Keributan di pagi hari

13 14 3
                                    

Katanya, perasaan benci akan berubah menjadi cinta? Tapi  yang aku lihat, perasaan sayang aja bisa berubah jadi benci. Masa benci malah ke cinta?

~I Hate You~

"Pagi, Mama cantik!"

"Pagi Papa ganteng, tapi masih gantengan Alva!" seru Alva, sambil berlari kecil menuruni tangga.

Delvin Gavriel—Papa Alva, yang sedang duduk di meja makan, menoleh pada putra tunggalnya. "Enak aja, kamu! Gantengan Papa, lah," katanya, tidak mau kalah.

Alvaro Gavriel, anak tunggal dari keluarga Cemara. Alvaro sangat disayang oleh kedua orangtuanya. Apa yang Alvaro minta sangat mudah buat ia dapatkan, tapi itu tidak membuatnya sombong. Malahan terkadang, Alvaro bersikap seolah tidak punya uang. Seperti kemarin, disaat rapat malah keberatan dengan uang sumbangan 50 ribu rupiah.

"Dih! Tanya aja Mama, pasti Mama bilang gantengan Alva," kata Alva, duduk di sisi kiri papanya dan didepan Mamanya.

"Mama nggak ikutan!" Renata Andiani—Mama Alva.

Alva dan Papanya sama-sama menoleh pada Mamanya. "Mama emang nggak bisa jadi wasit," ujar keduanya.

Renata hanya tersenyum melihat putra dan suaminya. "Udah, ih. Anak sama Papanya sama aja. Mending makan," kata Renata, sambil mengambilkan nasi untuk suami dan anaknya.

"Oh, iya, Ma, Pa, Alva jadi ketua kelas tau. Baru ingat Alva buat cerita," kata Alva, sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Oh, ya? Kok bisa?" tanya Delvin.

"Bisa lah! Kan Alva ganteng," jawab asal Alva.

"Nggak ada hubungannya Alvaro!" gemes Delvin, sambil menggigit makanannya, gregetan.

Alva tertawa karena berhasil membuat Papanya kesal. Sementara hal yang sama juga di lakukan oleh Renata, ia tertawa melihat wajah kesal suaminya karena ulah putranya.

"Oh, iya, sayang. Terus Zea kalian masih sekelas?" tanya Renata.

Alva mengangguk. "Masih, Ma. Terus dia jadi wakil Alva," cerita Alva.

"Eh?" kaget Delvin. "Nggak pecah, tuh, kelas?"

"Ih, Papa ini!" Renata memukul pelan lengan suaminya.

"Ya ampun, Ma. Mama kan tau sendiri kalau putra mama yang nakal ini," tunjuk Delvin dengan dagunya ke arah Alva, "sama Zea yang cantik itu, nggak pernah damai. Mereka itu kayak anjing sama kucing," lanjut Delvin, mengingat kelakuan Alva dan Zea yang selalu bertengkar sampai bertahun-tahun.

"Pa! Muji Zea mulu, ih!" kesal Alva, meletakkan sendok dan garpu, lalu meminum susu yang sudah disediakan Mamanya.

"Lah, emang ia Zea cantik. Benar kan, Ma?" Delvin meminta persetujuan dari istrinya.

"Iya, Mas. Kan Zea ikut Rina, Rina aja cantik."

"Kalau tante Rina dan Zia yang mama, papa, bilang cantik, Alva setuju! Tapi kalau Zelalatan yang mirip nenek lampir itu cantik, oh, no! Sepertinya mata mama sama papa lagi bermasalah," ujar Alva, sambil geleng-geleng.

"Ish, kamu ini! Zea itu emang cantik, sayang," kata Renata, membela Zea.

"Sudah, lah. Enek Alva dengar mama sama papa muji tuh nenek lampir," ujar Alva, bangkit berdiri. "Udah, ya, Alva berangkat sekolah dulu," katanya, salim pada kedua orangtuanya.

"Hati-hati, sayang!" pesan Renata.

"Hati-hati, suka sama Zea," goda Delvin, sambil tertawa geli.

"Tenang, Pa. Nggak akan," kata Alva santai, sambil berjalan keluar rumahnya.

Belum ada 2 menit, suara dari luar rumah membuat Delvin dan Renata yang masih makan jadi memberhentikan kegiatannya. Mereka segera berjalan keluar rumah.

"Eh, mobil lo mundurin! Gue mau lewat," usir Alva.

"Enak aja lo! Lo yang minggir! Gue duluan lewat!" balas Zea.

"Ya ampun Alva, Zea!"

Kedua orangtua Alva dan orangtua Zea, geleng-geleng melihat Alva dan Zea yang malah bertengkar di luar rumah mereka.  Mobil Alva dan Zea bertemu, membuat mobil keduanya jadi susah keluar jika tidak ada yang mengalah.

"Kalian kenapa, sih, pagi-pagi udah ribut aja?" Renata menatap Alva dan Zea.

"Ma! Tuh, nenek lampir, yang kata mama sama papa cantik itu, nggak mau menyingkirkan mobilnya. Alva jadinya nggak bisa pergi kesekolah," adu Alva, menatap kearah Zea jengkel.

Zea berdecak. "Lo yang harus mundurin mobil lo dulu! Gue yang duluan tadi mau lewat," balas Zea tidak mau kalah.

"Kalau kalian berantem gini, nggak ada yang mau ngalah, kalian nggak bakalan ada yang pergi sekolah.  Terus kalian bakalan jadi amukan tetangga yang mau lewat," ujar Adrian, yang memang benar.

"Al! Ngalah, ih! Cowok masa nggak mau ngalah," kata Delvin, menatap jengkel Alva.

"Kok Alva?" tanya Alva, tidak terima.

"Ya kamu lah! Kamu kan cowok."

"Tapi, Pa..." Alva ingin membantah, tetapi ucapan Mamanya membuatnya terpaksa menurut.

"Udah, Al! Benar kata Papa," ujar Renata.

Alva berdecak. Lalu ia berjalan masuk ke mobilnya, lalu memundurkan masuk kembali ke rumahnya. "Alva terus," selorohnya, sambil menatap Zea kesal.

Zea tertawa puas. "Makasih tante! Makasih, Om! Terbaik deh," kata Zea, masuk kedalam mobilnya. Zea menatap Alva dan menjulurkan lidahnya mengejek Alva, lalu ia berlenggang pergi dengan mobilnya.

Alva melajukan mobilnya tanpa menatap kedua orangtuanya. Ngambek dia.

"Aduh, anak-anak ini." Rina geleng-geleng. "Maafin Zea, ya, Ren, Vin!" kata Rina, menatap Renata dan Delvin.

"Kok malah minta maaf, Rin. Udah biasa, mah kita lihat dua bocil bertengkar," kata Renata, tertawa.

"Eh, Drian! Nggak ada rencana jodohin putri cantiknya sama anak badung kami?" tanya Delvin.

Adrian tertawa. "Anak ganteng kamu nggak akan mau sama anak cengeng kami," katanya.

~I Hate You~


ni pendek aja, ya!

Btw, jangan lupa vote dan koment ya bestie 😘

Btw, jangan lupa vote dan koment ya bestie 😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I HATE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang