Part 7

55 5 0
                                    

Saat sepasang mata itu bersitatap dengan matanya, Aneska membelalak kaget. Pria itu tersenyum lebar ke arahnya. Pria berkumis tipis dengan gigi gingsul di sebelah kiri itu ....

Astaga! Kenapa dia ada di Indonesia?!

"Senang bertemu lagi denganmu, Aneska Christiani."

Aneska gregetan mendengar cara bicara dan tingkah pria di hadapannya. Setelah mengambil belanjaannya, ia menarik tangan pria itu keluar dari toko buku.

"Eits. Kamu berani sekali menarik-narik tanganku, Nona," goda pria itu lagi dengan seringaiannya.

Aneska berdesis. Ia melepas cekalannya dan menatap pria itu tajam. "Berhenti bicara formal dan menggoda aku, Elgio. Sekarang aku tanya, bagaimana bisa kamu ada di sini? Aku yakin ini bukan kebetulan! Jelasin!"

"Hey. Calm down, Nes. Kenapa kamu jadi sinis begitu? Papa dan aku memang ada proyek di Jakarta. Tiga hari sebelumnya, aku nanya keberadaan kamu sama tante Reta. Dan dia ngasih alamat kamu. Apa salahnya aku menyusulmu ke sini?"

"Dari jakarta kamu langsung terbang ke sini? Are you crazy, Boy?"

Aneska tidak habis pikir. Pria ini sepertinya memang sengaja menemuinya.

"Yes. I am Crazy because of you."

"Aku cuma heran kok kamu bisa tiba-tiba ada di toko buku, bayarin belanjaan aku. Kamu terkesan seperti pahlawan kesiangan tau. Kamu menguntit aku ya?!" tuding Aneska.

Elgio mendekat, membuat Aneska panik. "Kalau iya kenapa? Aku cuma ngikutin dari rumah kamu. Awalnya aku mau ngasih kejutan, tapi gagal gara-gara kamu kelupaan bawa uang. Dikira kamu beneran nyuri kan repot. Nanti lebih jelasnya aku ceritain."

Aneska berdecak kesal dan mendorong dada pria itu agar menjauh, "Pekerjaan kamu?"

"Ada Papa yang menanganinya, Aneska. Kenapa kamu panik banget sih? Kamu gak senang apa pangeranmu ini menemui Sang Putri?"

"Kamu selalu aja bercanda. Aku serius!"

"Aku juga serius," ucap Elgio lembut, kini tangan pria itu terangkat mengacak rambut Aneska.

"Ish. Bodo amatlah!" Aneska yang sudah terlanjur jengkel langsung melenggang dari hadapan Elgio.

Elgio terkekeh, ia mengejar Aneska. "Manis, jangan judes-judes gitu!"

"Aku bilang berhenti, El!"

"Kok berhenti? Kan perempuan suka dikejar."

"Sampai detik ini aku bahkan gak percaya Karel dan pria ini bersaudara. Ya, Tuhan! Pria ini benar-benar berencana membuat amarahku meledak. Bagaimana bisa dia ada di toko buku ini?"

Elgio tak menghiraukan gumaman Aneska. Ia menggenggam tangan Aneska saat gadis itu mencoba mendahuluinya. "Ikut aku makan."

"Aku udah makan, kenyang."

"Gak percaya. Pokoknya ikut, aku gak mau kamu sakit."

"Kamu yang sakit. Sakit jiwa lebih tepatnya," sinis Aneska.

"Aku masih bisa mendengarnya Aneska. Jangan terus mengumpatiku, nanti malah suka."

Aneska bergidik geli. "PD selangit!"

Bibir Elgio berkedut melihat ekspresi Aneska. Daripada menanggapi gadis itu lebih baik ia diam saja. Berdebat dengan gadis ini tidak akan ada habisnya.

Dengan senyum mengembang, Elgio mempererat genggamannya pada Aneska, matanya menengok ke kanan-kiri lalu berjalan melewati zebra cross. Ia sudah akan masuk restoran, tapi ditahan oleh Aneska.

Imam Penyempurna Agamaku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang