Entah kenapa, sejak tadi Jaemin merasa pusing berat melanda kepalanya. Padahal ia sudah terbiasa menaiki mobil. Terlebih dia juga memiliki mobilnya sendiri di rumah. Lalu bepergian adalah salah satu hobinya selain menghabiskan uang papanya, apalagi dengan Mark yang merupakan salah satu bagian dari kesenangannya. Sebelumnya ia juga sudah sarapan.
Tapi apa yang membuatnya seperti ini?
Apa karena mobil yang Mark sewa ini mobil murah?
Ngomong-ngomong soal Jeno, Jaemin sudah memaafkannya karena ia memutuskan untuk memaklumi kelakuan aneh Jeno. Dari dulu, anak itu memang sering melakukan hal aneh. Dia bodoh dan idiot.
Mobil mereka memasuki daerah perhutanan rimbun yang entah dimana─ Jaemin tidak mengetahuinya. Sepertinya ini adalah wilayah di luar kota mereka karena Jaemin berani jamin di kota mereka hutan rimbun seperti ini adalah sebuah mimpi belaka.
Lelaki Agustus yang merupakan kekasihnya itu mengendarai mobil tanpa ada kendala karena jalanan sangat renggang, hanya ada satu atau dua mobil dari arah berlawanan arah yang kebetulan lewat. Musik berbahasa Inggris terputar secara bergantian sejak tadi dengan suara agak besar. Jaemin sendiri menopang dagunya sambil menatap keluar melalui jendela menatapi pohon besar berjejer, mencegah sinar matahari menerangi tempat itu lebih jauh. Sesekali ia menghela nafas berat ketika dirasa mualnya kembali menyerang.
Diambang kesadaran miliknya, Jaemin merasakan tangan hangat yang sudah sangat ia hapal memegang tangannya lalu mengelusnya dengan lembut.
"Sayang, kenapa?" Mark melayangkan pertanyaan dan menoleh sekilas kepada kekasihnya yang tampak pucat.
"Aku gapapa, kak," jawab Jaemin lesu namun berusaha menutupinya dengan senyuman paksa.
Mark tentu tahu apa arti dibalik senyum tersebut. Berpacaran cukup lama membuat Mark sedikit banyak hapal akan sifat dari Na Jaemin. Ia tahu bagaimana rupa senyum bahagia-nya, ia tahu bagaimana rupa senyum sedihnya, ia tahu bagaimana senyum marahnya, dan ia tahu bagaimana senyum pura-pura kekasihnya. Maka ketika melihat senyum itu, Mark dengan segera memasang lampu sein ke arah kiri lalu meminggirkan kendaraan yang ia bawa dan menarik rem kemudian mengubah posisinya menjadi menyamping, menghadap ke yang lebih muda.
"Mual? Mau muntah? Pusing kepalanya?" tanya Mark sambil memegang sebelah pipi Jaemin.
Jaemin mengangguk, "Pusing," rengeknya, yang sudah Mark duga.
Mark menoleh ke arah sang adik yang masih setia memejamkan matanya, seolah tidak terganggu dengan keadaan sekarang. Ia menghela nafas resah. Kalau bisa, ia ingin bertukar tempat duduk dengan Jeno di bangku belakang agar bisa memeluk kesayangannya. Namun Jeno sendiri bahkan tidak mengetahui lokasi tempat yang akan mereka tuju. Kalau dipaksakan, keadaan Jaemin akan menjadi semakin parah. Tentu Mark tahu betul bagaimana Jaemin itu.
"Jen," panggil Mark pada Jeno sembari menggoyangkan lutut sang adik. "Tuker tempat duduk, Jen."
"Aku bakalan muntah kalo duduk bareng si jelek itu," ketus Jaemin menimpali omongan Mark.
"Bukan gitu," sela Mark. "Kita duduk di belakang, ya? Nanti Jeno yang bawa mobilnya."
Setelah membuka sabuk pengaman yang melilit tubuhnya dan Jaemin, Mark menoleh ke arah sang adik dan berkata, "Nanti gue arahin tempatnya."
Mark kemudian turun lalu memutari bagian depan mobilnya dengan lari kecil lalu membuka pintu bagian samping kemudi. Dengan sigap, ia menggendong Jaemin lalu membawanya duduk bersama di bangku penumpang belakang.
Jaemin tersenyum simpul di sela mualnya ketika menghirup aroma yang ada pada Mark. Sungguh nyaman dan menenangkan. Jaemin bisa terlelap dengan tenang seharian apabila Mark ada di sampingnya. Buktinya sekarang, ia yang tampak nyaman semakin mengeratkan pelukannya pada leher Mark.
Jeno yang sudah siap di bangku kemudi pun melirik mereka berdua sekilas melalui kaca pengemudi dan menyalakan mobilnya atas perintah Mark.
Dengan lembut serta penuh perasaan, Mark mengelus punggung yang lebih muda sembari berbisik, "Masih pusing?"
Jaemin mengadahkan kepalanya lalu menggeleng. Bibir setengah pucatnya tersenyum manis pada Mark, "Bakal lebih baikan kalo kakak cium aku di sini," ujarnya sambil menunjuk bibirnya sendiri.
"Nakal," komentar Mark disusul tawa pelan.
Tak perlu menunggu waktu lama, Jaemin memajukan wajahnya kemudian memagut bibir Mark dengan lembut, dan tentu saja Mark membalasnya tak kalah lembut. Suara lenguhan kecil yang keluar dari sela-sela ciuman mereka mengisi keheningan yang ada, mengabaikan Jeno yang seolah tidak ada sedang melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Lama mereka berpagutan, sampai akhirnya Jeno menginjak rem dengan kencang sehingga membuat kedua sejoli itu terkejut dan hampir terjatuh ke depan─ terlebih Jaemin dengan teriakan nyaring-nya yang memekakkan telinga semua orang.
"Bangsat! Kenapa?!" tanya Mark dengan rahang yang mengeras tanpa bisa menyembunyikan rasa kesalnya pada sang adik.
"Pertigaan." Jeno menatap Mark melalui spion kemudi. Sedangkan Mark ikut menoleh ke kiri dan ke kanan kemudian sedikit menggaruk tengkuknya. Sejujurnya ia juga sedikit lupa akan rute yang hendak mereka tuju.
"Kiri, mungkin?" tanya Mark ragu.
"Ih, kak!" Jaemin menepuk pelan pipi Mark, "Kok kayaknya? Kakak gimana, sih? Kalo salah jalan gimana?"
"Ngga," ujar Mark sambil menggenggam tangan Jaemin, kemudian mengecup punggung tangannya. "Bener ke kiri."
Jeno kembali melajukan mobilnya sesuai arahan dalam diam. Dan Jaemin pun kembali menyandarkan kepala dan memejamkan matanya pada dada Mark dengan nyaman. Ia berniat tidur agar tidak mengeluarkan semua isi perutnya dan mengotori mobil murah ini. Mark sendiri lanjut mengelus punggung kesayangannya tersebut dengan lembut.
Sesekali Mark menatap ke arah luar jendela baik kiri maupun kanan untuk membantu Jeno memantau keadaan. Namun, tidak berselang lama, matanya dan mata Jeno secara kebetulan bertemu dalam spion pengemudi. Itu pertama kalinya setelah sekian lama, Mark kembali melihat mata sang adik yang menatapnya dengan tatapan selain datar; alis yang mengerut marah. Sedangkan Mark membalas tatapan tersebut dengan kekehan miliknya.
"Turunin pandangan lo dari gue, Jung."
───────
KAMU SEDANG MEMBACA
Cottage (Nomin)
FanfictionBerpacaran selama setengah tahun dengan Mark, Jaemin hanya tidak menyangka bahwa Mark akan tega membuangnya ke sebuah pondok di tengah hutan bersama Jeno yang merupakan adik kandungnya. ⚠️: mengandung kata-kata kasar, adegan yang tidak diperuntukkan...