15

1K 106 5
                                    

"Selamat pagi, Jaemin."

Jaemin yang baru mendapatkan sedikit kesadaran dari bangun tidurnya langsung bereaksi saat Jeno mengucapkan selamat pagi tepat di depan mukanya dan disusul dengan pelukan erat yang ia dapatkan.

"Jeno?"

"Hai, Jaemin," sapa Jeno. Suara pria itu teredam sebab berbicara saat menenggelamkan wajahnya pada dada Jaemin.

Yang lebih muda menguap, kemudian mengucek-ucek matanya sambil menatap sekeliling. Jendela di kamarnya yang masih ditutupi horden itu sedikit memperlihatkan cahaya matahari yang tidak terlalu terik.

Tunggu..

Ini bukan kamarnya, melainkan kamar Jeno. Apakah semalam ia tidur disini? Berdua? Bersama Jeno? Dengan panik, Jaemin menjauhkan dirinya dari ranjang Jeno dan memegang kepalanya yang terasa berputar.

"Hei? Kenapa?!" Jeno berteriak panik dan menangkap tubuh Jaemin yang hampir mencium lantai dengan mesra.

"Ngga, bentar gue mau balik ke kamar," ucap Jaemin berusaha melepaskan pegangan Jeno pada pinggangnya.

"Oh, iya..."

Dengan tampang tidak rela, Jeno melepaskan tangannya yang bertengger di pinggang pria lebih muda. Ia juga mengekori Jaemin hingga mereka berdua sampai di depan pintu kamar.

"Ngapain ikutin gue?" tanya Jaemin sinis.

Jeno mengusap tengkuknya canggung, "Gue boleh ikut?"

"APAAN, SIH?! PERGI SANA!"

Jaemin membanting pintu tepat di depan mukanya. Jeno mencibir pelan, semalam saja tingkahnya sangat merepotkan dan sekarang ia seperti tidak tahu diri. Walaupun kesal, Jeno menyempatkan untuk mengelus pintu kamar Jaemin dan mengecupnya lama sebelum pergi ke kamarnya sendiri. Seharian ini dia harus menciumi kasurnya dimana ada bekas aroma tubuh Jaemin. Ia tidak boleh melewatkan kesempatan tersebut dan sepertinya hal ini akan menjadi sangat menyenangkan.

Kenapa Jeno melakukan banyak hal untuk dirinya?

Apakah Jeno menyukainya?

Jaemin berpikir keras terhadap dua pertanyaan itu saat tubuhnya mulai berbaring kembali. Sangat menyebalkan! Sebab terganggunya ia dengan dua pertanyaan itu, ia jadi tidak mengantuk lagi. Memang, sih, kelakuan Jeno yang menunjukkan gerak-gerik suka kepadanya terlihat jelas dan Jaemin memilih untuk menghindarinya.

Ugh, ia tidak mau berpacaran dengan Jeno. Kalau ia tidak segera pulang, bukankah keadaan ini menjadi kesempatan bagi Jeno untuk memacari-nya? Kalau saja ia tidak membuang ponselnya pada saat itu, mungkin ia bisa menghubungi ayahnya untuk segera dijemput. Tempat jelek ini sungguh tidak nyaman. Pinggul dan punggungnya sakit, tidak ada rumah lain di sekitar, benar-benar hanya tempat ini saja sendirian berdiri. Ini membuatnya takut sekaligus was-was. Apakah Jeno akan meninggalkannya diam-diam? Sebelum itu terjadi, Jaemin harus lebih dulu meninggalkan Jeno disini sendirian.

Tapi, bagaimana?

Ah, dia bisa meminjam ponsel Jeno! Jeno pasti akan meminjamkannya tanpa meminta imbalan apapun─ tentu saja, karena dia menyukai Jaemin.

Berbicara tentang tempat ini, Jaemin sudah berapa hari tidak mandi. Terakhir dia menyentuh air untuk membasuh badannya adalah saat Mark masih ada di tempat ini. Memang pakaiannya masih tersisa satu kaos dan satu celana pendek rumahan, tapi ia juga tidak tahu sampai berapa lama ia akan disini. Kalau pakaian itu dipakai, apa yang akan ia gunakan untuk kedepannya? Meminjam baju Jeno? Huh, Jaemin tidak akan pernah melakukannya!

Mark.

Jaemin masih kesal dan sedih saat mengingat nama dan wajah dari pria itu. Ia merindukannya. Sekarang Jaemin hanya tertidur sendirian, tidak ada lagi seseorang yang bercanda tawa padanya sebelum tidur. Tidak ada lagi suara tawa yang memekakkan telinganya, tidak ada lagi rengkuhan di pinggangnya sebelum ia tidur, tidak ada lagi kecupan di kening saat bangun dan sebelum tidur.

Cottage (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang