17

904 86 3
                                    

Suhu tubuh Jaemin meningkat drastis entah sejak kapan. Jeno baru menyadarinya saat tubuh itu beberapa kali menggeliat tak nyaman di tempat hingga membuat tidurnya terbangun.

Jeno sejenak tertegun saat melihat kondisi Jaemin yang sedang menangis tertahan beserta tubuhnya yang gemetar hebat. Wajahnya juga memerah, dan saat Jeno memegang pipinya itu terasa sangat panas. Butuh beberapa waktu untuk Jeno kembali sadar dan panik parah. Ia dan mungkin Mark, bahkan Jaemin tidak pernah mengharapkan terjadi sesuatu seperti ini hingga tidak membawa persiapan apapun yang berkaitan dengan pertolongan pertama.

"Jaemin? Hei?"Jeno menepuk-nepuk pipi Jaemin setengah kencang, namun tidak mendapat respon apapun. Ia mencoba untuk mendekatkan wajahnya ke arah wajah Jaemin untuk menelisik wajah itu lebih jauh.

"Hei!"

Hatchu!

Jaemin sontak bersin di depan muka Jeno. Lendir yang berasal dari hidung dan sedikit cipratan dari air liurnya mengenai wajah pria yang ada di depannya. Tapi Jeno benar-benar menyukai Jaemin, hingga ia dengan tabah menyeka hal menjijikkan itu dari mukanya tanpa kernyitan di dahi atau omelan yang keluar dari mulutnya.

"Jeno... dingin..."

Ucapan lirih Jaemin itu membuat sesuatu di dalam hati kecil Jeno tersentil. Melihat pujaan hatinya tidak berdaya sebab terserang penyakit.

Jeno tanpa aba-aba langsung meraup bibir Jaemin guna membagi rasa sakit yang dialami. Tidak ada yang ia takutkan tentang penularan penyakit yang akan menyerangnya nanti. Satu-satunya hal yang ia takutkan adalah melihat pria itu lama menderita dengan penyakit yang dia alami walaupun penyakit itu tidak parah, hanya sekedar demam dan flu biasa. Jeno sendiri tampaknya hiperbola dengan apapun itu yang bersangkutan dengan Jaemin.

Ia segera beranjak menuju dapur untuk mendidihkan air. Nanti setengahnya akan ia tuang di gelas untuk diminum, dan sisanya lagi akan ia gunakan untuk mengompres Jaemin. Ia akan menggunakan salah satu waslap bersih sebagai alat kompres. Pun disela-sela kegiatan mendidihkan air, Jeno sesekali mengecek Jaemin untuk berjaga-jaga.

Baru pertama kali ia melihat Jaemin mengalami sakit seperti ini. Saat masih bersama Mark di rumah mereka, sesering dan selama apapun Jaemin berada disana, Jeno tidak pernah menemukannya dalam keadaan kurang sehat. Sepertinya sang kakak merawat pria itu dengan sangat baik.

"Dingin," suara pelan Jaemin terdengar cukup untuk mengalihan perhatian Jeno sepenuhnya.

"Dingin? Tunggu bentar, ya? Gue lagi masakin air," balas Jeno lembut sambil menggenggam tangan Jaemin dari balik selimut.

Panas sekali.

Jeno sendiri sampai meringis ketika kulit mereka bersentuhan.

"Jeno," panggil Jaemin.

"Ya?"

"Mark."

Jeno menatapnya dengan tatapan bertanya, "Apa?"

"Mark... ada?" tanya Jaemin terbata. "Mark udah balik?"

Pria April itu mendekatkan kembali wajah mereka hingga ujung hidung keduanya bersentuhan. Ia tidak peduli apabila Jaemin kembali bersin dan mengeluarkan cairan menjijikkan itu untuk mengenai mukanya.

"Mark ngga ada disini. Cuma ada gue sama lo," jawabnya berbisik.

Mata berair Jaemin menatap-nya lama, setelah itu menganggukkan kepalanya. Jeno tersenyum simpul dan keluar kamar untuk mengambil air minum sekaligus air kompresan.

Tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Jeno agar cepat kembali dengan membawa dua jenis air yang berbeda di kedua tangannya. Setelah meletakkan keduanya dengan rapi, ia membantu Jaemin duduk dengan perlahan lalu menyodorkan air hangat yang ia bawa tadi, "Minum dulu."

Cottage (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang