Jeno berjalan gontai menuju kamarnya. Akibat perlakuan Mark beberapa waktu lalu, Jaemin menangis tanpa henti dan membuat Jeno merasa iba lalu mencoba menenangkannya. Pekerjaan Jeno hanya mengelus-elus punggung Jaemin dan mengucapkan kata-kata penenang kepadanya dalam jangka waktu yang lama. Kini hari telah beranjak malam dan Jaemin baru saja tertidur dengan mata yang sembab setelah mengoceh tentang Mark. Selain telinganya, badan Jeno juga pegal akibat kelelahan.
Ia membuka pelan pintu kamarnya dan disambut oleh suara Mark dari dalam.
"Jen."
Jeno menutup pintu kamarnya lalu berjalan mendekat ke arah sang kakak yang sedang terduduk di atas kasurnya. Ruangan itu temaram, tapi mata Jeno masih bisa melihat Mark yang duduk bersandar di headboard.
"Kenapa?"
Mark menatapnya, "Lagi sibuk?"
"Ngga. Kenapa?"
Mark menggaruk tengkuknya yang tak gatal membuat Jeno menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Entah apa yang salah dengan kakaknya itu sejak beberapa hari yang lalu. Ia yakin kalau Jaemin mencurigai bahwa dirinya lah penyebab Mark seperti ini, karena Mark begini sehari setelah kepulangan mereka berdua dari jalan jalan. Tapi sesungguhnya Jeno sama sekali tidak mengetahui apapun. Ia sendiri kerap kesal saat Mark melamun tiba-tiba. Itu bukan seperti kakaknya.
"Gue mau ngomong sesuatu," ujar Mark serius.
"Apa?"
"Gue mau balik ke rumah, ada yang harus diurus."
"Gila," Jeno merebahkan dirinya di samping sang kakak dan memejamkan mata, "Ini belum sebulan."
"Iya, tau. Sayang duitnya, kan?"
Jeno berdeham pelan sebagai jawaban. Baik ia dan Mark sama-sama tahu lebih dari apapun, bahwa uang adalah hal yang berharga dan tidak dapat disia-siakan seperti ini.
"Makanya, gue mau balik sendirian dan ninggalin lo berdua disini sama Jaemin," lanjut Mark.
Mata Jeno langsung terbuka. Ia sedikit terkejut mendengar itu, "Apaan, dih?"
"Gue ada urusan penting─"
"Jangan gila. Lo mau ninggalin gue disini sama pacar lo, bang? Gak waras lo?!" potong Jeno tidak terima.
Mark menghela nafas sebab sudah menduga kalau respon sang adik akan seperti ini.
"Jen, dengerin gue dulu."
"Apaan, gak mau gue!"
Tangan Jeno ditarik kasar oleh Mark saat ia hendak bangkit, menyebabkan tubuh Jeno langsung terduduk kembali di kasur.
"Dengerin gue!" Mark membentak dan menatap Jeno tajam. Yang lebih muda cukup terkejut dibuatnya. Seingatnya, Mark tidak pernah berekpresi seperti itu walaupun Jeno melakukan kesalahan besar sekalipun dan membuatnya marah.
Akhirnya, Jeno pun mengalah dan diam di tempat menunggu Mark mulai berbicara.
"Seo Donghyuck, anak dari kampus lo. Kenal gak?"
Jeno berpikir. Samar-samar, ingatannya mulai memutar tentang sosok yang bernama Seo Donghyuck itu. Ia tidak mengenalnya dengan baik, namun sedikit yang Jeno tahu tentangnya kalau dia adalah anak yang berasal dari keluarga kaya berdasarkan desas-desus yang ada. Selain itu ia adalah anak yang ramah, mudah bergaul, dan ia berteman hampir dengan seisi kampus. Donghyuck memiliki sifat yang menyenangkan. Hanya satu menurut Jeno, ia terlalu berisik. Jeno menghindari segala sesuatu yang terlalu berlebihan, termasuk suara. Dan Donghyuck memiliki sifat seperti itu.
"Gue ketemu dia beberapa kali nongkrong di kafe tempat gue kerja," lirih Mark sembari memijat keningnya frustasi.
Jeno masih diam mendengarkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cottage (Nomin)
FanfictionBerpacaran selama setengah tahun dengan Mark, Jaemin hanya tidak menyangka bahwa Mark akan tega membuangnya ke sebuah pondok di tengah hutan bersama Jeno yang merupakan adik kandungnya. ⚠️: mengandung kata-kata kasar, adegan yang tidak diperuntukkan...