AL-KHAFA ٢٥

356 38 2
                                    

📖📖📖📖📖

Selepas sholat shubuh berjamaah, pria paruh baya berjenggot putih itu melakukan aktifitas rutinnya yaitu keliling komplek bersama anak dan cucunya. Namun hari ini anaknya sedang absen. Ia sudah menebak jika ada yang tidak beres dengan anaknya itu.

"Babamu kenapa gak ikut?"

Anak berusia lima tahun itu mendongak, bola mata kuning terang itu menatap kakeknya. "Gak tau." Sambil menggelengkan kepala kecilnya. "Baba apa sakit iya?" tanyanya sendiri, terdengar oleh sang kakek.

Tangan keriput dengan urat otot yang menonjol itu mengelus kepala cucunya. "Insyaallah, Babamu baik-baik aja."

"Aku gak suka Baba kayak gitu, kayak dulu lagi. Nanti gak bisa main sama aku lagi."

Sang kakek menghela napas sejenak teringat memori masa lalu. "Iyasudah, ayo cepet jalannya biar sampek rumah."

Sampai di rumah, sudah di sambut dengan wangi masakan yang di buat oleh asisten rumah tangga. Pria paruh baya itu mencari sosok putranya, namun tidak ada dimana-mana kecuali sang putra mengunci diri di kamar.

"Langsung mandi iya, Kakek mau ke Babamu dulu gak apa-apa?" tanya Kakek membungkuk menyejajarkan dengan tubuh cucunya.

"Evet Büyükbaba!" Setelah itu cucunya langsung berlari menuju kamarnya.

Sesuai dengan yang ia katakan tadi, ia menuju ke kamar putranya. Sampai di depan pintu, ia mengetuk pintu namun tak ada sahutan dari dalam. Ia mencoba membuka pintu yang ternyata tidak di kunci.

Pertama kali pemandangan yang ia tangkap adalah buntalan selimut yang di dalamnya sudah di pastikan itu putranya berada di sana. Masih bergelung dengan selimut.

Ketika semakin dekat, ia pikir putranya tidur. Ternyata tidak. Ia mengubah tujuannya, membuka gorden panjang itu. Seketika cahaya ke kuningan itu menerobos masuk.

Berbalik menatap putranya yang diam dengan pandangan mata kosong. Lalu ia duduk di dekatnya. 

"Kamu gak kerja Nak?"

Merasakan sentuhan di kepalanya, netra sang putra itu menangkap wajah ayahnya. Kepalanya hanya menggeleng pelan diiringi mata terpejam menikmati sentuhan pelan dari tangan ayah.

"Ada yang mau dibicarakan pada Baba?"

Seketika mata kecoklatan itu terbuka tanpa memandang sang ayah.

Pria paruh baya yang mengenakan kaos pendek berwarna abu gelap itu menatap pigura besar, sorot matanya penuh dengan kerinduan yang mendalam. 

"Iya sudah, kamu cepet turun terus sarapan. Kasihan anak kamu juga ikut murung."

Ketika akan beranjak, tubuhnya saja belum sepenuhnya tegak tiba-tiba terhenti ketika mendengar ucapan putranya.

"Dia ada disini, Ba."

Duduk kembali memandang sang putra dengan sayu. 

"Dia ada disini, Ba. Ada disini di dekat Auf."

Menghela napas sejenak lalu kemudian berkata. "Nak! Sampai kapan kamu bersembunyi." Menunggu respon namun putranya hanya diam. "Mungkin sudah waktunya sekarang, Nak!"

"Beliau semua juga berhak mengetahui kabarmu."

"Apa kamu juga akan membiarkan lagi jika gadis kecilmu itu akan di minta orang lain?"

Seketika putranya menatap sambil menggeleng cepat.

"Maka dari itu, mungkin sekarang sudah waktunya kamu muncul Nak," jeda pria paruh baya itu. "Kamu sudah bagus pernah pulang. Tapi lebih bagus lagi kamu juga sowan ke ndalem beliau."

"A-auf masih belum berani Ba. Auf malu."

Yang di panggil Baba itu menghela napas. "Mereka juga orang tuamu, Nak. Baba yakin jika beliau semua juga menghawatirkanmu, apalagi Bunda mu itu."

"Bu-bunda," gumamnya masih terdengar oleh Babanya.

"Sowan lah kesana Nak. Urusan kantor dan putramu, biar Baba yang urus."

ceklek!

"Baba, Kakek! Kok gak turun-turun. Aku laper."

Raut wajah pria paruh baya itu berubah sumringah, berjalan mendekat. "Sama Kakek dulu yuk! Babamu masih bau, belum mandi."

Anak kecil itu mengerutkan alisnya. "Tapi Kakek 'kan juga belum mandi."

Bibir sang Kakek langsung terkunci rapat. Ia lupa!

"Iyasudah, Kakek mandi bentar. Kamu tunggu di meja makan, oke?"

Ketika pintu kamar tertutup kembali, tangan yang semula ia sembunyikan dalam selimut, ia keluarkan memegang sebuah benda.

Butiran biji kecil berwarna coklat gelap terangkai membentuk lingkaran dan terdapat bandul kecil terukir huruf  'أ dan ك'. Mengusap lembut hingga merasakan ukiran itu terasa di ujung jarinya.

"Semakin dewasa, menawanmu tak pernah berubah. Masih sama sewaktu kecil." Sembari mengelus sayang salah satu huruf yang terukir itu.

🎈🎈🎈🎈🎈

01-06-2022

Waktunya menebak-nebak ria!

Silahkan keluarkan jiwa-jiwa cenayang kalian di kolom komentar!

😁😁😁😁😁😁

AL-KHAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang