AL-KHAFA ٢٨

285 43 6
                                    


📖📖📖📖📖


Hampir sepekan setiap kali memulangkan Gus Ashmaan, Ning Khafa belum melihat keberadaan kakaknya. Sedangkan Ning Bita sendiri, sibuk di ruang kerja.

Sempat menghubungi Aa' menanyakan tentang kepulangannya, namun jawaban beliau justru membuatnya terheran sendiri.

Pasalnya, pekerjaan Aa' hampir sepenuhnya berada di ibukota. Namun Aa' berani mengesampingkan itu demi bertahan lama di rumah.

Ning Khafa jadi curiga.

Mungkinkah terjadi sesuatu?

Entahlah.

Mengasingkan itu sejenak. Karena sekarang prioritasnya adalah menyelesaikan pekerjaannya.

Menjelang siang hari, kondisi butik sedang sibuk-sibuknya. Semuanya tampak fokus dengan pekerjaan masing-masing.

Hingga dering ponsel menggema di ruangan itu, merobohkan konsentrasi Ning Khafa kala menjahit payet swarovski. Matanya melirik tajam lalu menghembuskan napas berat. 

Adakah yang sama dengan Ning Khafa, ketika sedang berkonsentrasi penuh lalu ada gangguan sedikit saja, konsentrasinya langsung buyar?

Kalau ada, berarti sama!

Huft!

Ponsel itu kebetulan milik Zulaikha dan hal itu membuat Zulaikha kelimpungan sendiri apalagi menangkap lirikan dari Ning-nya. Zulaikha lupa jika di ruangan ini ponsel harus mode silence.

Segera Zulaikha mengambil ponsel dalam tasnya. Melihat nama pemanggil, matanya membulat dan segera mendekat ke arah Ning Khafa.

"Ning Bita, Ning." Sambil menyerahkan ponsel tersebut yang sudah tersambung.

Ning Khafa menerima uluran ponsel tersebut. "Assalamualaikum Mbak," sapa Ning Khafa sembari menggamit ponsel diantar bahu dan pipi, tangannya melanjutkan sedikit jahitan yang hampir selesai.

"Waalaikumussalam. Maaf enggeh, Mbak telepon pas Nduke sibuk-sibuknya." Nada bersalah Ning Bita di seberang sana.

Ning Khafa belum merespon ucapan kakak iparnya. Matanya fokus pada jahitan yang penuh dengan kehati-hatian itu. 

"Nduke? Riyen enggeh Mas, Amma masih telepon Ante."

Akhirnya selesai.

Ning Khafa menghela napas lega. Melihat puas hasilnya. Kemudian ia beranjak, melirik sejenak pada Zulaikha lalu berjalan menuju ke balkon.

"Dhalem Mbak, pripun?" Mengambil alih ponsel ke tangannya.

"Sudah selesai Nduk?"

Tangannya berpegang pada pembatas balkon, sejenak menghirup udara yang di hasilkan dari tumbuhan sekitar.

Balkon lantai dua ini memang di bangun untuk privat ruangan. Yang di bawahnya langsung tersaji kolam ikan koi, lengkap dengan air terjun buatan yang tingginya setara balkon tersebut. Menambah kesan kesejukan apalagi di kelilingi dengan tanaman dan pepohonan.

"Sudah 70 persen Mbak, insyaallah besok mau fitting."

Terdengar hembusan napas Ning Bita. "Setelah Dzuhur, Mbak mau pulang Nduk."

Ning Khafa sedikit terkejut, "loh, kok tiba-tiba Mbak?" jedanya sebentar. "Emh, memangnya di rumah ada apa to Mbak? Jangan bilang memang ada yang disembunyikan dari Nduke."

AL-KHAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang