7

1.3K 105 12
                                    

"Kakak sama Jeno mau jalan-jalan diluar sebentar."

Jaemin yang semula berbaring malas di kasurnya langsung duduk dan melempar tatapan sinis ke arah Jeno yang juga sedang menatapnya. Ia bersidekap lalu beralih menatap Mark dengan kesal.

"Oh, sekarang pacarnya udah bukan aku lagi tapi yang jelek itu?" tanyanya. "Harusnya yang sekarang jalan-jalan itu kita berdua! Kemarin itu ngga keitung soalnya bertiga! Kalian kenapa sih dari kemarin lengket banget?"

Ah, Jaemin-nya kumat.

Mark tidak mengerti apa yang membuat sifat Jaemin sedikit-dikit selalu berubah. Padahal kemarin mereka bertiga menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama-sama tanpa adanya suatu keributan. Tapi hari ini sifat Jaemin kembali seperti semula. Kalau Mark tidak mengerti beberapa hal tentang kekasihnya, ada Jeno yang lebih tidak mengerti lagi dengan Jaemin itu.

Walau begitu, Mark hanya tersenyum menanggapi protes-an Jaemin kemudian menarik kekasihnya ke dalam pelukan.

Ia membubuhi kecupan ringan pada telinga Jaemin sebelum ia berbicara, "Kakak kangen sama Jeno. Kamu tau sendiri gimana, kan? Akhir-akhir ini Jeno sibuk nugas jadinya kita jadi ngga sempat ngapa-ngapain. Sekarang kebetulan lagi ada waktu. Boleh?" bisiknya meminta persetujuan Jaemin tanpa berusaha didengar oleh sang adik di belakang.

Jaemin terdiam lama. Ia berpikir sambil mengeratkan pelukannya pada Mark menghirup aroma kekasihnya dalam-dalam, kemudian Mark melanjutkan, "Kakak selalu lebih sayang sama kamu. Setelah ini, kakak bakal ngasih semua waktu kakak ke kamu. Kamu tau kakak gapernah bohong, kan? Kakak sayang banget sama kamu, Jaemin."

Jaemin dan Mark yang berpelukan cukup lama itu sukses membuat Jeno gelisah sendiri di tempatnya.

"Iya," jawab Jaemin lalu memberi lumatan pada bibir Mark sejenak sebelum melepas pelukan mereka.

"Cepet balik, ya. Jangan pergi jauh-jauh nanti malah ngga pulang," lanjutnya memperingati. Jaemin sedikit terbayang dengan kejadian kemarin dimana kedua orang itu meninggalkannya sendirian disini, dan ia tidak mau hal itu terjadi lagi.

Mark tersenyum manis dan mengacungkan jempolnya sebelum menutup pintu rumah mereka. Keduanya disambut oleh sinar matahari yang masih berada di ujung timur. Dua pemuda yang merupakan saudara itu berjalan beriringan dalam diam sebelum Mark yang selalu saja membuka suara terlebih dahulu.

"Jaemin lucu, ya?" tanyanya memancing Jeno.

Jeno hanya menghendikkan bahu tidak peduli, "Biasa aja," jawabnya.

Mark tergelak kencang melihat telinga sang adik yang memerah kontras dengan warna kulitnya. Adiknya benar-benar menyukai kekasihnya ternyata.

"Sejak kapan?"

Jeno mengernyit, "Apanya?"

"Naksir Jaemin. Sejak kapan?"

Raut wajah Mark berubah serius. Jeno mengusap pelan tengkuknya, merasa gugup, "Udah lama."

"Sejak kapan?" tanya Mark mengulang.

"Sejak masih sekolah?" cicit Jeno ragu.

Mark tampak berpikir sejenak lalu mengangguk bereaksi terhadap fakta yang baru ia tahu. Jeno menjadi gusar sendiri di tempatnya. Ia merasa tidak enak kepada yang lebih tua. Betapa lancangnya dia masih melanjutkan perasaannya walaupun orang itu telah menjadi milik orang lain.

Langkah demi langkah dan mereka masih saja berdiam-diaman. Entah sadar atau tidak, mereka sudah berjalan semakin jauh.

"Jen, lo kangen papa?" tanya Mark tiba-tiba, membuat Jeno menoleh ke arahnya. "Sama mama juga," lanjutnya dengan pandangan tetap ke depan.

Cottage (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang