19

1.6K 95 17
                                    

"Jeno, gue mau ngomong serius," kata Jaemin.

Jantungnya berdetak dengan cepat tepat setelah ia mengeluarkan kalimat tersebut dari lisannya sendiri. Di depannya, ada Jeno yang masih berbaring malas di kasur. Mata pria itu terpejam, tapi Jaemin yakin ia mendengarkan.

Jaemin menghela nafas,
"G-gue rasa... hubungan kita yang kaya begini gak perlu dilanjutin," ujarnya pelan.

Kelopak mata Jeno terbuka perlahan, menatapi objek yang baru saja membicarakan hal yang tidak ia mengerti, "Maksudnya?"

"Gue berharap kalo kita bisa balik ke masa-masa awal, dimana kita cuma ngurusin urusan masing-masing aja."

"Hah?!" Jeno berseru marah.

Bayangkan, pria April itu baru saja bangun beberapa menit yang lalu. Semalam sebelumnya pula ia tidur di kamar Jaemin dan mereka berdua berpelukan hingga pagi di bawah selimut yang sama. Benar-benar malam yang sempurna tapi pagi apa ini?! Ia seperti dipaksa sadar di tengah keadaannya yang baru membuka mata.

"Na? Apa maksudnya?!" tanya Jeno menuntut penjelasan.

Jaemin menggelengkan kepalanya, "Gue ngerasa bersalah sama hubungan kita! Ciuman, tidur bareng, terus pelukan gini. Gue ngerasa ngga enak, Jen."

"Ngga enak gimana? Lo ngerasa ngga enak karena apa?"

Jaemin yang enggan membuka suara setelah pertanyaan itu diluncurkan menimbulkan jawaban jelas.

"Mark, kan?" lanjut Jeno bertanya, namun Jaemin yang masih saja diam membuatnya menyimpulkan jawabannya sendiri.

"Apapun alesan lo, gue ngga mau nge-akhirin hubungan kita yang udah terlanjur begini. Kecuali..," bisik Jeno sambil mengecup sebelah pipi Jaemin, "Hubungan kita diubah jadi bestfriend level 2."

"Jeno, gue serius," sungut Jaemin sambil mengelap-elap bekas ciuman di pipinya.

"Iya, gue serius! Gue ngga mau kita ngulang masa pas awal-awal, Na! Gue nyaman dengan keadaan kita yang kaya begini. Lo ngga akan pernah tau gimana perasaan gue di masa-masa itu. Jadi gue ngga akan mau buat balikin keadaan kaya dulu."

"Tapi gue ngga nyaman, Jen!"

Hah, Jeno tidak habis pikir!

Ia mengusap wajahnya frustasi lalu memegang kedua pundak Jaemin, "Lo kenapa, Jaemin? Ini masih pagi dan lo udah begini? Mimpi apa semalem?"

Jaemin sontak menampar Jeno kencang, "Lo masih nganggep gue bercanda?"

"Sakit," ringis Jeno pelan, tapi kemudian ia beranjak dari kasur dan memegang bantal yang ia bawa semalam, "Oke, kalo itu yang lo mau. Gue pergi dari sini."

Setelah mengatakan hal itu, Jeno langsung keluar kamar dan Jaemin menghela nafas entah untuk yang ke-berapa kalinya. Ia membaringkan dirinya di kasur dan menggulung dirinya dengan selimut.

Pikirannya melayang. Berandai-andai jika ia bisa menjalin hubungan baik dengan Jeno sebagai sahabat dan tidak lebih. Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama bersama, Jaemin jadi tau kalau ia dan Jeno memiliki banyak kesamaan. Ditambah Jeno sangat sabar menghadapi kelakuannya. Benar-benar mirip seperti Mark.

Tapi, Jeno tidak pernah tau tentang perasaan mengganjal di hati Jaemin setiap mereka bercumbu, setiap mereka memeluk satu sama lain dengan mesra, setiap mereka tidur bersebelahan dan mengucapkan kata-kata manis sebelum tidur. Ia tidak bisa melakukan itu lagi bersama Jeno.

Perasaannya semakin hari semakin memburuk. Jaemin selalu mengira bahwa keesokan hari nanti perasaannya akan membaik. Nyata-nya ia salah. Perasaan itu semakin lama semakin terasa memburuk hingga membuat otaknya terpaksa berpikir lebih jauh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cottage (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang