31. Sang Mantan

589 50 2
                                    

Tangan besar mas Lingga menggenggam erat tanganku dalam tidurnya. Deru napasnya teratur menandakan dia lelap meski hanya tidur di kursi dengan kepala rebah di ranjang tempatku tidur.

Di bawah cahaya lampu, jelas terlihat wajah lelahnya. Kutahu betapa tak nyaman posisi tidurnya. Meski sudah tersedia kasur lantai bahkan ada sofa tapi suamiku ini lebih memilih tidur seraya menggenggam tangan istrinya. Entah sudah berapa lama dia tertidur seperti ini. Tapi sepertinya hari sudah berganti ketika aku membuka mata.

Lantas ingatanku kembali pada hari kemarin. Andai saja aku tak pernah melihat kejadian itu, mungkin sekarang aku akan tersenyum haru. Sayangnya, adegan itu terus mengusikku. Membuat rasa mual itu muncul kembali.

Perlahan aku bangkit untuk duduk sambil melepaskan tangan dari genggaman mas Lingga. Aku tak ingin sampai membangunkannya. Tapi pak polisi ini begitu responsif akan gerakan karena dia memang dilatih untuk itu. Hingga langsung bangun ketika aku masih membenarkan posisiku.

"Kamu kenapa? Ada yang sakit?" Mana yang sakit? Aku panggil dokter sekarang," cercanya panik.

'Hoek hoek'

Cairan bening keluar dari mulutku tanpa sempat ke kamar mandi. Disusul dengan rasa pusing yang kembali menyerang.

Mas Lingga dengan cekatan membersihkan bekas muntahan ku tanpa berkata apapun. Dia mengelap mulut dan tanganku yang kotor. Lantas mengganti selimut yang terkena muntahan ku. Dia begitu telaten merawatku tanpa rasa jijik sedikitpun.

"Masih mual?" Tangan mas Lingga tak henti mengelus punggungku sabar. Mimiknya begitu cemas memandangku.

"Sakit, Mas!" rintihku memegangi kepala yang semakin terasa nyeri. Sedangkan tanganku yang tertempel selang infus meremas perut. Rasa mual itu tak mau hilang.

"Sabar ya, sebentar lagi dokternya datang," katanya panik sambil terus memencet bel darurat.

Tak berapa lama seorang dokter dan perawat berlari kecil memasuki kamarku. Lantas memeriksa kondisiku.

"Istri saya kenapa, Dok? Apa hasil tesnya sudah keluar?" tanya mas Lingga khawatir.

"Apa yang ibu rasakan sekarang?" tanya dokter.

"Mual dan pusing. Dari kemarin perut saya seperti di aduk-aduk. Rasanya semua ingin saya muntahkan, Dok," terangku.

"Baiklah. Suster, tolong suntikkan antiemetik pada pasien." Perintah dokter itu pada suster.

"Bapak tidak usah terlalu khawatir. Dari hasil pemeriksaan, Istri anda di diagnosis menderita Hiperemesis Gravidarum atau lebih umum dikenal sebagai Morning Sickness parah yaitu suatu kondisi mual dan muntah parah serta berkepanjangan. Meski jarang, tapi hal ini bisa dialami oleh ibu hamil seperti istri Bapak ini," terang dokter.

"Tunggu tunggu, jadi maksud Dokter, istri saya hamil?" tanya mas Lingga bingung sambil menatapku dan dokter bergantian.

Dokter yang tertulis nama Sarah di nametag nya itu mengangguk tersenyum. "Benar, Bapak. Berdasarkan hasil tes, istri anda sedang mengandung," jawab dokter Sarah.

"A - aku hamil," gumam ku tak percaya.

Air mataku lolos begitu saja sambil memegangi perutku yang masih rata. Aku hamil. Ada kehidupan lain di dalam perutku ini. Akhirnya penantian panjang ku dan mas Lingga terbayar sudah.

Sebuah pelukan hangat kurasakan. "Selamat, Sayang. Sebentar lagi kita akan menjadi orang tua," katanya sambil mengecup keningku.

"Aku hamil, Mas," tangisku semakin pecah.

Stay Here, Mas Lingga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang