29

2.9K 371 67
                                    

Dih bisa2nya kalian baca sampe bab 29 😭

Kalau Chenle lihat dari sudut pandang hidupnya saat ini, sepertinya tidak ada apa-apanya dibandingkan anak-anak lucu ini yang tidak mempunyai 'rumah' sedari kecil. Mereka jauh lebih menderita, jauh lebih miskin 'kasih sayang orang tua', jauh lebih tertatih karena mereka dibentuk dari kehidupan yang kurang beruntung.

Pikiran Chenle ramai, seramai suasana di sini. Meski raganya di sini, pikirannya melayang ke sana kemari. Entah fokus apa yang dia pikirkan, bahkan dia sendiri tidak tau mana pikiran rasional dan irasonal sekarang, yang seharusnya tidak perlu repot-repot dia pikirkan. Semuanya menjadi satu, kepalanya jadi sedikit pening.

Mungkin, angin segar dapat membuatnya menjadi lebih tenang. Maka dari itu dia memutuskan untuk ke taman samping. Taman bermain anak-anak panti asuhan.

"Gue ke kamar mandi dulu, mau kencing." Pamitnya pada Jisung.

"Di belakang."

Chenle hanya mengangguk sebagai respon. Dia berjalan menjauh. Ternyata, di samping kamar mandi ada jalan setapak yang bisa dia lalui untuk ke taman samping, kebetulan sekali, dia hampir terjebak lagi di dalam.

Pada kursi kayu panjang dekat ayunan warna-warni, dia duduk. Semilir angin dan kicau burung kenari menemani suasana sore. Chenle memandang langit sebelum dia dengar langkah kaki yang membuatnya menoleh. Ternyata, ada seorang anak yang sendirian di sini.

"Kok sendiri di sini?" Tanya Chenle langsung.

"Abang juga, kenapa di sini? Kan abang-abang keren lagi di dalam?" Anak cowok itu menjawab. Membuat Chenle tersenyum. Sedikit geli dengan sebutan abang keren. Dia tidak termasuk bagian dari VIP.

"Nggak apa-apa, lagi pingin."

"Sama kalau gitu."

Chenle menepuk tempat sebelahnya yang masih kosong. "Sini, duduk sama Abang."

Anak cowok itu mendekat, wajahnya lesu tapi lucu. Chenle jadi penasaran kenapa anak itu lebih memilih sendirian di sini dari pada bersama teman-temannya.

"Kenapa mukanya murung gitu?" Tanya Chenle lembut.

"Lagi kesal, bang. Tapi banyak sedihnya dari pada kesalnya."

Chenle sedikit melongo. "Sedih kenapa? Nggak di ajak main sama teman-teman kamu?" Tanya Chenle lagi. Anak itu menggeleng.

"Terus, kenapa?" Chenle memusatkan seluruh atensinya ke anak itu.

"Wildan ulang tahun sekarang, bang. Tapi kayaknya nggak ada yang ingat Wildan."

"Hari ini?" Chenle mengkonfirmasi, anak itu mengangguk. "Mungkin mau dibikin surprise, jadi mereka pura-pura nggak ingat, tapi nanti jeduaarrr kejutaann! Mereka ngerayain ulang tahun kamu ramai-ramai."

Anak kecil polos itu melongo. "Gitu ya kak?"

Chenle mengangguk yakin. "Sebagai pembukaan, biarin abang jadi orang pertama yang ngucapin selamat ulang tahun. Selamat ulang tahun ya, Wildan! Semoga bahagia selalu." Dan segera mendapatkan rumah nyaman. Kata Chenle, membuat Wildan tersenyum hingga matanya hanya memperlihatkan seperti dua garis kembar.

"Makasih, bang!"

Chenle mengangguk lagi. "Sekarang kamu masuk deh, teman-teman kamu lagi main sama-sama. Banyak jajan juga di dalam. Jangan sedih, masak ulang tahun sedih? Harus bahagia dong!"

Anak itu langsung beranjak. "Iya deh bang, aku masuk dulu! Makasih banyak ya, bang ucapannya! Aku bakal ingat abang terus!"

Chenle hanya tertawa ringan melihat tingkah polos anak kecil yang bernama Wildan itu. Dengan berlari kecil, Wildan meninggalkan Chenle sendiran lagi di sana. Lalu, Chenle menghela nafas bayangannya langsung tertuju pada Chia. Nanti, waktu Chia ulang tahun, Chia sudah sadar atau belum ya?

TUTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang