Part 11

48 3 0
                                    

Hati-hati ketika hatimu mulai tertarik pada lawan jenis. Karena perasaan itu bisa mengakibatkan dua hal. Pertama membuatmu lebih taat agar imanmu terjaga. Yang kedua bisa membuatmu malah lalai akan perintah-Nya.

~Imam Penyempurna Agamaku~

🌹🌹🌹

"Lho, Aneska mana?"

"Zara gak tau, Ma."

Sonia menggeleng. "Gadis itu ... sudah ceroboh, gak mau diobati lagi."

Zara mematikan sambungan telepon.

"Tadi Ridwan?"

"Iya, Ma."

"Jangan manja gitu ya ke Ridwan, bukan mahram."

"Zara cuma bercanda kok Ma. Lagian dari dulu Zara sama Ridwan kan udah kaya gitu, gak malu-malu."

"Mama minta mulai sekarang jangan kaya gitu lagi. Harus ada batasan," tegas Sonia. Dia tidak mau Zara terjerumus.

Kalau untuk hal ini, baik Zara maupun Aneska tetap Sonia ingatkan. Meskipun Aneska non-muslim, menjaga pergaulan itu perlu. Sebab, Aneska juga perempuan.

Zara menunduk. "Iya, Ma. Zara paham."

🌹🌹🌹

Suasana rumah Sonia begitu ramai. Sebagian sudah pergi, sebagian lagi masih berkumpul. Rata-rata ibu-ibu.

"Eh, Jeng tau gak? Saya denger anaknya Bu Sonia itu baru datang dari luar negeri lho," ucap Sang Ibu berwajah menor.

"Oh. Agamanya tuh apa ya lupa. Setau saya dia murtad. Bener yang itu kan ya?

"Iya, yang itu. Lebih manis dan cantik sih daripada Zara, tapi agamanya bukan islam," ucap Ibu lain yang tengah memangku anaknya.

"Dia ada di rumah gak sih?"

"Saya liat tadi dia juga ikut bantu-bantu."

"Serius?" sahut Ibu yang baru datang membawa minuman kemasan.

"Iya."

"Duh. Gak gerah apa ya dia dari tadi dengerin shalawatan sama pengajian?"

"Ya ... Mau gimana lagi coba, Jeng. Orang Bu Sonia sama Zara kan islam, terus acara ini kan udah direncanain dari lama pas di pengajian, jauh sebelum anaknya datang ke sini."

"Kalau saya jadi dia sih mungkin malu ya ada di tengah-tengah orang islam. Sedangkan dia beda agama sendirian."

Aneska mendengar semua itu.  Hatinya terasa nyeri. Air mata meluncur pada pipinya. Rencananya ia akan membereskan piring, ia tidak tahu kalau masih ada tamu.

Ucapan-ucapan yang kian menusuk itu tergiang-ngiang di dalam kepalanya. Apa orang-orang itu pikir Aneska tak berusaha mencari Tuhannya kembali? Mereka tidak tahu betapa sulitnya ia meyakinkan hatinya agar kembali pada Sang Khaliq.

Terlebih saat ada yang mengatakan 'Murtad' dengan terang-terangan. Ia tahu dirinya murtad, tapi bisakah mereka tak menggunjingkannya? Dia juga tidak ingin seperti ini. Dia bahkan merasa dirinya berlumuran dengan dosa, lemah iman. Andai waktu bisa diputar, ia tidak akan keluar dari agama yang dianutnya sejak kecil. Ia luruh ke lantai. Tangannya menepuk-nepuk dadanya yang sesak, teringat semua kebodohannya di masa lalu.

Sonia memperhatikan Aneska dari kejauhan, ia juga mendengar percakapan yang bisa dibilang keras itu. Tak sampai hati rasanya melihat putrinya terluka oleh ucapan itu.

Imam Penyempurna Agamaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang