2

2K 147 1
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍Pagi-pagi, Jaemin sudah heboh mendapati sebuah mobil yang terparkir rapi di halaman rumah Mark. Sejak turun dari kendaraan hingga Papa Na membawa kendaraannya pergi menjauh dari kediaman Mark, ia tidak berhenti mengoceh mengenai mobil dan tempat liburan yang akan mereka tuju. Bukannya membantu, kehadiran Jaemin nampaknya hanya memberatkan kedua bersaudara itu.

Mark sibuk mengepak baju dan peralatan miliknya, lalu membersihkan kamarnya sebentar kemudian menaruh tasnya di bagasi mobil.

"Kakak, masukin punya aku juga!" seru Jaemin semangat sambil menyodorkan tas miliknya.

Meraih tas Jaemin dengan asal, Mark menaikkan salah sebelah alisnya lalu menimbang-nimbang tas tersebut dan menatap ke arah Jaemin, "Kok ringan?"

Jaemin mengedipkan matanya dua kali sebelum menjawab, "Kenapa emang? Ini lagi liburan, kan?"

"Terus?" tanya Mark yang lagi-lagi merasa heran melihat aksinya. Dari kemarin Jaemin sangat bersemangat, namun isi tasnya hanya sedikit. Padahal mereka akan liburan cukup lama.

"Kalo liburan nanti, kayanya aku lebih pengen sering telanjang terus di depan kakak," katanya sambil menunduk menatapi ujung sepatu putihnya.

"Oh, gitu." Mark segera membuang pandangannya menuju arah lain ketika dirasa sedikit salah tingkah akibat perkataan Jaemin yang menurutnya liar itu.

Sedangkan Jaemin sendiri langsung berlari masuk ke dalam rumah dengan alasan ingin membantu Jeno. Namun belum sampai dalam, ia menemukan Jeno yang sedang membawa tas besarnya seorang diri dengan wajah yang datar.

"Mau dibantu?" tanya Jaemin walaupun ia yakin kalau yang ditanya tidak akan membutuhkan bantuannya. Jeno juga mestinya harus sudah tau bagaimana watak Na Jaemin yang tidak mau repot. Bagaimana pun juga, mereka berada di satu kelas yang sama selama tiga tahun, dan akhir-akhir ini sering melihat Jaemin berkeliaran di rumahnya bak rumah sendiri.

"Ya. Tolong bawa jajan yang ada di kasur gue ke mobil," jawab Jeno kemudian melanjutkan jalannya yang sempat tertunda.

Singkat dan jelas.

Jaemin mendengus setelahnya begitu jawaban tidak terduga keluar dari mulut Jeno cupu itu. Tapi tidak apa-apa, lagipula tadi dia berkata kepada Mark kalau dia ingin membantu Jeno. Hal ini juga tidak terlalu memberatkannya.

Berjalan gontai hingga sampai di kamar Jeno, Jaemin mendudukkan dirinya sebentar di atas kasur lalu menyempatkan diri untuk menatap sekelilingnya. Matanya menjelajahi setiap sudut kamar yang belum pernah ia lihat isi dalamnya barang sekali pun selama ia menginjakkan kaki disini. Jaemin sangat menghindari hal-hal yang berkaitan dengan Jeno seperti masuk ke kamarnya, menyentuh sepedanya, memakai gelasnya, membantu menjemur handuknya saat ia menjemur pakaian Mark, dan lain-lain. Jeno juga tidak mencampuri kehidupan asmara kakaknya dan Jaemin. Mereka hanya sering tidak sengaja berpapasan kemudian saling pandang, setelah itu kembali fokus pada urusan masing-masing.

Bernuansa abu dengan tambahan satu lemari dan rak buku serta sebuah kaca besar membuat kamar ini terasa luas dan ringan. Tidak ada nakas dan furnitur lain yang meramaikan seperti di kamar Mark guna menyimpan foto keluarga, fotonya dengan Jeno, dan tentu saja fotonya dengan kekasih manisnya, Jaemin.

Yang Jaemin lihat dari semuanya, kamar ini berbanding terbalik dengan kamar kekasihnya yang sering ia singgahi. Banyak tempat kosong yang seharusnya diisi meja kecil atau kursi santai, namun ia tidak ingin mengatur sesuatu yang ia tidak ingin. Berakhir dengan Jaemin yang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya begitu mengingat betapa monoton hidup Jeno saat bersekolah dulu. Bukan hanya orangnya, kamarnya pun sama. Jaemin tidak heran lagi dibuatnya.

Merasa sudah cukup lama disini, dengan segera ia meraih bungkusan plastik bening besar yang berisi beberapa makanan ringan.

Namun kegiatan itu terhenti ketika sudut matanya tidak sengaja menangkap sosok Jeno yang berdiri mematung di pintu kamarnya sendiri, menatapi dirinya dengan intens.

Dengan sedikit rasa tidak enak akibat duduk di kasur orang lain dan menilai seluruh sudut kamar, Jaemin meraih bungkusan yang tergeletak itu kemudian beranjak dan menyerahkannya pada Jeno.

"Kalo mau kesini lagi ngapain suruh ambil ini itu," omel Jaemin sedikit kesal sekaligus malu sambil berlalu dari hadapan Jeno.

"Jaemin."

Suara Jeno yang jarang ia dengar setelah barusan itu membuat Jaemin menghentikan langkahnya dan berbalik, "Apa?"

Jeno sendiri tidak menyahut. Ia hanya menatap lawan bicaranya dengan intens hingga sukses membuat Jaemin merasa tidak nyaman. Bersama atau berada di sekitar Jeno, Jaemin akui agak sedikit tidak nyaman karena Jeno sering kali menatapnya dengan tatapan seperti itu.

"Aneh," komentar Jaemin hendak melanjutkan langkahnya. Dan ia hanya tidak menyangka kalau Jeno dengan tangan kekarnya akan mencekal tangan rampingnya dengan kencang dan erat hingga membuatnya berteriak kesakitan.

"Argh! Jeno! Apaan, sih? Lepasin!" jeritnya sambil memukul-mukul lengan Jeno brutal menggunakan tangan kirinya.

Sedangkan Jeno sendiri tidak memberikan reaksi apapun dan masih terdiam menatap dalam indra penglihatan Jaemin. Cukup lama Jeno mencengkram tangannya dengan kencang hingga Jaemin merasa sedikit nyeri pada tangannya. Rasanya sakit.

"J-jeno.. Sakit..," lirih Jaemin yang hampir menangis setelah beberapa saat ia menghentikan pukulannya pada lengan Jeno. Ia menggigit bibirnya sambil menunduk dalam membuat Jeno tersadar akan tindakannya.

Jeno pun melepaskan cengkramannya dari tangan ramping kekasih sang kakak kemudian menggumamkan kata penyesalan, "Maaf, ngga sengaja," ujarnya, namun Jaemin sama sekali tidak tidak mendengar nada penyesalan di dalamnya. Jeno juga tidak menunjukkan ekspresi menyesalnya sama sekali.

"Dasar cowok bodoh. Bikin jijik," hina Jaemin setengah berteriak sebelum ia dengan cepat meninggalkan Jeno yang masih terdiam di pintu kamarnya sendiri. Kalau saja mereka tidak memiliki agenda bepergian dalam rangka liburan, mungkin Jaemin akan betah mengumpat serta memaki-maki Jeno seharian di tempat mereka saat itu juga.

Jaemin yang kepalang kesal berjalan seperti robot menuju tempat dimana mobil terparkir. Terpampang Mark yang sudah siap duduk di kursi kemudi dengan kondisi mobil menyala, ia memanaskannya.

"Kakak!" teriak Jaemin sambil menggeram kesal dan berjalan cepat memasuki mobil.

Ia membuka pintu mobil dan menutupnya dengan kasar sehingga membuat Mark lagi-lagi tidak mengerti ada apa dengan kekasihnya itu. Walaupun sebenarnya ia juga takut kalau mobil sewaannya ini kenapa-kenapa dan ia akan terpaksa mengganti rugi.

"Cantik, kenapa?" tanyanya sambil menatap Jaemin yang mendudukkan diri di sampingnya dengan muka kesal.

Bukannya menjawab, Jaemin malah menyodorkan sebelah tangannya yang memerah akibat cengkraman Jeno beberapa saat barusan. Melihat itu, Mark kembali menatap Jaemin dengan tatapan bertanya.

"Jeno," adunya.

Mark menghela nafas, namun tidak menyahuti aduan Jaemin sehingga membuat kekasih kecilnya itu menundukkan kepalanya sambil memainkan jari jarinya. Dan saat Mark melihatnya, ia menggenggam tangan Jaemin lembut sambil menatapnya dengan senyum teduh, "Maafin Jeno, ya?"

Yang ditatap tentu tidak bisa menolak kalau Mark sudah berkata lembut lengkap dengan senyum manisnya seperti itu. Tepat setelah Jaemin menganggukkan kepalanya, Jeno masuk ke dalam mobil sambil menenteng bungkusan berisi jajannya.

Mark menoleh, lalu tanpa aba-aba menegur adiknya, "Lo kalo lagi ada masalah sama gue jangan lampiasin ke Jaemin."

Jeno hanya berdeham pelan tidak peduli menanggapi teguran sang kakak. Jaemin hanya mendelik jijik mendengar deheman Jeno tersebut.

Setelahnya, Mark melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan pagi yang sudah lumayan ramai. Jaemin sendiri sedari tadi menatap keluar jendela dan tidak berniat untuk memulai pembicaraan, padahal biasanya ia anak yang sangat bersemangat dan banyak bicara. Namun melihat Jeno dan mengingat perlakuannya tadi membuat perasaan Jaemin memburuk.

Sama halnya dengan Jeno, dia memilih untuk mendengarkan musik melalui airpod miliknya lalu memejamkan matanya, tidak peduli dengan keadaan sekitar.

Sedikit yang mereka tahu, bahwa keadaan yang sangat hening tersebut membuat Mark menjadi gelisah sendiri di tempat duduknya.

───────

Cottage (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang