48. Kemarahan

202 29 4
                                    

HAPPY READING!

Baru saja Danar memasuki rumahnya, Ia terkejut melihat sang Ayah berdiri diruang tengah menatapnya tajam. Baru kali ini Ayahnya berada dirumah jam segini.

"Mana motornya?" tanya Broto menatap nyalang putranya.

"Emm dibengkel Yah"

"Gak usah bohong kamu!" tegas Broto.

"Sudah dua tiga hari lebih Ayah liat motor itu tidak parkir didepan rumah. Kemana kamu bawa motor itu?"

"Maaf Yah, motor itu udah Danar jual" ucap Danar pelan menundukkan kepalanya.

"APA? DIJUAL? SEENAKNYA KAMU JUAL MOTOR AYAH SATU-SATUNYA ITU. MOTOR ITU MASIH MILIK AYAH, BUKAN MILIK KAMU"

"Tapi Danar butuh uang, Yah. Danar udah dipecat dari kerjaan Danar itu. Sedangkan Ayah sendiri tidak peduli dengan Danar dan Arin. Kerjaan Ayah cuma judi, mabuk dan jarang pulang. Bahkan dengan teganya Ayah gadein rumah ini"

Plak!

Satu tamparan keras dari telapak tangan besar milik Ayahnya. Rasa kebas dipipinya itu menjalar ke otaknya membuatnya tersulut emosi menatap Ayahnya.

"Ayah mau pukul Danar lagi kan? Ayo Yah, pukul Danar sekarang sampai Ayah puas. Bila perlu sampai Danar nyusul Ibu. Danar capek hidup didunia penuh penderitaan ini. Danar pengen cepat ketemu sama Ibu. Danar mau ngaduin semua perlakuan Ayah selama ini. Menelantarkan anak-anaknya, yang perlu kasih sayang dari orang tua tunggalnya ini"

"Anda itu tidak pantas disebut Ayah. Ayah macam apa anda dengan teganya menyuruh anaknya kerja banting tulang untuk memenuhi kehidupan ini dan juga memenuhi keinginan nafsu judi dan mabuk Ayahnya" ucap Danar dengan napas memburu.

"Danar capek hidup seperti ini. Tiap hari sekolah, pulangnya kerja sampai malem. Sedangkan anak lainnya yang seuumuran Danar punya kehidupan yang jauh lebih baik dari Danar. Mereka bisa bebas menikmati asiknya nongkrong sehabis pulang sekolah, mendapatkan kasih sayang orangtua. Rapornya yang selalu diambil sama orangtuanya. Anak-anak lainnya sibuk menata masa depannya, ikut les sana sini. Berlomba-lomba ingin kuliah dikampus ternama. Sedangkan Danar.... Hanya kerja kerja dan kerja dan juga memikirkan uang untuk makan besok. Danar iri Yah sama mereka"

"Tidak cuma itu, Danar sangat menderita hidup disini. Setiap malem ngeliat Ayah pulang dengan keadaan mabuk berat, mengeluarkan kata-kata kasar, ngamuk ngelempar barang-barang dirumah bahkan sampai mukul Danar atau Arin. Danar sangat malu sama tetangga tiap malam mereka denger kegaduhan dari rumah kita ini. Bagaimana Danar bisa tidur tenang jika Ayah setiap hari pulangnya mabuk. Paginya Danar ngeliat Arin yang masih terlalu muda melakukan tugas seperti Ibu rumah tangga. Sakit hati Danar Yah!" Danar mengeluarkan semua unek-uneknya yang Ia pendam selama ini. Nafasnya menjadi tidak teratur. Marah bercampur sedih dan sakit hati itu yang Ia rasakan sekarang.

"Tiap Danar gajian Ayah selalu ngambil semua jerih payah kerja Danar itu. Ayah juga seenaknya mabuk dan judi diluar sana tanpa memiliki rasa tanggung jawab punya keluarga yang harus dihidupi. Danar sampai rela menahan malu ngutang beras diwarung demi keluarga kita ini bisa makan. Tapi, anda sebagai seorang Ayah malah bersikap acuh dan selalu main tangan pada anaknya sendiri. Pernah gak Ayah sekedar menanyakan kami udah makan atau belum? Pernah gak?" cerca Danar sambil mengeluarkan airmatanya.

"Rumah satu-satunya ini akan disita rentenir. SEMUA ITU GARA-GARA ANDA! DIMANA HATI ANDA HAH?"

"CUKUP!"
PLAK!

Danar kembali ditampar oleh pria paruh baya dengan rambutnya yang mulai memutih itu. "BERANI SEKALI KAMU BERBICARA LANCANG SEPERTI ITU" ucap Broto dengan wajah yang sudah merah padam. Emosinya meledak-ledak.

Mr. Grumpy [ TELAH TERBIT! ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang