Part 24

13 1 0
                                    

Apa yang kamu harapkan dari seseorang yang sudah jelas melabuhkan hatinya pada orang lain? Belas kasihannya?

~Imam Penyempurna Agamaku~

••••••

Zia tersenyum saat menatap pantulan dirinya. Dia keluar kamar dengan langkah mantap. Suasana rumah masih sepi, lampu kamar tamu juga mati. Mungkin Sonia dan Zara masih shalat shubuh.

Ia mulai menyiapkan bahan-bahan untuk memasak nasi goreng.

Dari undakan tangga terdengar derap kaki seseorang, tapi Zia tetap fokus pada masakannya. Ia memasukkan penyedap rasa setelah bahan yang lain tercampur dalam wajan.

Sonia yang baru selesai shalat terheran melihat putrinya sudah ada di dapur.

"Zia kamu pagi banget udah ...."

"Iya Ma?" Zia berbalik badan membuat mata Sonia membeliak.

"Masya Allah!" pekik Sonia dengan mulut terbuka.

Zia terkekeh. Ia sudah tahu apa alasan Sonia terpekik kaget seperti itu.

Sonia mendekat. Sementara Zia mematikan kompor. Ia mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyiapkan diri, ia yakin Sonia akan memberondongnya dengan pertanyaan.

"Zia ini benar kamu?" Sonia masih berdiri dekat meja makan.

Zia menghampiri Mamanya, menuntunnya untuk duduk.

"Iya, Ma. Ini Zia."

"Kok tiba-tiba memutuskan bercadar?"

Zia tersenyum sendu di balik kain yang menutup sebagian wajahnya. "Gak cocok ya, Ma?"

Sonia menggeleng. Jangan sampai anaknya yang sudah bertekad berhijrah ini jadi sedih karena dia salah bicara.

"Bukan, Sayang. Kamu sangat cantik. Cuma perubahan kamu terlalu mendadak, Mama sedikit kaget aja. Kemarin kamu gak bilang apa-apa, tiba-tiba sekarang sudah ...."

"Zia baru beli cadar selusin kemarin. Insya Allah mulai hari ini Zia mau memakai ini."

Penjelasan Zia membuat Sonia berdecak kagum. "Mama belum seperti kamu."

Zia berdo'a dalam hati agar tidak besar kepala dan menjadi insan yang riya. "Jangan seperti Zia, Ma. Zia masih belajar."

Sonia terenyuh, ia menitikkan air matanya. Membuat Zia tersentak. Tangannya terulur menghapus tetesan air mata itu dengan lembut. Tangannya bahkan sekarang sudah memakai handshock. "Zia salah bicara ya, Ma? Kok Mama nangis?"

"Enggak, Zia. Mama bersyukur Allah sudah mengembalikan Zia-nya Mama dan Papa. Bahkan dengan pribadi yang lebih baik."

Zia menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia sudah memutuskan untuk tidak sering menangis lagi. Pribadinya yang sekarang harus lebih kuat. Ke depannya nanti mungkin akan banyak ujian, apalagi sekarang dia bercadar. Padahal beberapa bulan lalu ia baru masuk Islam lagi.

"Iya, Ma. Allah Maha Baik. Zia menyesal pernah meninggalkan-Nya hanya karena hal sepele. Zia menyesal, Ma." Ada kegetiran yang ia sembunyikan saat mengucapkan hal itu, tapi sebagai Ibu, Sonia tentu tahu.

Ia mengusap punggung putrinya dengan welas asih.

🌹🌹🌹

"Begini Bu, kedatangan saya kemari untuk melamar putri Ibu ...."

Zia dan Zara menahan nafas mereka bersamaan. Setelahnya Zia merasakan lututnya lemas. Sebentar lagi lelaki itu menjadi milik kembarannya.

"Zia Shidqiyah untuk menjadi istri saya," lanjut Ridwan dengan mantap. Tidak ada yang tahu kalau pikirannya sudah penuh dengan berbagai spekulasi. Untuk kedua kalinya ia takut ditolak oleh seorang gadis.

Imam Penyempurna Agamaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang