AL-KHAFA ٢٧

337 42 4
                                    


📖📖📖📖📖



Akan menjadi kebiasaan Ning Khafa, ketika waktunya istirahat ia pergunakan untuk menjemput keponakannya pulang sekolah.

Namun siang ini, Ning Khafa mampir sebentar ke rumah Aa'. Ada barangnya yang ketinggalan. Dan rencananya juga, ia akan meminta izin pada Aa'. Karena mulai malam ini, ia akan kembali ke kamarnya di mess kantor.

Di kejar deadline yang mepet, jadi lebih efektif jika ia stay disana. Daripada harus bolak-balik dari rumah Aa' ke kantor.

Rumah megah yang berada di komplek perumahan mewah itu terlihat sepi. Ning Khafa sempat celingukan mencari penghuninya, dan baru bertemu dengan Bude Narmi di halaman belakang. 

Ning Khafa bertanya keberadaan Ning Bita. Kata Bude Narmi, ibu satu anak itu dari pagi sudah berada di ruang kerjanya setelah sarapan.

Apa ada peluncuran baru iya? Pikirnya.

Setelah kepindahannya di ibukota, cabang Yogyakarta di alihkan pada Ning Bita. Jika dulu beliau sekedar membantunya karena Gus Ashmaan masih kecil, sekarang Ning Bita yang memegang sepenuhnya. Itupun di bantu oleh Andri.

Mengingat Andri, memang sementara ini tidak ikut pindah ke ibukota. Karena, selama setahun belakangan ini Andri intens melakukan rekrutmen pekerja cabang Yogyakarta di bawah naungannya langsung. Sebelum kemudian, Andri kembali menjadi asisten Aa'.

Tak ingin menganggu kakak iparnya, segera Ning Khafa menuju ke kamarnya. Mengambil benda yang ia sembunyikan di laci kecil lemarinya.

Setelah itu, Ning Khafa turun sembari melihat jam digital di pergelangan tangannya sudah menunjukkan waktu dimana murid taman kanak-kanak pulang.

Bunyi lift berdenting, saat pintunya terbuka ia menemukan pria berjas hitam itu tergesa menuju ke pintu utama.

"A'!" teriakannya membuahkan hasil. Aa' berhenti lalu membalikkan badan.

Ning Khafa bergegas menghampiri. "Mau kemana toh kok buru-buru?"

"Nanti Aa' telepon saja iya Nduke. Aa' lagi ngejar jadwal penerbangan," ucap Aa' tergesa.

Seketika bibir Ning Khafa cemberut.

Aa' yang melihat itu menghela sejenak. "Sampun enggeh, Aa' berangkat dulu. Ass—"

"—bentar dulu A'," potongnya memegang lengan Aa'.

"Ada apa Nduk?" tanya Aa'tak sabar, berulang kali melirik jam rolex-nya.

Ning Khafa meringis sembari memejamkan mata ia berkata. "Nduke mau kembali ke mess, ada kerjaan yang ndak bisa di tinggal," ucapnya harap-harap takut.

"Oke. Ada lagi?"

Seketika mata bulat itu membelalak. Saking terkejutnya, Ning Khafa hanya menggeleng. Hingga Aa' pamit setelah mencium kepalanya pun, Ning Khafa masih tidak percaya.

Segitu mudahnya! Kalau tahu seperti itu, kenapa tidak dari dulu saja, pikirnya.

"Nduk!"

Tersentak, lamunan Ning Khafa buyar. Ning Bita sudah berada di sampingnya.

"Aa' sudah berangkat?"

Ning Khafa menghadap ke arah kakak iparnya. "Emangnya, Aa' mau kemana toh Mbak? Buru-buru banget."

Ning Bita tersenyum, memandang pintu utama seolah melihat keberangkatan Aa'. "Aa' mau pulang, Nduk."

Seketika alis Ning Khafa mengerut. "Wangsul teng nggriyo, Mbak?" tanyanya tak percaya.

AL-KHAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang