36. Surat Cinta dari Negara

947 34 3
                                    

Tiga bulan sudah si jabang bayi menghuni rahimku. Hari-hari berjalan penuh drama laiknya ibu hamil pada umumnya. Urusan perngidaman duniawi selalu menjadi topik utama. Setiap hari selalu saja ada yang ingin ku makan meski akhirnya bisa dipastikan akan berakhir di dalam perut mas Lingga.

Morning sikness ku masih saja berlanjut hingga hari ini meski intensitasnya mulai berkurang. Kata dokter Sarah memang trimester pertama adalah masa morning sikness parah terutama pada kehamilan pertama. Hanya saja keinginanku untuk makan ini itu semakin tak terkendali. Sungguh keadaan yang kontradiksi bukan?

Aku selalu ingin memakan ini dan itu. Setiap kali memegang ponsel hal pertama yang aku lakukan adalah melihat foto; video; dan konten-konten tentang makanan. Setiap kali aku berbicara dengan mas Lingga, hampir semuanya adalah membicarakan tentang makanan. Semua makanan yang aku lihat dan aku bicarakan rasanya begitu menggiurkan di benakku. Seolah tidak ada hari esok harus hari itu juga ada di depan mata jika aku sudah menginginkannya. Untung saja aku punya suami yang selalu bersedia menuruti semua keinginan istri rewelnya ini meski terkadang diiringi dengan perdebatan kecil terlebih dahulu. Bagaimana tidak jika pada akhirnya makanan yang aku inginkan itu selalu harus dihabiskan oleh mas Lingga. Tentu saja itu membuatnya protes dan sedikit tak terima. Hingga dalam tiga bulan ini tubuhnya nyaris membengkak. Berat badannya naik hampir tiga belas kilo. Sementara angka timbangan untuk badanku masih stabil tidak naik juga tidak turun.

Untung saja Lingga Manggala Madaharsa itu adalah seorang polisi yang sangat terbiasa dengan pola hidup sehat. Jadi biarpun bobot tubuhnya naik, hanya ada sedikit gelambir lemak di bagian perutnya. Membuat mas Lingga selama sebulan terakhir ini menambah intensitas olahraganya. Sehari dua kali dia rutin berolahraga pada pagi dan malam hari.

Jika pada umumnya hari Minggu digunakan kebanyakan orang untuk bersantai dan bermalas-malasan setelah lelah bekerja selama Senin sampai Jumat atau bahkan hari Sabtu, tapi tidak dengan mas Lingga. Di hari Minggu pagi yang dingin ini sudah terhitung satu setengah jam dia berolahraga sejak habis subuh tadi. Diawali dengan lari keliling asrama sepuluh putaran. Lalu dilanjutkan dengan push up, sit up, pull up dan kawan-kawannya yang sudah tak terhitung berapa kali. Sedangkan aku masih bergelung dengan daster dan sweater tebal yang membungkus seluruh tubuhku. Duduk di teras samping rumah memeluk setoples kacang panggang sambil menemani mas Lingga.

Selama masa kehamilanku ini ada satu makanan yang tidak pernah membuatku mual ataupun muntah. Makanan yang harus ada dan tidak boleh habis stoknya di rumah. Dialah kacang panggang yang tak pernah absen ku makan setiap harinya. Sama seperti pelukan mas Lingga yang harus menemani tidurku setiap malam, kacang panggang adalah makanan yang wajib ku makan setiap harinya. Aku tidak akan bisa tidur jika kedua hal itu tidak aku lakukan. Pelukan mas Lingga dan kacang panggang adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dari hidupku. Entahlah si jabang bayi sangat menyukai keduanya.

"Sudah dulu makan kacangnya, Sayang. Ini masih pagi dan kamu nyaris menghabiskan satu toples," keluh Mas Lingga mendengkus tidak habis pikir dengan tingkahku mungkin. Dia mendekatiku yang masih asik duduk di teras samping sambil memeluk toples yang isinya tinggal beberapa biji. Dia berjalan pelan sambil mengelap peluh di wajah dan tubuh atasnya yang telanjang itu. Otot-otot tubuhnya tercetak begitu sempurna ditambah dengan keringat yang semakin membuatnya terlihat seksi di mataku. Pemandangan pagi yang sangat menyegarkan.

Mas Lingga duduk di sampingku seraya merampas toples yang sudah kosong dari pelukanku. Wajahnya mendekat ke arah perutku yang belum kelihatan baby bump-nya. Tangannya bergerak dengan lembut mengelus perutku lalu berbisik. "Peanut kesayangannya Ayah, sudah dulu ya makan kacangnya. Kamu harus makan yang lain biar sehat dan kuat dalam perut Bunda," ucapnya bermonolog di depan perutku. Lantas dia mencium perutku lama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stay Here, Mas Lingga!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang