AL-KHAFA ٨

314 42 42
                                    

📖📖📖📖

"Enggeh Gus. Nanti saya sampaikan pada keluarga."

Pria paruh baya itu mengangguk meski bukan panggilan video. "Insyaallah-insyaallah. Enggeh sami-sami. Waalaikumussalam warohmah."

Tepat panggilan itu berakhir, pria paruh baya itu menghela napas sejenak. Perasaannya tidak tenang, seperti akan ada kejadian besar yang terjadi.

Keluar dari ruang baca, pria paruh baya itu mencari anggota keluarganya. "Umi!"

"Dalem Bah." Umi tergesa-gesa menghampiri sang suami.

"Zaydan pundi Mi?"

"Zaydan?" Umi berbalik tanya, karena beliau merasa bingung mendadak suaminya mencari putra tengahnya itu. "Abah supe? Zaydan 'kan ke rumah Zidny Bah?"

Abah sontak memegang dahi serta memejamkan mata. "Astaghfirullah!" Beliau benar-benar lupa.

"Ada apa to Bah?"

Kini sepasang suami istri itu duduk di sofa panjang. Umi mengelus lengan Abah, yang tampak gelisah.

"Ini lho tadi Gus Faaz telepon Abah, beliau minta kita sekeluarga datang besok ke ndalem," ujar Abah sambil memijat kening.

Umi menatap kaget pada Abah. "Loh kok ndadhak Bah? Umi belum menyiapkan apa-apa loh!"

Abah menoleh ke samping. "Di bawa yang ada saja Mi."

"Apa yang mau di bawa wong ndak ada apa-apa di rumah. Mosok ndak bawa gawan. Iyowes sek-sek, Umi mau nelepon Bulek Sarti biar di buatkan jajan."

Belum sempat mengintrupsi, Umi sudah melenggang menuju kamar. Abah menghela napas lalu mencari kontak putranya.

"Waalaikumussalam. Dan, wangsul sekarang ada yang mau Abah bicarakan." 

Setelah menjawab salam, panggilan itu berakhir.

"Enggeh Bulek, yang roti kukusnya ndak usah. Oh enggeh di tambah wajik Bulek."

Dengan ponsel yang masih menempel, Umi berjalan menuju Abah. "Enggeh Bulek matur suwun. Pengapunten ndadhak niki wau."

Abah menunggu Umi selesai melakukan panggilan. Tak selang lama, panggilan itu berakhir.

"Mi!"

"Pripun Bah?" Umi masih menyentuh layar pipih itu tanpa melihat Abah. "Oh enggeh Zaydan sudah di kabari Bah?"

"Umi!"

Seketika itu ponsel di letakkan. Umi menatap Abah yang tampak serius. "Ada apa to Bah?"

"Perasaane Abah ndak tenang." Abah mengelus dada.

"Sampun to Bah... Bah. Ndak usah terlalu memikirkan sesuatu yang berat-berat." Umi mengelus punggung tangan suaminya yang sedang mengelus dada.

"Umi supe lek Zaydan sudah—"

"Assalamualaikum!"

Tanpa melanjutkan ucapan, Abah dan Umi sama-sama memandang putra-putrinya yang baru saja datang.

Masih dalam keadaan bungkam, Abah dan Umi menyambut cium tangan mereka.

"Ada apa toh Bah?"

Gus Zaydan duduk di sofa single sedangkan yang lain duduk di sofa panjang.

Abah dan Umi saling memandang sejenak, kemudian Abah menatap serius pada Gus Zaydan.

"Le besok kita ke ndalem Gus Faaz."

AL-KHAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang