"Sebenarnya tujuan Anes ke sini ...." Ia menelan salivanya susah payah. Ia menghirup dan menghembuskan nafas berkali-kali sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya. "Anes ingin masuk islam."
"Alhamdulillah," ucap keduanya. Sonia tersenyum lega karena Aneska sudah mau jujur.
"Tapi kenapa gak mau jujur? Padahal kalau dari awal jujur aku gak bakal sensi kayak tadi."
Sonia memperingatkan Zara lewat tatapan matanya.
"Kapan kamu siap bersyahadat, Nak?" tanya Sonia pelan.
Ditanya begitu membuat kegugupan Aneska bertambah berkali-kali lipat. "Menurut Mama kapan enaknya?"
"Lho, kok menurut Mama? Bertanyalah pada hati kamu, Sayang."
"Ka-kalau gitu, Aneska mau bersyahadat secepatnya," balasnya agak terbata.
"Bagaimana kalau besok?"
"Besok?" beo Aneska.
Sonia mengangguk. "Kamu keberatan, Nak?"
"Sama sekali enggak, Ma. Anes cuma gugup dan takut. Mama tau sendiri bagaimana orang memandang Anes."
"Yang paling penting adalah niat yang tulus dari dalam hati kamu dan pandangan Allah. Allah lebih mengetahui isi hati Manusia."
Aneska memeluk Sonia tiba-tiba. "Makasih, Ma."
"Mama akan mengantar kamu pada seseorang yang akan membimbingmu mengucap syahadat. Dan kalau kamu mau, kamu bisa belajar lagi mengenai islam di pondok."
"Aneska mau, Ma. Anes ingin kembali dekat sama Allah."
Aneska tidak sabar menanti hari esok. Ia tersenyum membayangkan dirinya memakai hijab dan gamis.
🌹🌹🌹
"Mama kok gak bilang kalau yang Mama maksud itu Umminya Ridwan?"
"Emangnya kenapa? Kan dia Ustadzah juga."
"Enggak papa sih, Ma. Cuma kaget aja."
"Azidnya ke mana, Ummi?" tanya Zara yang masih bisa didengar Aneska.
"Dia baru berangkat tadi pagi ke Aceh, ada nikahan temannya."
"Oh. Sendiri?"
"Memangnya sama siapa lagi toh? Dia kan belum punya gandengan."
Zara tertawa canggung.
Aneska dipakaikan hijab syar'i yang ia bawa sendiri dari rumahnya. Hijab Zara sebetulnya sih. Tiga orang perempuan ikut masuk ke kamar Natasha.
Natasha tersenyum ke arah Aneska. "Mbak yang waktu itu aku kira Mbak Zara, kan? Maaf ya aku gak tau waktu itu. Gak bisa ngebedain soalnya."
"Enggak papa, aku juga minta maaf sempet berkata keras di depan kamu."
Natasha tertawa kecil. "Santai aja."
Aneska selesai dipakaikan hijab. Beberapa diantara mereka berdecak kagum.
"Subhanallah. Kembarannya mbak Zara cantik sekali. Semoga Allah memperlancar semuanya," ucap Jihan.
"Aamiin," timpal yang lain.
"Ih. Apaan! Masih cantikan mbak Zara ke mana-mana. Agamanya aja bagus, suara ngajinya merdu lagi," balas Salsa.
Salsa tak suka melihat Aneska, apalagu tadi sore ia melihat penampilan Aneska yang sebenarnya.
"Hust. Jangan ngomong gitu!" tegur Umminya.
Bibir Salsa mengerucut.
"Maafin anak Ummi ya, Aneska."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Penyempurna Agamaku
Spiritualité•••• Aku berada di jalan yang aku sendiri tak tahu bernama apa. Yang aku tahu hanya menapaki jalan itu selama masih mampu. Yang aku tahu hanya menguatkan diriku ketika ada kerikil yang melukai kakiku dan membuat langkahku melambat. Hingga akhirnya a...