AL-KHAFA ٢٠

372 33 19
                                    


📖📖📖📖📖


Sesak itu menyeruak memenuhi rongga dada, ketika Ning Khafa kembali ke Yogyakarta.

Dulu, kota ini menjadi kota ternyaman kedua setelah kota kelahirannya. Namun sekarang, ia justru tertekan.

Selama menenangkan diri, rasanya sudah mengikhlaskan semuanya. Bahkan sikap legowonya itu sudah di tahap yang acuh dengan semua orang mau menilai bagaimana tentangnya.

Namun nyatanya keikhlasan itu belum cukup mengusir kenangan. Memori itu terus menyusup dalam pikirannya, tanpa bisa ia cegah. Bagai kaset rusak yang sangat layak untuk di buang tapi nyatanya sulit.

Ingat dengan kata-kata orang; kita bisa saja memaafkan tapi tidak bisa melupakan.

Karena serangkaian kejadian itu sudah masuk dalam long term memorize. Bagi otaknya, kejadian tersebut termasuk sesuatu yang penting. Sehingga pun nantinya, ia sudah tua akan tetap mengingatnya.

Huft!

Sampai di ndalem, Ning Khafa terkejut. Bunda berdiri di teras dengan tatapan penuh khawatir mengamati mobil yang ia tumpangi.

Melihat itu, hati Ning Khafa seperti teremas sesuatu. Tindakan kaburnya memang tidak di benarkan sama sekali, meskipun semuanya tahu jika ia pergi untuk menenangkan diri. Namun melihat Bunda hingga menyambutnya seperti ini, rasa bersalah menyelimuti hatinya.

Ia egois sebagai anak. Seharusnya tempat terbaik menenangkan hati adalah keluarga. Seharusnya tempat berkeluh kesahnya adalah keluarga. Dan seharusnya tempat kaburnya juga keluarga.

Namun apa yang malah Ning Khafa lakukan?

Iya walaupun dengan niat baik, tidak ingin keluarganya bertambah beban pikiran dengan masalahnya.

Ia malu sebenarnya. Di umurnya yang sudah hampir seperempat abad, masalah seperti ini bukannya terlalu remeh?

Lagi pula Ning Khafa yakin jika ia bisa mengatasi sendiri, hanya saja ia perlu waktu untuk mendinginkan otaknya terlebih dahulu.

Sudah sehari berada di ndalem, tidak ada satu pun anggota keluarga yang menanyakan atau membahas kejadian itu, seolah tidak pernah terjadi. Semua kembali seperti semula.

Dan ia cukup bersyukur akan hal itu.

Di ruang keluarga semua berkumpul kecuali Gus Mu'adz, karena Ning Kiya sudah tidak di sarankan melakukan perjalanan jauh. Sedangkan Ning Khafa sendiri sedang menyuapi keponakannya-Gus Ashmaan.

"Tadi pagi saya mendapat informasi kalau Gus Rauzan sudah kembali ke ndalem."

Ning Khafa samar mendengar suara Andri, dahinya pun mengernyit.

"Alhamdulillah ya Allah. Terus bagaimana Mas Andri?" Suara Bunda tampak antusias.

"Saya juga mendengar kabar kalau sebelum pulang ke Kediri, Gus Rauzan sempat berkunjung ke Jogja. Tapi pengapunten, saya tidak mendapatkan informasi lebih lanjut."

"Ya Allah, sek. Bunda mau hubungi Mbah Robi'."

Tepat Ning Khafa menoleh, Bunda terlihat tergesa mencari sesuatu.

"Bunda! Sekarang sudah malam sayang, mboten eco," cegah Abi sambil mengelus pundak Bunda, menenangkan.

"Tapi Bi-"

Abi menggeleng tegas tanda tidak menerima bantahan. "Besok masih bisa, Nda. Siapa tahu setelah wisuda Nduk Khafa besok, kita bisa sama-sama sowan kesana."

"Estu enggeh Bi?"

Sambil mengulas senyum hangat, Abi mengangguk cepat.

"Pengapunten, seharusnya Ning Aniya juga mendapat kabar ini," sela Andri.

Kini semua memandang Ning Khafa, terutama Bunda.

Ning Khafa berdehem sekilas. "Nduke memang sempat mireng dari Bunyai Robi'ah kalau cucu beliau akan pulang. Tapi... Asmane kalau Nduke mboten salah mirenge niku, Al." Sambil mengingat.

Bunda kemudian mendekat, menatapnya dalam. "Nduke berarti dereng sempet kepanggih?"

Ning Khafa menggeleng polos. "Kan Nduke wangsul, Bunda. Nduke enggeh sempet keng bantu bersih-bersih ndalem. Ndalem seng selatannya pondok bambu niko loh, Bunda."

"Bersih-bersih?"

Kepalanya mengangguk cepat. "Enggeh Nda. Foto-foto yang di pajang, hampir semua dikengken turunkan kaleh Bunyai Robi'ah. Cuma yang tersisa, foto Aa' kecil sama Guse niku."

Bunda berubah murung dan itu menimbulkan banyak pertanyaan dalam benaknya.

"Memange sinten to Bunda?" Sebenarnya sudah lama ia penasaran alasan di balik Bunda seperti ini.

"Bukan siapa-siapa." Abi datang mengelus kepalanya, tapi ia merasa ada sesuatu janggal yang di sembunyikan oleh Abi maupun Bunda. "Kalau sudah selesai, cepet istirahat iyo Nduk. Abi kaleh Bunda ke kamar dulu."

Setelah Abi dan Bunda tidak terlihat. Dengan tatapan bertanya menatap Aa'. Aa' yang di tatap seperti itu hanya mengidikkan bahu.

Ada apa sebenarnya?

🎈🎈🎈🎈🎈

24-04-2022

Semakin bingung atau semakin penasaran?

Part ini menjadi part terakhir di perjumpaan bulan romadhon tahun ini. Sampai bertemu kembali dengan Ning Khafa nanti setelah hari raya Idul Fitri enggeh!

Saya pribadi, mohon di maafkan sebesar-besarnya atas kekhilafan yang tak pernah saya sadari. Mungkin selama ini ada yang tersinggung, marah atau apapun itu terhadap saya. Saya berharap di beri keikhlasan untuk memaafkan. Saya hanya manusia biasa yang tentunya tak luput dari kesalahan.

Matur suwun semua! Sampai bertemu setelah hari raya enggeh!

Wassalamualaikum.



AL-KHAFATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang