Part 17

40 2 0
                                    

Zia tengah berdzikir sendirian di Masjid. Padahal sudah sejak tadi mulutnya menguap, tapi ia tak beranjak seinchi pun.

Ia meminta kepada Allah agar senantiasa sabar dan istiqamah di jalan ini.

Mendadak pikirannya tertuju pada Ridwan. Dia bukannya tidak tahu kalau Ridwan menatapnya seakan ada rasa. Zia memilih bersikap seolah tidak mengetahui apa-apa. Sebab, ketika sebagian dari dirinya bersorak gembira, sebagiannya lagi mengingatkan kalau Ridwan itu menyukai Zara. Sudah sangat jelas buktinya surat yang waktu itu ia temukan.

Sudah hampir dua bulan dia di sini, dan selama itu pula ia tak bertemu Zara. Zara tengah sibuk-sibuknya melaksanakan KKN. Zia jadi merindukan rumah.

Untuk segala sindiran dan ketidaksukaan yang Salsa tunjukkan juga tak membuat Zia tersinggung, ia berusaha tetap sabar menghadapi gadis satu itu.

Pernah sekali Salsa menanyakan apakah Zia pernah mengonsumsi atau setidaknya menenggak minuman keras, dan Zia menjawab belum, Salsa malah mencibir. Dia tidak percaya. Zia sih tidak masalah, toh seperti kata Sayyidina Ali, 'Jangan pernah menceritakan kebaikanmu, karena orang yang tidak menyukaimu tak akan mempercayainya, dan orang yang menyukaimu tak membutuhkan itu'.

Zia memaklumi Salsa yang tidak tahu kalau dirinya sangat menjaga tubuhnya dari berbagai jenis alkohol. Pernah sekali kekasihnya menawarkan, tapi Zia menolak. Pikirannya Zia jadi melanglang buana mengingat kejadian mengesalkan itu.

"Minum, Sayang," tawar seorang pria muda berpakaian agak kusut pada si perempuan.

Si perempuan menggeleng, "Kamu tau aku gak suka minum ginian."

"Kamu jangan terlalu norak, Aneska. Coba sedikit saja, dan kamu pasti akan ketagihan," ucapnya lagi. Bahkan kali ini dagu perempuan dipegang agar mau membuka mulut.

"Aku bilang gak mau! Aku mau pulang. Telingaku rasanya mau pecah mendengar bunyi berdentam-dentum seperti ini. Aku juga gak nyaman pake baju ini."

Perempuan itu mengambil tas selempang kecilnya dan segera berdiri.

Sang lelaki menaruh gelasnya yang berisi wine di meja, tangan kirinya menarik pergelangan tangan Aneska. "Duduk!"

"Aku mau pulang."

"Aku bilang duduk, Aneska. Kamu mau aku bersikap halus apa kasar?" Nada bicaranya memang tenang, tapi sarat akan penekanan.

Nyali Aneska langsung menciut. Ia kembali duduk dan mengeluarkan ponsel. Saat lelaki itu lengah, Aneska diam-diam mengirim pesan pada seseorang agar menjemputnya.

Kurang dari setengah jam, pria memakai setelan jas masuk ke dalam club. Lengan jasnya sudah dilipat setengah siku. Matanya mengabsen orang yang asik berjoget-joget tak keruan. Rahangnya mengeras ketika mendapati perempuan yang dicarinya akan ditampar karena tidak mau dipaksa menenggak minuman keras. Pakaian gadis itu juga hanya sebatas lutut.

Dengan langkah lebar dan pasti ia menghampiri sepasang kekasih yang duduk itu. Tangan kanannya mengepal dan menepis gelas berisi cairan bening itu. Tentu saja terdengar bunyi pecahan lumayan keras. Bahkan ada beberapa orang yang terdiam menyaksikan kejadian itu. Tak ada yang berani menghentikannya.

Pria bernama Karel itu menyeret lelaki yang berniat mencekoki Aneska minuman ke luar club.

Saat sudah di luar ia menghadiahi kekasih Aneska bogeman.

"Saya membiarkan Aneska bersama kamu untuk dijaga, Brengsek! Bukan dirusak."

"Dia gadisku! Aku berhak mau melakukan apapun sama dia!"

Wajah Karel merah padam mendengar suara lelaki di hadapannya. "Ulangi sekali lagi!"

"Dia gadisku! Aku berhak mau melakukan apapun sama dia, termasuk menikmati tu-"

Bugh

"Kamu pikir dia perempuan apa, hah?"

Lelaki yang baru terkena pukulan itu memegang ujung bibirnya yang meneteskan darah segar. "Perempuan apaan? Tanya sama dia. Perempuan macam apa yang mau-maunya diajak jalan tiap hari sama lelaki lain, padahal dia udah punya pacar? Harus aku sebut apa ya dia? Perempuan yang masih menjunjung tinggi nilai dan adat ketimurannya? Atau perempuan yang udah gak punya moral!"

"Saya bukan orang lain! Saya sahabat dia, pria posesif! Dan berhenti bicara ngawur, atau mulut kamu itu saya paksa buat diam!"

Aneska menangis menyaksikan dua orang yang disayanginya adu mulut seperti ini. Dan ialah alasannya. Karel yang biasa berkata lembut juga membuatnya takut dengan cara bicaranya yang berubah.

"Rel, kita pulang aja."

Kekasih Aneska meludah ke samping. "What did I say? He's cheap, it's obvious that I'm his girlfriend here, but instead he invites you home." Selanjutnya pria itu menyeringai. "Atau pulang yang dimaksud itu ke apartmentmu, lalu kalian berdua-"

Bugh

"Tutup mulutmu!" perintah Karel dengan mata memerah.

Tawa lelaki itu malah pecah.

Karel menggeram. "I won't let Aneska have another relationship with a crazy guy like you! You don't even deserve to be called a boy, you can't respect girls at all!"

Aneska menarik tangan Karel. "Udah Karel. Ayo pulang."

Karel memberikan satu pukulan lagi, lalu melangkah menjauhi lelaki itu bersama Aneska. Ia melepas jasnya dan melemparnya pada Aneska. "Pakai!"

Aneska menurut. Dia mengikuti Karel yang sudah masuk ke mobil. Aneska dapat melihat kilatan emosi Karel ketika melihat penampilannya yang berbeda. Meskipun tubuhnya tak terlalu terekspose, tapi Karel sangat paham Aneska tak pernah nyaman memakai pakaian seperti itu. Bahkan gadis itu pernah menangis waktu Karel main ke rumahnya dan memergoki Aneska saat itu hanya memakai jubah mandi setengah lutut. Kejadian yang tak disengaja, tapi membuat Aneska marah berhari-hari. Sekarang perempuan di sampingnya ini malah menuruti keinginan lelaki gila itu untuk memakai dress.

"Karel aku-"

Mata Karel yang awalnya merah langsung meredup saat menatap Aneska. "Jangan pertahankan lagi hubungan kalian. Aku yang sakit melihat kamu seperti ini, Aneska. Dia selalu memaksakan apa yang dia inginkan, dan untungnya sampai detik ini aku selalu datang tepat waktu."

Karel menyentuh pelipis Aneska yang agak membiru dengan pelan. Aneska memejamkan matanya menahan sakit. "Bahkan ini belum sembuh, dia keterlaluan."

Karel mendekat untuk meniup-niup luka Aneska itu.

"I'm verry love him, Karel," lirih Aneska.

Karel menahan rasa sesak yang menyerangnya tanpa ampun. "Tapi dia selalu semaunya Aneska. Tinggalin dia, masih ada aku ... yang akan selalu jadi sahabat kamu. Tempat kamu bersandar."

🌹🌹🌹

Hai. Aku mau nanya nih kalian di tim Ridwan apa Karel? Hayoo! Jawab yang jujur ya.

Imam Penyempurna Agamaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang