musim dingin yang mampu membuatnya menggigil pasi beberapa jam lalu.
"Kenapa harus bicara seperti itu sih?" Seulas senyum miring tersungging di wajahnya, membayangkan betapa konyol perkataan bijak itu keluar dari bibirnya. Seratus persen gadis itu yakin bahwa jika yang mendengar perkataan itu adalah Min Yoongi, maka Yoongi akan benar-benar menganggap bahwa dirinya gila.
Sudah gila, sih. Tapi, toh, tak masalah. Selama bukan Yoongi atau orang lain yang pernah mengenal dirinya di masa lalu, selama itu adalah Jeon Jungkook atau orang baru yang ia kenal di lingkungan baru, maka semuanya akan baik-baik saja. Orang-orang hanya akan berpikir bahwa Jieun adalah gadis petakilan yang sering membual dengan perkataan bijaknya. Orang-orang hanya akan berpikir bahwa memang begitulah sifatnya, memang begitulah adanya. Setidaknya itu sedikit lebih normal, bukan?
Normal, kan?
"Iya."
Iya, kan?
"Iya!!! Normal!!! Kau seperti gadis normal di luar sana, Jieun. Keren, cantik, penuh percaya diri dan juga menakjubkan!" Tanpa disadar gadis itu menampar dirinya sendiri, meninggalkan bekas telapak tangan bewarna merah yang lebih mencolok di wajahnya yang basah. Tertegun merasakan keterkejutan yang perlahan menguap dan meninggalkan perih di wajahnya, telapak tangan yang bergetar dan memerah tersebut bergerak kembali. Kali ini lebih lembut. Hati-hati. Mengusap bekas tamparannya sendiri.
Mendesis, "tidak." Suara Jieun gemetar, merasakan dingin yang menyergap seluruh jengkal tubuhnya kendati air hangat dari pancuran masih membasahi tubuhnya. "Kau tidak normal, Min Jieun."
Mendesis menutup matanya, mencoba untuk menelan memori siang tadi bersama Jeon Jungkook dan pembicaraan mereka yang membuat perut gadis itu itu hampir mengeluarkan makan malam yang ia telan beberapa menit lalu, sial seribu sial, semakin Jieun ingin melupakannya semakin ia mengingat segalanya. Buruk.
"Lalu bagaimana denganmu? Tidak ada orangtua yang tidak melakukan kesalahan pada anak mereka. Apa kau pernah memaafkan kesalahan yang pernah orangtuamu lakukan padamu, Jieun?" tanya Jungkook menusuk, berbalik lalu melangkah menciptakan jarak.
Memaafkan, ya? Kira-kira, apakah Jieun pernah melakukannya? Sejenak gadis itu tertegun, lidahnya mendadak berat seolah seonggok otot itu berubah menjadi baja satu ton dalam sekejap.
Tak segera mendapatkan jawaban berupa kata-kata yang keluar dari bibir sang lawan bicara, Jungkook mendesah pendek. "Kenapa dunia selalu memberikan tempat pada orangtua untuk membuat kesalahan hanya karena mereka baru kali pertama menjadi orangtua dan hanya karena memiliki status sebagai penanggung jawab kita, lantas kita harus memaklumi mereka?" Langkah pria itu berhenti, berbalik menemukan si gadis terpaku diam memandangnya nanar. "Tapi bukankah para anak juga baru pertama kali menjadi seorang anak yang juga harus dimaklumi dan diberi tempat jika merasa marah dan kecewa pada orangtua mereka?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A GIFT : SEMESTA
FanficSaat nelangsa menyelimuti seluruh bagian dari kehidupannya yang ditelantarkan, Jeon Jungkook yang hendak mengakhiri penderitaannya bertemu dengan seorang gadis yang menghancurkan pagar rumahnya. Kemudian, semulus tanjakkan di depan rumahnya, gadis i...