Mark menatap pucuk kepala Jaemin yang masih betah memeluknya guna menghirup aroma tubuh sang kekasih sejak beberapa jam yang lalu.
"Sayang, mau pergi liburan?" Pertanyaan itu keluar secara tiba-tiba dari mulut Mark, namun mendapat gelengan dari yang lebih muda.
Yang lebih tua menghela nafas. Pasalnya, dia sudah lama mempersiapkan rencana ini dari jauh-jauh hari, bahkan mungkin bisa dibilang sejak beberapa bulan yang lalu. Mark benar-benar mempersiapkan dan mempertaruhkan semuanya untuk hal ini.
Liburan.
"Kenapa ngga mau?" tanya Mark setelah terdiam beberapa saat sambil mulai mengelus pelan kepala jaemin.
"Akhir-akhir ini kakak sibuk, emang kita bisa liburan?" tanya Jaemin balik, sangsi.
"Kakak selalu punya waktu buat kamu. Lagi, apa yang engga buat kamu?" Satu pukulan pelan yang bersarang di dada Mark dapatkan setelah mengucapkan hal tersebut. Lalu melanjutkan, "Kita pergi sama Jeno."
Dengan cepat, Jaemin mendongak sehingga pucuk kepalanya membentur dagu yang lebih tua dengan kencang dan menghasilkan suara jeritan.
"Kakak, maaf!" pekik Jaemin lalu menangkup pipi Mark dan mencium rahang bagian bawahnya. Sedangkan Mark yang masih kesakitan hanya meringis saja.
"Maaf, ih! Kakak, maaf," ujar Jaemin lagi disela-sela ciumannya.
"Iya, bentar dulu. Jangan dipegang," titah Mark yang membuat Jaemin menghentikan ciumannya dan melepas pegangannya.
Jaemin dengan sabar menunggu Mark berhenti meringis. Namun karena sangat lama, Jaemin menjadi khawatir, "Masih sakit?" tanyanya dengan pandangan hendak menangis.
Melihat itu, Mark langsung menyelesaikan acara kesakitannya dalam beberapa saat, dan kembali membawa Jaemin ke dalam pelukannya, "Kamu kenapa tiba tiba begitu? Kakak kaget," tanyanya.
"Kita pergi liburan sama Jeno?"
Tidak ada suara balasan, namun Jaemin dapat merasakan rahang Mark bergerak ke atas dan bawah membuatnya menyimpulkan hal tersebut sebagai jawaban.
"Aku ngga suka sama dia, kak. Dia bodoh, cupu. Liat mukanya aja aku mual banget, mau muntah. Jijik," keluh Jaemin yang membuat Mark langsung meremas bokong sintal miliknya.
"Ah, kakak!"
Mark tertawa lepas menanggapi reaksi Jaemin. Setelahnya, ia menghela nafas dan menatap Jaemin lekat lekat barang sebentar kemudian membuka suara, "Jangan ngomong begitu, ya? Jeno itu adik kandung kakak satu-satunya. Kamu tau sendiri walaupun di panti ramai, kakak tetep lebih sayang Jeno dari pada siapapun. Kakak ngga mau lagi kehilangan anggota keluarga kakak yang sesungguhnya."
Jaemin merasa bersalah begitu menangkap iris sendu yang tersirat dalam manik indah milik Mark.
"Maaf," sesalnya lalu menunduk menghindari tatapan yang lebih tua.
Mark menggeleng, "Gapapa kalau ngga suka Jeno. Yang ngga suka sama dia juga banyak. Tapi jangan pernah ngomong begitu di depan dia, ya? Ngomongnya ke kakak aja. Mungkin dia juga terpukul karena kecelakaan dulu makanya jadi begitu."
Jaemin tidak menjawab, melainkan mengelus pelan pipi Mark yang mulai tampak tirus. Mark pasti lelah bekerja untuk menghidupi dirinya dengan Jeno. Memang, setelah keluar dari panti asuhan yang sudah ia tempati selama dua belas tahun pasca kecelakaan mobil beruntun yang menewaskan kedua orang tuanya, Mark bekerja lebih keras lagi dengan Jeno yang tidak diperbolehkan untuk membantunya. Bagi Mark, tugas Jeno hanyalah belajar dan belajar hingga ia menyelesaikan pendidikan perguruan tingginya.
Berbanding terbalik dengan Jaemin yang hidupnya sempurna dan sangat berkecukupan. Merupakan anak tunggal dari seorang pengusaha elektronik dan pemilik butik terkenal di ibukota membuat Jaemin tumbuh dengan banyak uang dan cinta di sekelilingnya. Bahkan setelah menyelesaikan sekolahnya, ia tidak berkuliah melainkan berfoya-foya dengan uang yang diberikan oleh orang tuanya.
Tentu saja hal itu membuatnya menjadi pribadi yang seenaknya karena semua bisa ia dapatkan dengan mudah. Hingga akhirnya, dia bertemu dengan Mark di salah satu restoran saat itu.
Mark yang saat itu mungkin sedang lelah atau apa, saat sedang mengantarkan makanan ke meja Jaemin dia tidak sengaja menumpahkan minuman ke arahnya. Sebuah tamparan langsung dilayangkan ke pipi kanan Mark yang mengakibatkan robeknya sudut bibir lelaki itu. Dan tidak hanya sampai situ, rasa benci Jaemin yang sudah memuncak membuatnya menjadi penguntit dadakan demi dendamnya.
Namun setelah tau fakta-fakta tentang Mark yang salah satunya bahwa Mark tinggal di panti asuhan sejak lama akibat kecelakaan tersebut membuat Jaemin sedikit sedih.
Kekasihnya itu juga memiliki seorang adik bernama Jung Jeno yang dulu bersekolah di tempat yang sama dengannya, dan parahnya mereka berdua berada di satu kelas yang sama selama tiga tahun. Pada tahun terakhir, bangku tempatnya duduk berada tepat di belakang bangku Jaemin. Seingatnya, Jaemin sangat membenci anak yang duduk di belakangnya itu dikarenakan beberapa alasan. Jaemin tidak bisa menyebutkannya satu persatu karena ia terlalu jijik apabila mengingat rupa cupu Jung Jeno yang selalu menduduki bangku di paling belakang selama tiga tahun.
Dan begitu mengingat fakta bahwa Mark yang bekerja keras seorang diri sejak dua tahun belakangan ini membuat Jaemin luluh pada Mark dan memaafkan semua kesalahannya. Ia juga tidak bisa menahan tangisnya ketika melihat Mark dimana pun sehingga membuat lelaki beralis burung camar itu selalu menatapnya dengan tatapan aneh.
Menyingkat cerita panjang tentang mereka, Jaemin akhirnya menerima Mark sebagai kekasihnya pada bulan Februari lalu. Hubungan mereka sudah berjalan lumayan lama dengan mulus mulus saja. Tidak pernah ada masalah berat di dalamnya selain tentang Jaemin yang cemburu ketika Mark tersenyum kepada pelanggannya, juga Jaemin yang menjadi lebih marah ketika Mark dimarahi oleh pelanggannya, dan ia yang memberatkan Mark dengan cara menginap di rumah yang Mark sewa setiap hari lalu memeluk lelaki yang dua tahun lebih tua darinya dari malam yang gelap hingga fajar menyingsing.
Mengenai Jeno sendiri, tentu saja dirinya tampak antara ada dan tiada di mata Jaemin. Lebih tepatnya, Jaemin tidak mempedulikannya sama sekali. Entah ia pernah melihat aksi Jaemin yang tengah berciuman panas dengan kakaknya di depan televisi, atau mendengarnya mendesahkan nama Mark dengan kencang di dapur saat Mark sedang menggagahinya, atau melihatnya mengulum kejantanan milik Mark di sofa ruang tamu. Dan tentu saja, itu hanya beberapa dari banyaknya hal yang Mark dan Jaemin lakukan. Lalu soal apakah Jeno melihatnya atau tidak, Jaemin sungguh tidak peduli. Bisa jadi ia juga pernah melihat Jaemin berkeliling di dalam rumah dengan keadaan setengah telanjang dikala Mark sedang bekerja.
Setelah ia puas menelisik keadaan muka Mark seluruhnya, Jaemin mendaratkan sebuah kecupan ringan pada bibir Mark, kemudian tersenyum.
"Kenapa tiba tiba?" tanya Mark bereaksi.
"Pengen aja. Aku sayang banget sama kakak," ujarnya lalu menyandarkan kepalanya pada dada Mark. "Walaupun ada seribu orang sempurna di dunia ini, aku tetep lebih milih kakak. Ah, pokoknya aku lebih suka kakak dari pada apapun itu."
Mark terkekeh mendengarnya.
"Kakak juga sayang banget sama kamu. Cuma kakak lumayan jenuh sama keadaan akhir-akhir ini. Kerja, balik, istirahat, gitu terus. Kakak lumayan pusing," gumam Mark mengeluh.
Jaemin hanya diam mendengarkan.
"Karena gitu, sekarang kakak lagi pengen liburan. Lagian aslinya kakak cuma mau pergi sama Jeno aja. Tapi kamu emang bisa ditinggal?"
Jaemin menggeleng ribut, "Ngga bisa! Nanti aku sakit parah!"
"Iya, kakak tau. Makanya sekarang ngajakin. Ikut, ya?"
"Memangnya kemana?"
Mark terdiam sebentar, "Nanti kamu bakal tau sendiri."
Jaemin hanya mengangguk lalu mengeratkan pelukannya pada sang kekasih,
"Aku sayang banget sama kakak," lirihnya pelan yang masih bisa terdengar.Mark membalas pelukan yang lebih muda dengan senyum lebar, "Kakak lebih sayang kamu, Jaemin."
───────

KAMU SEDANG MEMBACA
Cottage (Nomin)
FanfictionBerpacaran selama setengah tahun dengan Mark, Jaemin hanya tidak menyangka bahwa Mark akan tega membuangnya ke sebuah pondok di tengah hutan bersama Jeno yang merupakan adik kandungnya. ⚠️: mengandung kata-kata kasar, adegan yang tidak diperuntukkan...