"Perhatian mu itu, apa mampu meluluhkan benci yang menggebu?"
~I Hate You~
"Hoam!"
Zea bangun dari tidurnya dan merenggangkan otot-ototnya. Ujung bibirnya tertarik, melukiskan senyuman geli, saat mengingat kejadian tadi malam. Tidak romantis, hanya saja mampu membuatnya hatinya sedikit bergetar.
Flashback on
"Lo basah!"
"Siapa bilang gue kering? Gue juga tau kalau gue basah!" sarkas Alva.
"Galak banget, sih, lo jadi Anjing!" kesal Zea, yang duduk di mobilnya.
"Udah di tolongin, bukannya bilang makasih, malah ngatain," cibir Alva, berdiri di samping mobil Zea dengan memutar bola matanya.
"Iya makasih!" kata Zea, tidak ikhlas.
"Dasar lo Zelalatan! Udah buruan, biar gue ikutin dari belakang. Ntar mobil lo berulah lagi," suruh Alva.
Zea mengangguk dan menjalankan mobilnya. Ia melirik dari spion mobilnya, di belakangnya Alva mengekornya dengan mobilnya. Dia tersenyum geli, "bisa juga, tuh, cowok ngeselin jadi pahlawan," katanya, terkekeh geli.
25 menit berlalu...
Keduanya sampai di rumah masing-masing. Tanpa berkata apa-apa, Zea masuk ke rumahnya. Begitu juga Alva, dia hanya melihat Zea, lalu lelaki itu masuk ke dalam rumahnya.
Flashback off
Zea turun dari tempat tidurnya menuju kaca pembatas balkon kamarnya. Ia membuka tirai yang sangat jarang ia buka selama ini. Di saat ia membuka, ia dapat melihat dengan langsung kamar Alva yang memang setiap malam tirai-nya sangat jarang lelaki itu tutup.
"Kenapa gue jadi ngelihatin Alva?" tanya Zea, bingung. "Astaga Zea... Lo kenapa, sih?!" Zea menepuk jidatnya, lalu ia menutup kembali tirai kamarnya.
"Kayaknya otak gue korslet, nih, akibat hujan tadi malam," ujarnya, mengambil handuk bersiap untuk mandi.
"Eh, kak!"
"Anjir, lo! Kaget gue monyet!" umpat Zea, saat tiba-tiba Zia masuk ke dalam kamarnya.
"Ya elah, biasa aja kali!" kata gadis itu, menatap kakaknya.
Zea menatap adiknya dari atas sampai bawah, "mau kemana, lo? Pagi-pagi udah rapi gitu?" tanya Zea.
"Nggak mau kemana-mana. Kan gue cantik, rapi, wangi, jadi biasa aja kalau lihat gue se kece ini pagi-pagi," ujar Zia, pede.
Zea bergidik jijik mendengar ucapan Zia yang kelewat pede. "Mau ngapain, sih, lo ke kamar gue? Gue mau mandi," tanya dan ujar Zea.
"Lo tadi malam habis jalan sama Kak Alva, ya?" tanya Zia, memicing.
Zea membulatkan matanya, wajahnya pun ikut merona. "NGGAK! ENAK AJA LO NUDUH-NUDUH!" kata Zea dengan nada ngegas.
Zia menatap curiga kakaknya. "Alah... Bohong, lo! Orang tadi malam gue intip dari balkon, lo berdua pulangnya barengan."
Astaga... Zea lupa kalau Zia itu sama seperti dirinya yang suka menghabiskan waktu begadang nonton drakor. Sudah pasti gadis itu tadi malam belum tidur. Zea mendekat ke arah Zia, "lo jangan mikir macam-macam dulu," ujar Zea, duduk di sebelah Zia. "Kemarin itu kita nggak sengaja ketemu di jalan. Dia bantuin gue karena mobil lagi rusak," jelas Zea.
Zia menatap memicing kakaknya, "kok gue nggak percaya, ya?" tanyanya, jail.
"Gue geprek juga, lo, Zi!" kesal Zea.
Zia tertawa. "Makanya, kalau lo pacaran sama kak Al, itu bilang gue! Gue nggak bocor kok," katanya, dengan wajah serius.
Zea mendorong wajah Zia. "Udah di bilang gue sama Alvanjing nggak ada apa-apa."
"Oh, ya?" tanya Zia, mendekatkan wajahnya ke wajah Zea. "Kayaknya, kalau di bilangin Mama sama Papa enak, nih," ujarnya, lalu berlari ke luar kamar Zea.
Zea membulatkan matanya, lalu berteriak sekencang-kencangnya.
"ZIA KAMPRET! JANGAN MENGADA-NGADA LO!"
---
"Oh... Jadi kemarin kakak pergi sama Alva?" goda Adrian, menatap anak pertamanya.
"Papa, ih!" kesal Zea.
Sejak Zia mengadu ke Papa sama Mamanya kalau tadi malam Zea dan Alva pulang barengan, Papa sama Mamanya terus saja menggodanya. Padahal Zea sudah bilang kejadian sebenarnya, tetapi Mama sama Papanya tetap beranggapan bahwa Zea emang malam mingguan bersama Alva.
"Mama setuju kok, Ze. Kalau kamu sama Alva," ujar Rina, yang sedang menaruh nasi pada piring Adrian.
"Papa juga, Ma. Setuju banget malah," kata Adrian, ikut-ikutan.
"Mama sama Papa apaan, sih! Udah di bilang Zea itu nggak ada apa-apa," jelas Zea. "Semua karena lo, nih, kutu kupret!" kesal Zea, menatap Zia yang malah menatapnya tanpa bersalah.
"Gue mah cuman kasih tau apa yang gue lihat, ya. Terus lo yang cerita semuanya. Berarti salah, lo, dong kak?" kata Zia, yang malah melempar kesalahan pada Zea.
Zea melotot pada Zia. "Kok jadi salah gue? Kan lo yang cepu!" Zea tidak terima.
"Bukan cepu, tapi jujur." Zia meralat ucapan Zea.
"Udah-udah. Jangan berantem di meja makan," tegur Rina.
"Udah, Ze. Udah. Lagian Papa sama Mama restuin kok," kata Adrian, terkekeh kecil.
Zia mendengus. Melotot pada Zia, tetapi Zia malah membalasnya dengan menjulurkan lidah, mengejek Zea. Sungguh menyebalkan adik satu-satunya itu.
Dasar setan lo, Zia!
~I Hate You~
Zea dan Zia

KAMU SEDANG MEMBACA
I HATE YOU
Novela JuvenilI Hate You. Tiga kata, delapan huruf, dan satu arti. Sesimple itu di ucapkan, namun semenyakitkan itu di dengar. Tapi tidak bagi Zea dan Alva. Kata-kata itu seperti sudah biasa untuk keduanya. Biasa untuk di lontarkan, dan biasa untuk di dengar. "Ap...