___
Kalau tidak salah, memang benar adanya, Min Jieun yang berdiri di depan pintu Jeon Jungkook mendengar percakapan serius di dalam sana. Seorang pria dewasa dengan suara tenang dan Jeon Jungkook yang menahan angkara di ujung lidahnya. Bukan bermaksud menguping, hanya saja karena rungunya masih berfungsi dengan sangat baik walau pernah terkena tamparan bola basket milik Yoongi secara tidak sengaja gadis itu tentu dapat mendnegar sama-samar pembicaraan yang sedikit menyayat hati tersebut.
Memeluk ke dada tas kain yang ia bawa, sejenak tertegun lalu menatap lurus-lurus, Min Jieun menahan napas saat pintu rumah terbuka, menampilkan presensi tegap berwajah gagah dengan sekelumit perasaan sedih tergantung di depan wajahnya. Sementara mendapati seorang gadis menatapnya kaget, si pria paruh baya dengan setelan jas mewah itu terhenti di ambang pintu. "Siapa?"
"A-aku?" Jieun gelagapan dan demi kolor Yoongi yang tidak sengaja ia robek saat menjemur pakaian pagi ini, ia tak tahu atas alasan konkret yang bagaimana tiba-tiba jantungnya berdegup lambat seolah akan mogok kerja detik itu juga. Sebab mata elang yang menyeramkan itu seakan tak menyukai kehadirannya.
"Dia temanku," dari dalam suara madu Jungkook menyahuti tak suka. "Jangan ganggu dia dan pergilah."
Jieun hanya bisa diam. Di dalam dirinya tengah memekik menemukan sisi lain Jeon Jungkook yang ia lihat di pertemuan ketiga mereka. Iris bak rusa hutan yang indah itu berubah tajam, menusuk dan mengintimidasi. Dalam sekejap kelinci manis yang hanya bisa tertunduk takut di depan Yoongi, kini berubah menjadi monster yang siap mencabik seekor harimau penguasa rimba di hadapannya.
"Teman?" lelaki paruh baya itu terkekeh dengan ekspresi menghangat. Beralih pada Jieun yang membalasnya tersenyum ramah, satu tangannya bertengger di bahu si gadis yang tersentak kaget dan mendapatkan kalimat yang jauh dari pikiran penuh imajinasinya. "Aku tidak tahu Jeon Jungkook memiliki teman secantik dirimu. Lebih baik jika hubungan kalian lebih dari itu."
Merasakan gugup menguar layaknya kafein di pagi hari, tawa gadis itu mengudara bersamaan kekehan gagah milik si pria tua tersebut, beradaptasi dengan baik. "Aku akan berusaha lebih keras untuk berada di hubungan itu, a.beo.nim."
"Hahaha... bagaimana bisa kau tahu kalau aku ayah Jungkook di pertemuan pertama kita?"
"Sebab Jeon Jungkook memiliki aura kuat yang sama dengan dirimu."
Sementara dua orang di depannya tengah melemparkan lelucon dan tertawa hangat di awal minggu yang cerah kendati musim dingin tengah merangkak di setiap permukaan kota, Jeon Jungkook yang tak dapat masuk pada suasana tersebut merasakan mual bergejolak di dalam perutnya. Lantas menahan mati-matian angkara yang hendak ia letuskan, menarik lengan kecil perempuan Min yang entah untuk alasan apa berkunjung ke rumahnya sehingga membuat sang ayah tertegun tak percaya, dalam satu kalimat dingin pria itu pun menusuk tak tahu ajar. "Aku muak mendengar tawamu. Pergilah!"
"Hey ada apa denganmu?" Min Jieun terbelalak, terkejut menyadari betapa kurang ajar sekali lidah itu bergerak melemparkan kata-kata hingga pendar hangat di sepasang netra lelaki paruh baya di hadapannya mendadak mati seketika, seperti api korek yang ditiup sekali saja. "Kau tak seharusnya bicara tak sopan begitu pada Ayahmu."
Mendengar kalimat yang barusan keluar tersebut membuat Jungkook merasakan panas di sekujur tubuhnya. "Aku sudah cukup sopan dengan berbaik hati membiarkannya masuk ke rumahku tanpa izin pagi ini."
Menyadari suasana dengan sang anak tak membaik, sang ayah hanya bisa menelan pahit salivanya. Tersenyum nanar kemudian menatap Min Jieun yang hendak buka suara, cepat-cepat ia memotong, "Tak apa, nak. Aku memang lebih baik pergi sebab kami berselisih kecil saat di dalam tadi. Lagipula aku juga harus bekerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
A GIFT : SEMESTA
FanfictionSaat nelangsa menyelimuti seluruh bagian dari kehidupannya yang ditelantarkan, Jeon Jungkook yang hendak mengakhiri penderitaannya bertemu dengan seorang gadis yang menghancurkan pagar rumahnya. Kemudian, semulus tanjakkan di depan rumahnya, gadis i...