23. Can I Say This is Love?

966 50 2
                                    

🔺Perhatian❗ Part panjang awas bosan.

—————————————————————

Black Lace Long Sleeve Bodycon Dress sudah melekat pas di tubuh ramping ku. Sementara rambut panjang ku, ku cepol tinggi hingga menampilkan leher jenjangku yang mulus. Ditambah Drop Earrings simpel yang semakin melengkapi penampilanku. Untuk make up karena acaranya malam hari jadi hanya kubuat tipis-tipis saja. Kecuali untuk bibir, aku memilih lipstik merah untuk menonjolkan penampilanku kali ini. Selesai, tinggal memakai sepatu maka sempurnalah penampilanku.

Tadi setelah mas Lingga pergi lagi ke kantor selepas makan siang, mama sempat menelpon. Katanya dress code malam ini adalah pakaian formal, dress untuk wanita dan berjas untuk pria. Karena acara malam ini berbeda dari biasanya. Kali ini Yangkung tidak hanya ingin mengadakan makan malam saja, namun ada acara lain yang masih dirahasiakan. Katanya acara spesial untuk mengenang Yangti. Uh! so sweet, jadi nggak sabar aku.

Yangkungku yang satu itu memang paling bisa membuatku tak habis pikir. Urusan usia memang sudah lanjut, tapi urusan gaya dan pemikiran sangat modern. Lihat saja kejutan apa yang akan terjadi nanti malam.

Jam menunjukkan pukul enam saat aku sudah selesai bersiap. Tinggal menunggu pak suami yang belum pulang juga sampai saat ini. Padahal dia bilang jam lima sudah di rumah. Dasar, tidak bisa di percaya.

Aku mematut diri sekali lagi di depan cermin. Melenggak-lenggok ke kiri dan kanan untuk memastikan tak ada yang terlewat dari penampilanku. Setelah itu beranjak ke lemari untuk menyiapkan pakaian mas Lingga. Yah, mau apa lagi, mumpung aku sedang dalam kondisi good mood. Tidak ada salahnya berbaik hati menyiapkan pakaian pak suami yang super menyebalkan itu. Daripada semakin kesal menunggunya tanpa berbuat apa-apa.

Saat ku buka lemari besar berwarna cokelat ini, betapa kagetnya aku melihat isinya yang ternyata begitu rapi. Dia menata tumpukan pakaiannya sesuai jenis dan warna yang senada. Wah, aku sampai terpana melihatnya. Pasalnya ini kali pertama aku melihat isi lemarinya. Ya, memang lemariku dan mas Lingga jadi satu tapi berbeda pintu. Aku sama sekali tak pernah membuka bagian mas Lingga, bahkan meniliknya saja aku tak berniat sama sekali. Aku tak ingin melihat barang-barang yang seharusnya tak ku lihat di dalamnya.

Jika dipikir lagi, semenjak menikah dan serumah dengan Mas Lingga, aku tidak pernah benar-benar melakukan hal-hal selayaknya orang berumah tangga. Paling pol juga bebersih rumah seperti nyapu dan ngepel doang. Masak lebih sering Mas Lingga yang melakukannya. Cuci baju apalagi, aku hanya mencuci milikku sendiri. Apalagi melakukan hubungan selayaknya suami istri. Membayangkannya saja sudah membuatku ngeri. Bagaimana jika suatu saat Mas Lingga memintanya dariku? Apa yang harus aku lakukan? Bukankah berdosa jika menolak permintaan suami? Tapi jika aku mengiyakan rasanya aku ....

"Ih, bayangin apaan, sih, gue," gumam ku bicara sendiri di depan lemari berisi tumpukan pakaian milik Mas Lingga sambil geleng-geleng kepala menghilangkan pikiran yang mulai kemana-mana ini.

Kalau dibandingkan jelas isi lemariku masih kalah jauh. Mungkin besok-besok aku bisa mencontohnya. Tapi baguslah dia membuatku lebih mudah memilih baju untuknya. Setelah menjelajah sebentar isi lemari mas Lingga, pilihanku jatuh pada celana bahan, kaos polos, dan jas yang semuanya berwarna hitam agar serasi denganku.

"Assalamualaikum," sapa seorang yang sudah membuatku jamuran menunggunya.

"Waalaikumusalam," teriakku dari dalam kamar.

"Maaf, tadi ada sedikit masalah yang harus aku ur—." Terdengar suara mas Lingga yang semakin mendekat tapi terhenti saat sampai di depan pintu kamar. Dia tak melanjutkan kalimatnya, malah berdiri memaku melihatku. Matanya menatapku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Seperti baru pertama kali melihatku. Memang ada yang salah dengan penampilanku, ya? Kurasa sudah sempurna kok.

Stay Here, Mas Lingga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang