Mereka sampai lebih cepat dari perkiraan karena Jeno mengendarai mobil bagaikan seorang pembalap didukung dengan jalan yang renggang. Matahari yang bersinar tepat di atas kepala, tanaman liar yang merambat indah, serta suara ribut kicauan burung menjadi penyambut pertama atas kedatangan mereka. Namun sangat disayangkan Jaemin tertidur dalam pelukan Mark sehingga Mark sedikit susah dalam melakukan segala hal. Dan pastinya, memindahkan Jaemin ke dalam kamar merupakan rencana Mark yang pertama.
"Turunin semua barang yang ada di bagasi. Lo bawa masuk setengah, sisanya nanti gue," pesan Mark pada sang adik tanpa mendengar jawabannya, sebelum memasuki bangunan yang akan menjadi tempat tinggal mereka sementara tersebut dengan Jaemin yang ada di gendongannya.
"Eungh..."
Mark menghentikan langkahnya tepat di depan pintu saat lenguhan Jaemin menyapa telinganya dengan merdu. Sepertinya ia terbangun. Memang tidur di gendongan orang yang sedang sibuk kesana-kemari rasanya sangatlah tidak nyaman.
"Kakak," bisik Jaemin pelan.
"Halo sayang," sapa Mark, menyempatkan diri untuk mencium sekilas tengkuk sang kekasih lalu membuka pintu yang ada di depannya dengan sedikit susah. Setelah beberapa menit berkutat untuk pintu tersebut, akhirnya terbuka juga.
"Kakak," panggil Jaemin lagi, masih dengan suaranya yang sedikit serak.
"Iya, sayang?"
"Aku berat, ya?"
Mark bertingkah seakan tuli. Berharap Jaemin diam, namun nyatanya pria yang ada di dalam gendongannya itu malah melanjutkan bicaranya.
"Kayaknya akhir-akhir ini aku gendutan, deh. Ini semua gara-gara kakak. Aku selalu dipaksa buat makan terus, kalo aku telat makan langsung dimasakin, dibeliin makanan. Liat sekarang aku-nya gimana." Mark hanya tertawa ringan menanggapi omelan Jaemin. Itu juga merupakan salah satu kebiasaan Jaemin setelah bangun tidur. Mungkin ia merasa tidak nyaman karena tidurnya terganggu hingga menjadi kesal sendiri, mengakibatkan keluarnya gerutuan tidak bermakna dari mulutnya.
Mark mengerti karena ia menyayangi Jaemin.
"Kamu ngga gendut. Kamu seksi," balas Mark setelah menidurkan Jaemin di ranjang. Saat ia hendak keluar dari kamar untuk membantu Jeno memindahkan barang, Jaemin malah menarik ujung kaos Mark yang dapat ia raih dan menyuruhnya agar berbaring di sampingnya. Dan berakhirlah mereka berdua tidur sembari memeluk satu sama lain. Salah satu kegiatan kesukaan Jaemin.
"Rumahnya jelek," komentar Jaemin membuka pembicaraan.
Mark pun tak bisa lagi menahan gelakan kencangnya, "Hahaha. Maaf ya, kakak cuma bisa nyewa ini. Sebenernya ada tiga pilihan, cuma yang paling murah ya ini," jelasnya.
Jaemin mendecih. Ia mengurungkan niatnya yang hendak mengomentari betapa miskinnya pria ini, namun tetap membuka suara, "Ngga ada rumah juga di sebelah kiri kanannya. Aku takut," ujarnya lalu terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Aku takut banget kalo disini sendirian. Kakak jangan tinggalin aku, ya?"
Senyum Mark perlahan memudar tanpa disadari Jaemin. Ia juga sempat terdiam sejenak sebelum menanggapi ucapan Jaemin, "Iya, kakak gabakal ninggalin kamu. Lagian masih ada Jeno, kan?"
Jaemin memutar bola matanya malas begitu mendengar Mark menyebut nama Jeno. Jaemin ada alergi pada bocah menjijikkan itu. Rasanya ia selalu ingin melontarkan hinaan pada pria yang berumuran sama dengannya itu. Namun kali ini dia beruntung karena Jaemin sedang dalam kondisi kurang sehat.
"Tapi rumahnya emang udah dibersihin, ya?"
Mark menyengir, "Iya. Kemarin Jeno sempet nyaranin buat nyewa orang. Yaudah akhirnya nyewa juga walaupun agak mahal. Tapi ternyata mereka cuma bersihin bagian dalem rumah, halaman belakang masih kotor. Nanti sore mau bersihin itu bareng Jeno."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cottage (Nomin)
Fiksi PenggemarBerpacaran selama setengah tahun dengan Mark, Jaemin hanya tidak menyangka bahwa Mark akan tega membuangnya ke sebuah pondok di tengah hutan bersama Jeno yang merupakan adik kandungnya. ⚠️: mengandung kata-kata kasar, adegan yang tidak diperuntukkan...