40

2.3K 272 104
                                    

Note : part 38 udah aku revisi, adegan ngehe ditambahkan di sana. Yaks sama-sama, aku emang baik.

Jangan lupa ramein cerita ini ya!

Hmm aku tau pasti kelen udah nunggu cerita ini.

Sesampainya di rumah, Chenle langsung terkulai lemas. Dia bahkan belum sampai ke kamarnya, jangan tanya bagaimana perasaannya. Itu sudah pasti, sesak, sakit, nyeri. Hatinya merutuk diri sendiri yang membiarkan Jisung berjalan seorang diri bersama masalahnya, tapi akal sehatnya mengatakan bahwa itu adalah tindakan yang tepat.

Memaksa Jisung bercerita bukanlah hal yang bagus. Pikiran cowok itu terlalu rumit, untung saja kepalanya tidak pecah.

Chenle menangis, untuk alasan yang paling dia takuti; adalah hubungannya dengan Jisung. Demi apapun, Chenle sayang cowok itu, bukan cuma cowok itu saja yang punya sayang di dalam hubungan mereka. Bagaimana jika nanti pada akhirnya dia harus berpisah? Pertanyaan itu terus terulang dalam kepalanya. Skenario-skenario menyedihkan langsung tercipta.

Tidak. Tidak sampai seperti itu kan?

Apa yang sebenarnya terjadi? Chenle tidak tau, dia seperti orang bodoh sekarang. Perjalanannya dari Paris ternyata membawa sebuah luka. Luka yang dia sendiri tidak tau apa penyebabnya. Tapi mengingat Antonio penuh luka lebam, dia yakin bahwa ini ada hubungannya dengan keluarga Jisung. Terutama Adipura.

Sementara di jarak berkilo-kilometer jauhnya, Jisung masuk dengan mata nyalang, emosinya sudah berada dipuncak. Dia sengaja tidak ke rumahnya, melainkan ke tempat dimana sumber masalah keluarganya ada.

Braakk!

"ADIPURA?!"

Teriak Jisung nyalang, tudak sudi memanggil lelaki tua itu dengan sebutan kakek. Dia lebih pantas disebut dengan iblis! Dia sudah tidak memperdulikan bagaimana orang bagian penjagaan membujuknya untuk tenang. Tenang? Jisung terkekeh, bahkan Jisung tidak akan sudi untuk tenang sekarang. Adipura harus menjelaskannya secara langsung, dan juga membalaskan apa yang menjadi pesakitannya selama ini. Cukup sudah, cukup sudah hidupnya berat karena cowok itu.

"ADIPURA?!"

"T-tuan muda, Tuan Besar sedang berendam  di kolam renang."

"FUCK! ORANG GILA MANA YANG MILIH BERENDAM SEMENTARA DIA UDAH BIKIN CUCUNYA HAMPIR GILA, HAH?!"

Pelayan itu hanya diam, menunduk. Jisung mendecih, dia segera beringsut menuju kolam renang. Tatapannya tajamnya tidak mengendur, malah semakin menjadi kala kakeknya menyambutnya dengan senyum cerah. Tidak banyak basa-basi, Jisung melompat ke dalam kolam renang, mendekat dan langsung menonjok wajah Adipura hingga mimisan. Adipura yang masih kaget masih diam seperti orang bodoh.

Semua mata membelak, pelayan-pelayan menutup mulutnya dan tidak sanggup berbuat apa-apa. Sementara penjaga baru datang dan berusaha menarik Jisung sebelum Jisung berontak keras.

"JANGAN COBA-COBA BUAT NGEHALANGIN GUE, BANGSAT!" Teriaknya nyalang. Bahkan Jisung menarik kaki penjaga itu hingga penjaga itu tercebur ke dalam kolam. Bahkan Antonio yang mengikuti langkah Jisung, tidak berbuat apa-apa selain membiarkan Jisung menyalurkan amarahnya. Dia mengerti, sangat mengerti perasaan Jisung.

"Bahkan kalau gue harus bunuh orang tua kolot ini di sini, dia pantas buat nerima itu. ORANG INI PANTAS MATI!"

"Jisung-"

Jisung menoleh, "LO DIAM, ANJING!!" Sentaknya nyalang ke Adipura. Dia mengerahkan seluruh emosinya menjadi tenaga. Tidak peduli seberapa lelahnya dia, yang dia mau hanya menuangkan semua emosinya.

Jisung mendecih. "Lo bajingan." Katanya pelan.

"Lo pembunug, bangsat."

"Jisung-"

TUTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang