part 15 [Bunda]

690 73 12
                                    

Ada yang nungguin gak?
Kayaknya gak ada deh

Sedikit penjelasan cerita ini hanya rekayasa atau imajinasi dari saya pribadi jadi kalo ada yang gak suka ya udah gitu.

Vote!!
Komen!!

**************
Mobil yang Daniel kendarai berhenti  di sebuah garasi. Daniel tidak langsung terurun, dia tetap berada di dalam mobil sejenak untuk menjernihkan pikirannya. Menarik napas panjang lalu menghembuskan secara perlahan, "kangen Bunda."

Ya, Daniel memang tidak tinggal di rumah. Semenjak dirinya siuman dari koma, Daniel lebih memilih untuk tinggal disebuah apartemen yang keberadaannya hanya diketahui oleh Daniel. Dirinya sudah mengambil keputusan itu matang-matang semenjak dirinya merasakan ada sesuatu yang janggal pada dirinya sendiri. Tapi Daniel selalu pulang ke rumahnya saat dirinya sudah sangat merindukan keluarganya yang hangat itu, terlebih lagi kepada orang yang telah melahirkannya itu, siapa lagi jika bukan Bundanya. 

Daniel langsung masuk ke dalam rumah keluarganya itu. Ahh! Dia sangat merindukan rumah keluarganya yang hangat ini. Bagaimana tidak merindukannya, sudah sekitar Dua bulan Daniel tidak mengunjungi rumah ini. 

Saat Daniel pertama memasuki rumah, dilihatnya seorang Aira sedang fokus menatap laptopnya dengan memakan sebuah camilan di ruang tamu. Sudah dipastikan Aira pasti sedang menonton Drama Korea, apalagi kalau bukan hal itu yang membuatnya melupakan sekitar. 

Tanpa basa-basi Daniel duduk di sofa tersebut, merebut camilan itu dari tangan Aira lalu memakannya. "Nonton apa, Dek? Nonton film itu lagi, ya?"

Tentu saja hal itu membuat sang pemilik camilan secara spontan menoleh ke arah orang yang merebut camilan itu darinya. "Abang kok pulang?"

"Kenapa? Gak suka kalo Abang pulang?"

Pertanyaan itu langsung membuat orang yanh ditanyai mengangguk pelan. 

"Kok kamu ngangguk sih, Dek?"

Aira memutar bola matanya malas, "Aira gak suka bohong, Bang. Lagian itu emang fakta, Aira emang gak suka kalo Abang pulang. Udah deh, lebih baik Abang balik ke apartemen aja sana!"

Daniel langsung menonyor kepala adiknya pelan, "kamu kok jadi ngusir Abang? Apa-apa itu kalau saudaranya pulang ke rumah itu seharusnya seneng. Tapi ini apa, kamu malah nyuruh Abang balik ke apartmen. Adik macam apa kamu?"

"Gak semua orang begitu ya, Bang. Buktinya Aira gak seneng kalo Abang pulang. Soalnya kalo Abang pulang Aira pasti langsung jadi Babu dadakan tanpa adanya imbalan, terus kalo nanti gak Aira turuti pasti Abang bakal ngancem sesuatu yang gak bisa Aira tolak. Karena itu Aira paling gak suka kalo Abang pulang." Aira masih terus berceloteh ria, dan Daniel pun hanya acuh mendengarkan aduan Aira sembari memakam camilan yang tadi ia ambil dari tangan Aira. 

Daniel menaruh camilan itu di atas meja, lalu menepuk-nepuk kepala Aira tidak selembut dirinya menepuk kepala Alin, "udah-udah, lanjutin aja kamu nonton filmnya. Abang mau ke Bunda."

Aira yang melihat Daniel beranjak pergi langsung berdecak kesal, "Abang! Aira belum selesai ngocehnya."

Orang yang diteriaki oleh Aira pun hanya melambaikan tangan tanpa menoleh, setelah itu menghilang dari pandangannya karena sudah masuk ke dalam kamar utama. Kamar Ayah dan Bunda. 

Dilihatnya seorang wanita yang sudah tak muda lagi, namun masih terlihat cantik nan anggun itu sedang duduk di sebuah sofa, dengan sebuah kain dan jarum serta benang di tangannya. Sepertinya wanita itu sedang menjahit sesuatu. 

Daniel menghampiri wanita itu atau Bundanya dengan langkah perlahan, "Bunda."

Wanita yang dipanggil tadi tentu saja mendongak, melihat siapa yang memanggilnya. "Daniel, Nak?"

Dan seorang yang dipanggil hanya tersenyum, dan tanpa basa-basi dirinya langsung memeluk tubuh ringkih sang bunda. Dan sang bunda juga balas memeluk tubuh bongsor putranya tersebut. 

"Bunda sehat, 'kan?"

Wanita tersebut hanya mengangguk dalam pelukan sang putra, "Bunda baik. Kamu sehat, 'kan?"

Daniel mengelus lembut rambut yang sudah tumbuh uban tersebut, lalu mengangguk, "Daniel juga sehat, Bunda."

Daniel melepaskan pelukannya, ingin lebih lama melihat wajah yang selama Dua bulan ini tidak ia lihatnya. 

"Aduh Bunda, sakit." Daniel mengaduh kesakitan saat mendapatkan sebuah cubitan di perut yang diberikan oleh Bundanya.

"Salah kamu sendiri. Kenapa kamu selama Dua bulan ini gak ada kabar? Kenapa kamu juga gak pernah pulang? Kamu gak tahu gimana khawatirnya Bunda sama kamu? Kamu juga gak pernah telfon Bunda. Paling kadang kamu ngasih kabar ke Aira. Kamu udah gak sayang lagi sama Bunda? Setelah koma bukannya istirahat di rumah malah lebih milih pisah rumah sama Ayah Bunda. Mana kamu gak ngasih tau tinggal di mana, jadi Bunda gak bisa jenguk kamu, gak bisa mastiin kamu sehat atau lagi sakit. Kalau kamu sakit, pasti gak ada yang jagain soalnya Bunda gak ada di sana. " Wanita tersebut tidak berhenti mengomeli Daniel karena menghilang tanpa kabar. Tapi lihatlah, bukannya merasa bersalah atau meminta maaf, orang yang sedang dimarahi yaitu Daniel malah tersenyum seperti tak punya salah sama sekali. 

"Bunda lagi marahin kamu, Nak. Kenapa kamu malah senyum-senyum gitu? Gak mau minta maaf sama Bunda yang udah kamu buat menunggu?" Wanita itu berdecak kesal melihat respon sang putra yang sedang ia marahi itu. 

Daniel pun langsung memasang ekspresi bersalah, memegang kedua telinganya, "maaf, Bunda."

Wanita itu sedikit berjijit karena memang tubuh Daniel terlalu tinggi. Lalu mencubit salah satu pipi putranya, "anak nakal," geram sang Bunda gemas, "tapi Bunda sangat sayang."

Daniel kembali memeluk sang Bunda, dia tidak akan pernah malu jika sifat anak-anaknya muncul di depan sang Bunda. Karena Daniel tidak berbohong, dirinya benar-benar rindu dengan Bundanya itu. 

Aira yang sedaritadi menonton mereka berdua dari ambang pintu sedikit geli namun juga terharu, karena.... 

"Ekhm ... Drama Indosiar."

******
Emang dikit tapi gak papalah ya dari pada gak aku lanjutin wkwk

Ditunggu Vote
Komen

Dicintai Hantu TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang