Tetanggaan?

30 22 10
                                        

"Cinta itu bukan sebuah ungkapan, tetapi sebuah perbuatan. Bisa aja bilang nggak cinta, tetapi perbuatan peduli melebihi orang yang sedang jatuh cinta."

-----

"Lah, emang kenapa? Nggak boleh?"

"Nggak boleh!"

Milki, Pina, dan Rizka sama-sama menatap bingung Zea. Pasalnya, Zea itu selalu melarang mereka untuk datang kerumahnya. Kalau ada kerja kelompok, pasti selalu di rumah ketiga temannya, tidak pernah di rumah Zea. Gadis itu selalu beralasan, "Sorry, ya. Di rumah gue nggak bisa soalnya ada acara." Selalu seperti itu tiap ada tugas kelompok dan mereka merencanakan untuk menyelesaikannya di rumah Zea.

"Lo kenapa, sih, Ze, nggak ngebolehin kita main ke rumah lo?" tanya Rizka. Wajah gadis itu yang biasanya putih pucat, terlihat memerah sekarang akibat kena paparan matahari.

"Tau, lo! Emang rumah lo ada apa,sih?" tanya Pina. Gadis itu sekarang tengah mengikat satu rambutnya, mungkin karena gerah akibat kena panasnya matahari. "Atau jangan-jangan lo udah nikah? Terus lo tinggal sama suami lo dan lo sembunyikan ini semua dari kita?" tanya Pina, menutup mulutnya berlagak kaget.

Zea menjitak dahi Pina. "Sembarangan lo kalau ngomong!" gemes Zea, membuat Milki dan Rizka tertawa.

Pina mendengus dan mengusap dahinya. "Habisnya, lo mencurigakan banget."

"Ze, kaki lo udah nggak sakit?" tanya Milki, lebih memilih topik yang bermutu.

"Masih, Mil."

"Terus kalau masih, kenapa lo lari-lari tadi kesini?" sewot Pina.

Zea memukul jidatnya. Ya ampun, dia melupakannya! "Eh, ayo buruan masuk!"

"Lah, boleh, nih?" tanya Pina.

"Ih, boleh. Cepat, ih!" kesal Zea.

Dia tidak ingin rahasia yang ia tutup-tutupi selama setahun ini harus terbongkar sekarang. Dia tidak mau kalau itu sampai benar-benar terjadi!!!

"Okey! Kalau gitu kita masuk," seru Rizka.

Tetapi baru mereka melangkahkan kaki selangkah, tiba-tiba langkah mereka berhenti karena mendengar suara mobil berhenti di depan mereka. Eh, tepatnya di depan rumah depan rumahnya Zea. Karena gang di komplek rumah Zea hanya muat 1 mobil untuk berlalu, karena ada jalur masuk dan keluar. Sementara mobil Milki yang tadi mereka Kenakan untuk ke rumah Zea, terparkir di depan gerbang rumah Zea yang memang cukup untuk satu mobil terparkir di sana.

Zea membulatkan matanya. "Eh, kok pada berhenti? Ayo masuk!" suruh Zea heboh. Tetapi terlambat sudah, ketiga temannya sudah berbalik badan dan melihat siapa pemilik mobil itu.

"Alva?" kaget ketiga teman Zea. Ekspresi mereka cengo, menatap bergantian Zea dan orang yang baru saja turun dari mobilnya

"Ngapain lo pada ngelihatin gue?" tanya orang yang membuat ketiga gadis itu cengo di tempatnya. Yang tidak lain, tidak bukan, adalah Alvaro. "Gue ganteng?" tanya Alva, lelaki terpede di kamus Zea.

"Kalian..." Rizka menatap bergantian Zea dan Alva.

"Gue orang, dia dedemit!" jawab santai Alva, sambil bersandar di mobilnya.

Zea menatap jengkel Alva, lalu ia beralih menatap ketiga temannya yang masih setia dengan ekspresi yang-ah sudah lah.

"Ayo masuk! Lo bertiga mau berdiri di luar aja?" ajak Zea, terdengar tergesa-gesa.

Pina dan Rizka langsung masuk ke pekarangan rumah Zea. Sementara Zea membukakan gerbang lebih lebar, agar mobil Milki dapat masuk. Setelah mobil Milki masuk, Zea menutup kembali gerbangnya dan menguncinya rapat-rapat.

I HATE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang