26

2.8K 367 34
                                    

Makasih banyak udah baca sampe sejauh ini 😭💚

Perubahan sikap Chenle semakin membuat Jisung penasaran. Pasalnya, cowok itu seperti selalu menghindar jika mereka tatapan dan juga Chenle jadi banyak diam tapi yang aneh, jika Jisung lihat pipi cowok itu memerah. Jujur saja Jisung bukan cenayang, maka dari itu dia memilih untuk bertanya saja daripada pusing menerka-nerka.

"Gue ada salah?" Tanya Jisung tiba-tiba. Dia juga tidak tau harus bertanya dari mana. Dia hanya mengasumsikan jika dia berbuat sesuatu yang membuat Chenle merasa tidak nyaman.

Chenle yang hendak melangkah masuk ke rumah lantas urung. Dia menoleh ke Jisung lalu menggeleng. "Nggak, memang lo salah apa?" Cowok itu balik bertanya.

Bahu Jisung bergerak. "Lo kayak menghindar, makanya gue tanya."

Dua detik dipakai untuk Chenle bergeming. Ah, sejak kapan ya Jisung ini memperhatikan setiap detail sikapnya? Peduli?  Mungkin, karena itu adalah alasan yang paling masuk akal. Well, dia tidak keberatan, hanya saja terasa asing dan juga dia tidak mungkin berkata jujur mengapa dia memang sengaja sedikit menjaga jarak sekarang. Itu akan membuat suasana menjadi lebih canggung.

"Malah bengong."

"Hng?!" Chenle kembali menatap Jisung. "Nggak ada apa-apa. Lo nggak melakukan kesalahan dan gue nggak menghindar."

Begitu Jisung ingin mendekat, Chenle langsung buang muka yang membuat Jisung yakin bahwa cowok ini sedang menyembunyikan sesuatu. Dia menolehkan kepala Chenle agar menatapnya.

"Ngomong."

"Ngomong apa?"

"Lo, kenapa- pipi lo merah." Jisung berdecak. "Alergi sinar matahari?"

"Kulit gue nggak sealay itu!" Sanggah Chenle. Dia langsung menggeleng. "Gue nggak kenapa-kenapa, serius." Katanya tegas.

Alis Jisung terangkat. Membuat Chenle lantas menghela nafasnya.

"Jisung, gue baru tau kalau lo yang peduli ternyata amat sangat memperhatikan seseorang dengan baik."

"Gue memang gitu."

Chenle mengangguk pelan. "Dan gue sudah menjawab, kalau gue nggak kenapa-kenapa dan nggak menjauh dari lo, Jisung."

"Pipi lo makin merah." Jawab Jisung. "Coba nanti diperiksa aja ke dokter."

Cowok itu membelak. "Nggak perlu! Gue nggak alergi sumpah!"

"Terus?"

Chenle lagi-lagi bergeming. Semakin Jisung mendesaknya, semakin jelas dia mengingat kejadian semalam. Dia malu bukan main, harusnya Jisung bisa tidak peduli seperti biasanya tapi sayangnya sekarang sudah berbeda. Cowok itu tidak lagi seperti dulu yang cuek dan bodo amat. Serius, Chenle jadi susah dan bingung harus jawab apa.

"Ini...," Chenle menggantungkan kalimatnya.

"Ini otomatis aja merahnya."

Hah? Jisung mengernyit. "Canggih." Sarkasnya sementara Chenle memejamkan matanya karena sudah tidak tau lagi harus bagaimana.

"Tubuh makhluk hidup punya sistem. Nggak mungkin tanpa pemicu ada reaksi. Gue nggak sebego itu."

"Ya memang." Jawab Chenle terdengar pasrah.

"Ya terus?"

"Kenapa pingin tau deh. Lo kepoan ya sekarang?"

"Kalau itu reaksi alergi, biar bisa segera ditangani." Jisung melipat tangannya di depan dada, lalu secara tiba-tiba dia mendekatkan wajahnya ke Chenle dengan maksud ingin membuat Chenle semakin terintimidasi.

TUTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang