32

1.5K 157 5
                                    

Dering ponselnya di tengah malam buta bersuara nyaring, membuat Gulf yang pulas dalam tidurnya terbangun dengan mata sayu yang dikucek dan umpatan kecil dari mulutnya yang sudah terbiasa. Diraihnya ponsel di nakas sebelah kasur tidak sempat melihat nama yang tertera di sana lantas mengangkatnya tanpa ragu, siap memaki kalau telepon itu salah sambung atau tidak penting.

"Halo."

"Gulf"

Kesadarannya berada dipuncak seutuhnya, dia buru-buru memeriksa nama yang ada di ponselnya dan mendelik. Kemudian dia mengumpat untuk yang kedua kalinya pada tengah malam hari ini.

"Gue tutup, gue ngantuk."

"Tunggu! Saya belum selesai."

"Apa lagi sih? Gue males berhubungan sama lo lagi, gak ada jelas-jelasnya hidup gue. Bagus LO pikir nelpon orang tengah malam buta begini? Ganggu."

"Maaf.."

"Basi."

Gulf menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut, ponselnya masih berada di telinga matanya setengah terpejam mendengarkan Mew berbicara.

"Saya minta maaf soal kejadian di restoran tadi, saya tau saya bertindak kurang ajar beberapa hari ini. Maaf sudah tidak memahami perasaan kamu, kamu tau saya cemburu apalagi mengenai fakta kamu dan dia dijodohkan. Saya tau.... Saya tau kamu tidak suka saya, dan membenci orang-orang seperti saya, saya hanya berpikir bahwa hanya saya yang menyukai kamu dan tidak ada titik terang sama sekali. Saya pikir... Saya pikir kamu suka dia."

"Udah?"

"Ya?"

"Udah ceramahnya? Gue mau tidur, ngantuk."

"Gulf."

"Apaan?"

"Sekali lagi, sekali lagi biarin saya jadiin kamu milik saya, boleh?"

"Orang tua gue homophobia, Mew."

"Pasti ada jalan keluarnya."

Gulf menghela napas, menaruh ponselnya ditelinga sementara dia berbaring dengan posisi miring dan mata tertutup. "Terserah lo, kepala batu. Gue gak tanggung akibatnya kalo ditebas papa, ya."

Diujung sana Mew tersenyum. "Tebak apa yang lebih menyenangkan dibanding jalan-jalan?"

"Punya duit banyak"

"Realistis sekali jawaban kamu."

Gulf menyeringai di dalam selimut.

"Tapi lebih menyenangkan mengetahui fakta bahwa kamu suka saya sekarang."

Gulf membolakan matanya, teringat perkataannya waktu di restoran kala itu, dia buru-buru menutup telepon yang tersambung dan membiarkan Mew tertawa diujung sana.

-o0o-

"Gue tau mama ada bilang soal perjodohan kita kan? Itu alasan kenapa lo ada di sini sekarang. Gue paham, Teresa."

"Gue bener-bener gak bermaksud, Gulf. Gue cuman gak mau Tante marah dengan gue nolak."

"Apa susahnya? Kalau begini 'kan kita berdua yang sama-sama sinting jadinya."

"Lo berharap gue bisa nolak satu permintaan Tante sedangkan gue udah utang Budi banyak sama beliau? Coba aja lo di posisi gue, Gulf."

Gulf mengusap kasar wajahnya, dia tengah berada di apartemen milik Teresa sekarang yang tidak jauh berada di dekat apartemen miliknya, membicarakan semuanya tepat pada jam 4 sore hari dimana Teresa sudah menyelesaikan semua pekerjaannya.

"Kita gak bisa nikah, lo tau 'kan."

"Karena lo gak suka gue?"

"Engga, Teresa. Lo gak bakal paham."

"Gue paham," Teresa menepuk pundak Gulf membuat keduanya beradu tatap. "Gue paham lo lagi suka sosok lelaki yang gak mau lo publis, gue kurang yakin tapi mungkin dia Mew Suppasit, bos gue dikantor. Dia selalu kasih gue banyak pekerjaan dan kasih pandangan sinis buat gue setiap kita ketemu, awalnya gue bingung kenapa beliau begitu tapi pertemuan kita sama Pak Mew kemarin kasih alasan yang cukup jelas buat gue. Mata lo gabisa boong Gulf berapa kali pun lo nyangka ke gue."

Gulf menghela napas lagi. "Lo emang temen gue."

Teresa tertawa. "Tapi Gulf... Orang tua lo kan..."

"Iya gue tau." Gulf menarik beberapa helai rambutnya, membuat alisnya berkerut dan mendesah pasrah. "Baru mikirin itu aja gue udah puyeng, gimana ngadepinnya. Gue gak sanggup ngomong, yang jelas mama pasti nanya kenapa gue minta batalin perjodohannya."

Teresa mengelus pundak temannya prihatin, paham betul pria itu di didik untuk membenci pasangan sejenis sejak kecil yang membuat Gulf terikut arus sebagai homophobia, namun dirinya sekarang diributkan oleh masalah dengan orientasi seksualnya beserta orang yang dia sukai berkelamin sama dengannya. Teresa tau bahwa ini tidak mudah untuk Gulf dan untuk kedua orang tua pria itu.

"Jangan dipikirin dulu."

Beberapa menit kemudian ponsel Gulf berbunyi, nama Mew tertera di sana, Gulf mengangkat panggilannya cukup ogah-ogahan.

"Saya di loby."

"Ngapain?"

"Mau ketemu kamu, saya gak bisa langsung ke sana. Jemput."

Gulf melayangkan nada protes namun dua mengiyakan dan pamit pada Teresa untuk turun ke bawah menjemput Mew yang berada di loby gedung Apartemennya.

***

Sorry agak telat ya huhu, aku kelupaan nyambungin draft nya tadi

FUCK YOU! DADDY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang