Jungkook itu pendiam, fakta. Ia tak terlalu suka berada di keramaian dan selalu canggung dalam pembicaraan. Lebih buruk dari Yoongi malah, atau sama saja. Ah, Jieun tak peduli.
Yang Jieun tahu, lelaki itu hanya kesepian dan tidak memiliki teman untuk membawanya pada keramaian yang menyenangkan, hiruk pikuk yang seperti rumah. Oleh karena itu, bersama Jungkook ia harus jadi banyak bicara, sebab pria itu hanya menanggapi dengan beberapa kata saja. Sebab Jungkook juga merupakan orang yang tidak pandai membuat lelucon, Jieun akan melontarkan beberapa kalimat yang membuat lelaki itu menjadi ekspresif.
Kesimpulannya, Jungkook akan menjadi sedikit lebih berisik saat dirinya diajak terlebih dahulu. Lelaki itu bukan anti sosial yang buruk, ia hanya kesepian.
Tetapi, sepertinya hari ini berbeda. Jungkook seolah kembali pada dirinya sebelum mereka bertemu. Dulu, sebelum insiden penabrakan pagar rumah itu, Jieun beberapa kali melihat Jungkook berjalan seorang diri menuju halte. Pandangannya kosong, menatap lurus-lurus tanpa menoleh. Ia juga selalu memakai pakaian yang didominasi warna hitam, sedikit kebesaran dan juga kadang menutupi sebagian kepalanya dengan topi. Laki-laki itu terlihat aneh, Jieun pikir dia seorang anti sosial menyeramkan.
Tetapi, nyatanya tidak. Lelaki itu sangat menggemaskan. Walau ia masih sedikit canggung dan juga tidak banyak bicara, ruang yang Jungkook berikan untuknya melakukan apa saja adalah sisi paling hangat yang lelaki itu punya.
Jungkook bukan kulkas seratus pintu seperti Yoongi, memang. Lelaki itu juga tidak memberikan perhatian secara diam-diam seperti kakaknya juga, ia melakukannya secara terang-terangan. Jadi, jika saja lelaki itu memiliki pergaulan luas, Jieun yakin bahwa Jungkook mampu sehangat mentari di musim semi dan menarik minat banyak orang pada dirinya.
Sayangnya tidak. Jungkook sepertinya memiliki kepribadian yang lebih suka menghabiskan waktu seorang diri di dalam kamarnya dengan komputer menyala daripada bergaul di keramaian dan bertukar cerita kosong dengan orang-orang.
"Apa ada masalah?" Sudah tiga menit pertanyaan itu terlontar setelah mereka duduk di dalam kafe, memesan minuman dan satu oreo cake untuk disantap. Namun, yang ditanyai tak kunjung menjawab, hanya diam, membuka rahang, menatap Jieun, lalu menutup rahang kembali, yang akhirnya memilih untuk menyesap cappucino yang masih mengepul panas.
Menyebalkan, tentu saja. Jieun benci harus berada di atmosfer yang membuatnya terdiam seperti orang bodoh yang tak tahu harus bertindak apa.
Ini gara-gara lelaki tampan rupawan yang bertemu Jungkook di rumah sakit tadi. Semenjak percakapan singkat yang berisi undangan makan malam keluarga, sepertinya, Jungkook jadi kurang menyimak dan juga kurang menanggapi apa yang gadis itu katakan. Walau sudah merengek untuk jalan-jalan sebentar di taman kota untuk memecah gumpalan tak kasat mata di kepala Jungkook, nyatanya usaha yang Jieun lakukan sia-sia.
KAMU SEDANG MEMBACA
A GIFT : SEMESTA
FanfictionSaat nelangsa menyelimuti seluruh bagian dari kehidupannya yang ditelantarkan, Jeon Jungkook yang hendak mengakhiri penderitaannya bertemu dengan seorang gadis yang menghancurkan pagar rumahnya. Kemudian, semulus tanjakkan di depan rumahnya, gadis i...